Powered By Blogger

Rabu, 04 November 2009

Mrs.USIL
Prolog

Kalian tahu, ‘’Sego megono’’. Masak ngak tahu kebangetan amat sich, sego megono itu. Makanan khas pekalongan, masak kalian belum pernah nyobain sich? Enak loch. Pokoknya nanti kalau ke pekalongan mampir aja di warung-warung makanan di sejajar pinggir jalanan, pasti ada sego megono.
Lho, kok jadi ngomongin sego megono tapi nda’ apa-apa deh. Yang penting setelah menikmati sego megono. Kalian jangan heran loch kalau medengar ponpes Al Himmah. Ya ponpes Al Himmah jangan heran kalau kalian akan disambut oleh sebuah keajaiban lain.satua anak manusia yang cantiknya minta ampun, dan jangan heran loch suaranya bagus banget, sampai-sampai ia yang menjadi vokalis seni hadrah di pondok itu. Bahkan sudah rekaman dan kasetnya pun bisa kalian dapatkan di toko-toko terdekat anda.
Coba Tanya aja anak yang bernama Nailu Zulfa Chusna. Pasti pada kenal dan siapa sich yang gak kenal dengan Nail, dia kan salah ssatu santri pondok pesantren Al Himmah.sudah cantik, bagus pula suaranya.
Dari pada ngomongin tentang Nail terus mending kita ikutin aja ceritanya. Lets Go………………











Satu-Satu.

Pekalongan , petang mulai membayang pendar-pendar. Garis langit mulai memerah jingga, sayup-sayup terdengar pujian syukur mengalun syahdu dari rumah –rumah suci menebarkan zikir abadi. Dan mewartakan kabar gembira . lampu-lampu disepanjang jalan, begitu bahagia. Dengan serentak memancarkan cahayanya tuk meyambut hari yang sebentar lagi tersapu oleh jelaga malam.
Tapi , coba lihatlah di depan gerbang asrama itu. Ada dua gadis cantik tampak sedang mendorong pintu gerbang dengan pelan-pelan agar tidak menimbulkan suara. Tampaknya mereka takut kepergok sama salah satu penghuninya.
Salah satu dari gadis itu, tampak celingukan. Memastikan kalau keadan aman-aman saja. Masih dengan tanpa suara, mereka melangkah masuk kedalam asrama. Tapi , belum juga gadis yang satunya lagi selesai menutup gerbang. Sebuah suara terdengar membentak mereka.
‘’Ikoh? Dari mana kalian gelap begini baru pulang?!”
Nail dan ikoh seketika terkesiap. Sosok gadis yang tampak tinggi besar, sudah berdiri di belakang mereka.
‘’Jangan-jangan mentang-mentang hari libur, lalu kalian seenaknya sendiri bisa main-main keluar, keluyuaran, gak karuan, dan pulang sampai malam!’’
Gadis yang sering di panggil ustadzah Khamidah itu, memasang muka angker. Nail dan ikoh agak ciut. Memang ustadzah yang satu ini terkenal galak dan paling di takuti para santri.
‘’Habis dari pasar, ustadzah!’’ Ikoh pun tak bisa berbahong.
‘’Pasar?! Ngapain ?!! belanja , siapa yang suruh kalian ke pasar. Kalian disini punya ustadzah. Apapun urusan yang berkaitan dengan kalian selama masih nyantri di sini harus atas izin para ustadzah’’ kata ustadzah Khamidah tegas.
Nail dan Ikoh tak berani bersuara. Mereka menunduk dalam dan diam.
‘’Baik! Jadi ,kalian tidak boleh lagi keluyuran tanpa se izin ustadzah. Ustadzah tidak mau hal yang buruk menimpa kalian.
Nail dan Ikoh hanya menganguk-angguk. Dan mereka baru berani bergerak ketika ustadzah itu mempersilahkan mereka segera berwudhu dan sholat magrib.


Tet tet tet.
Komando otomatis. Setelah bel berbunyi tiga kali. Para santri berlarian menuju ke kelas masing-masing. Semua itu, hal terbisa. Karena para santri di haruskan datang tiga puluh menit terlebih dulu. Dari para ustadzah-ustadzah yang ngajar. Dan waktu itu digunakan untuk menghafal pelajaran atau materi sebelumnya.
‘’Ini semua gara-gara kamu, Nail. Coba aja kalau aku gak ikutan kamu ke pasar, mungkin aku gak bakal kena marah sama si ustadzah cerewet itu.!’’ Keluh Iqoh kesal pada Nail
‘’Siapa suruh tadi ikutan. La aku pingin pergi sendiri” Balas Nail tak mau kalah.
“Habis tadi aku gak ada temen. Semuannya pada asyik dengan kegitan sendiri-sendiri. Kan borring.”
‘’Ya . sudah anggap aja itu resikonya.’’
“Dasar ustadzah cerewet. Baru sekali telat pulang malam aja . Marahnya minta ampun.’’
‘’Sudah-sudah. Ayo kita masuk. Nanti kena marah lagi baru rasa.!’’
‘’O, ya Nail. Malam ini yang ngajar ustadzah cerewet itu.’’
‘’Apa.! Yang benar kamu. Kalau gitu tunggu sebentar.’’ Nail pun pergi meninggalkan Iqoh menuju pojokan ruang kamar sebelah. Entah apa yang diambil Nail dari sana, sepertinya Nail mengambil sesuatu.
“Mang ada apa sich Nail. Trus apa tuh yang kamu sembuyiin,?’’ Tanya ikoh penasaran.
‘’Ada deh pokoknya nanti lihat aja, Aku akan buat suasana baru di malam ini.!’’
“Eit, tapi aku nggak mau kalau terjadi apa-apa padaku. Karena aku nggak mau ikut-ikutan dengan rencana kamu. itu Titik.’’ Pinta Iqoh pada Nail. Dan ia pun segera masuk kelas di ikuti Nail di belakangnya.
Semua santri sudah pada kumpul. Saat itu, Rahma yang sebagai ketua blok. Berdiri untuk memulai.
‘’Qabla nahnukarrir durusanal madhi hayya bina naqrau ta’awwudz wa basmalah, ma’an,’’ suaranya lantang. Dan tidak lama kemudian diikuti para santri secara bersama-sama membaca ta’awwudz dan basmalah. Kegiatan pun di mulai. Dari menghafal nama-nama benda, kalimat sehari-hari sampai kamus dalam tiga bahasa. Dan yang tak ketinggalan lagi mereka harus menghafal Nadhaom, dari awal lagi.
Tapi , lihat apa yang terjadi pada santri yang memakai kerudung biru muda itu. Dia malah sedang asyik dengan kegiatan menulis-nulis di bukunya. Entaah apa yang di tulis. Tampaknya dia tak menghiraukan dengan teman-teman sekelasnya yang mereka sedang lakukan.
‘’Nail kamu itu , apa-apan sich. Lihat tuh temen-temen pada menghafal nadhom . kamu malah asyik dengan kegiatan yang tak jelas. Alias sia-sia.’’ Iqoh mencoba menegurnya.
“Siapa bilang. Gak jelas. Aku kan lagi belajar nulis puisi.’’ Bantahnya nggak mau kalah.
‘’ Ya jelas salah. Ingat kata ustdzah iku dholim.’’
‘’Dholim kenapa.?’’
‘’ Karena kamu tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya.’’
‘’Sudahlah aku nggak mau l.agi ngingetin kamu lagi. Yang jelas aku sudah mengingatkan kamu. Ya itung-itung sebagai kewajiban sesame muslim.’’
‘’Terima kasihnya nona cerewet.’’ jawabnya singkat. Sambil menggoda Iqoh.
Suasana berubah menjadi hening ketika, Ustadzah khamidah mulai memasuki kelas. Yang sedari tadi ada sekedar gambar-gambar. Nulis-nulis yang bukan pelajaranya yang seperti halnya Nail lakukan dan beberapa temannya juga. Entah sihir apa yang di gunakan ustadzah Khamidah itu, ia mampu menghubah anak-anak yang ribut jadi tenang, sunyi sesunyi kuburan ih serem……..!!!
Ustadzah Khamidah pun memulai pelajaranya.

Senandung cinta buat neng zahra

SENANDUNG CINTA BUAT NENG ZAHRA
Satu Dua
Ajmalaa dzikro hadil alaina
Nilna fiiha kul amaninaa
Nilna ………..fihaa………..
Nilna fiiha kul amanina…………………………………………..
Sayup sayup kudengar nyayian hadrah nan merdu.suara itu berasal tak jauh dari jajaran blok kamar para santri putra. Yang tak lain ruangan sebelah kompleks masjid pondok pesantren Ar Rasyidin. Aku mendengarkanya sambil tiduran di atas kasur lantai yang sedemikian rupa sudah diatur para pengurus untuk kamar para santri putra. Sambil membaca buku Sang Pemimpi karangan penulis Andrea Hirata. Saat ini aku tidak bisa mengikuti apa yang dilakukaan para santri putra di ruangan sebelah kompleks masjid itu. Karena saat ini aku baru saja pulang dari universitas tuk mengurus administrasi yang belum aku selesaikan. Selain itu aku juga masih tergolong santri baru disitu. Ya bisa di bilang baru tiga hari ini. Jadi pihak pondok terutama para pengurus memberikan dispensasi selama satu minggu. Untuk mengurus hal hal yang berkaitan dengan unniversitasku ,dimana yang menjadi tempat kuliahku.
‘’Man! Kok kamu disini sih. Lihat tuh semua anak-anak santri putra pada kumpul disana!’’ suara Hasan membuyarkan imajinasiku. Yang terlibat dalam sebuah kisah dua anak sma yang sedang dikejar oleh kepala sekolahnya, dalam buku yang berjudul sang pemimpi. Yang baru saja aku baca.
‘’Hm, paling juga dengerin cerita-cerita soal kegiatan anak-anak pondok doang,’’cibirku pada Hasan teman sekamarku yang baru aku kenal dua hari yang lalu. ‘’Enggak ada asyiknya lagi!’’
‘’Jangan mikir soal cerita dari anak-anak santri putranya dong. Tapi , serunya bisa bareng- bareng sama yang lain itu lho. Apalagi ini juga perlu buat kumu, agar kamu bisa ta’arufan dengan teman-teman yang mondok di sini gitu. Hasan Nampak serius sambil menarik tanganku untuk mengikuti langkahnya.
‘’Huh!’’ gerutuku padanya. Santri yang satu ini memang baru beberapa hari aku kenal. Tapi santri ini memang bisa saja mampu mengalihkan kegiatanku. Apa karena hanya dia teman yang paling dekat saat ini denganku. Tapi itu tak penting bagiku. Tanpa menunggu lama segera kuayunkan langkah tuk mengikutinya, ikut bergabung bersama rombongan diskusi anak-anak santri putra.
‘’Hai bro?’’ sapa Hasan pada rombongan para santri yang sedang asyik dengerin cerita dari salah satu santri di situ. ‘’ Hai juga bro!’’timpal dari salah santri putra di situ.
“Hai kalian itu bagaimana sich, ini itu di pondok pesantren. Bukan di tempat nongkrong. Pakai bra bro segala nanti kalau kedengeran sama ustadz pondok yang sedang lewat sini. Baru tau rasa kalian.’’ Tegur salah satu santri yang ikut nimbrung di situ juga.
“Maafin teman saya ya?’’pintaku pada semua santri yang ada disitu. ”Oh gak apa –apa. O, ya. Kenalkan aku Sahid ketua blok B di santri putra ini.’’ Dia mengulurkan tangan sambil tersenyum. ‘’kalo kamu butuh bantuan, aku selalu siap.’’
Aku membalasnya, ‘’Salman al faris.’’
‘’Kamu anak yang baru itu kan. Calon mahasiswa psikiater di universitas Gajah mada .’’
‘’Insyaallah mas,’’ balasku.
‘’O, ya. Kamu sudah punya jadwal pondok belum?’’
‘’Kemarin aku belum sempat fotokopi,’’balasku lagi.
‘’Tunggu sebentar!’’dia berdiri, mencari sesuatu di sekeliling tempat duduknya. Tak lama kemudian di menemukan sebuah buku yng sedari tadi di cari. Dan menuliskan sembari membacakan jadwal untukku.
‘’Jam 03.00 bangun pagi, qiyamul lail, trus sholat subuh dan ngaji di aula. Habis itu berangkat sekolah sampai jam 14.00. Ngaji lagi jam 15.00 di aula. Bakda magrib ngaji sama pembimbing, dan bakda isya diniyah malam sampai jam 20.00 dilanjutkan jam wajib belajar. Sessudah itu tidur.’’
‘’O, ya lupa tapi kalau buat mahasiswa yang nyantri di sini untuk kegiatan ngaji di siang dan sore hari di bebaskan, sebenarnya bukan dibebaskan tapi kalau misalkan gak bisa ya nggak apa-apa. agar kegiatan kuliah mu tidak bersebrangan dengan jadwal pondok. Tapi kalau mau ikut ngaji ya alhamdulilah sangat di perbolehkan.’’
Aku meyimak seksama, sambil membayangkan teryata hari-hari santri di sini begitu supersibuk dengan aktivitas berjubel. Tapi yang membutku takjub. Mereka begitu menjalaninya dengan penuh keikhlasan. Setelah selesai Sahid menuliskan jadwal untukku. Di meyerahkanya kepadaku. ‘’Tolong di simpan jadwalnya baik-baiknya soalnya aku ngak mau menuliskan jadwal lagi untukmu.’’ Sahid memberikanku sambil pasang wajah cemberutnya. ‘’Ngak ikhlas ni mas?’’ aku nmengerling jenaka. ‘’O, ngaklah, aku ikhlas kok bahkan 100% ikhlasnya’’ balasnya tak mau kalah.
Malam itu, aku habiskan malam bersama anak-anak pondok putra lainya dan kami pun saling shering mengenai bagai mana kegiatan anak-anak santri lainya. Bahkan kadang kita ngobrol ngalor- ngidul entah tidak tahu apa yang mesti di bicarakan atau sekedar di obrolkan untuk mengisi waktu luang kami.
Pagi harinya setelah habis ngaji di aula trus dilanjutkan dengan sarapan bareng. Dinamakan sarapan bareng karena kami melakukan kegiatan bersama-sama sampai menu makannya pun sama. Aku bergegas ke kamarku untuk ganti baju karena hari ini hari pertamaku mengikuti kegiatan orientasi studi dan pengenalan kampus (OSPEK) di kampusku. Aku menggunakan waktuku dengan se efesien mungkin, bagaimanapun agar aku tidak telat berangkat ke kampus.
Aku , sudah berada dalam bus yang menuju kampusku. Kulihat Jam tangaanku menunjukan pukul tujuh. Padahal, aku harus sampai ke kampus tepat jam tujuh. Aku bingung, bagaimana aku menjelaskan kepada kakak-kakak panitia ospek atas keterlambatanku ini. Tak lama kemudian tepat jam tujuh lewat lima belas menit. Aku langsung turun di perempatan dekat kampusku. Untuk sampai di tempat berkumpul para mahasiswa baru fak psikologi yang sudah di tentukan oleh panitia. Dengan sekuat tenaga aku berlari sekencang mungkin, agar aku tidak telat terlalu lama.
Tidak butuh waktu terlalu lama untuk sampai ke tempat yang aku tuju. Ya hanya makan waktu lima menit. Aku sudah bisa sampai, walaupun napasku agak tersengal-sengal dan tak karuan iramanya. Di depanku semua anak-anak baru, sudah di bariskan . Dan salah satu dari kakak seniornya yang berada di depan barisan mulai memberi pengarahan.
“Maaf kak saya terlambat,’’ sapa ku pada salah satu panitia ospek yang berada di belakang peserta .
“Kenapa bisa terlambat!. Padahal kemarin sudah ada kesepakatan setuju kalau kumpul disini tepat jam tujuh.’’ Balasnya sambil mengeraskan suaranya tepat di kuping sebelah kananku.
‘’Gini kak, soalnya tadi bis yang aku tumpangi macet.’’
‘’Macet. Kayak tidak ada alasan lagi selain macet.’’
Aku terdiam dan tertunduk. Aku pasrahkan diriku menerima berbagai omelan darinya. Tapi tak lama kemudian , datang lah panitia yang dari tadi memberi pengarahan pada mahasiswa baru.
‘’Kenapa bisa terlambat mas? Mas nyantrinya ? ,’’ Tanyanya dengan sopan.
‘’Iya. Mas!,jawabku singkat. Aku masih merundukan kepalaku.
‘’Ya sudah. Saya maklumi. Besok jangan di ulangi lagi. Silahkan gabung sama temen-temenmu.’’
‘’Dan jangan lupa besok di usahakan datang lebih awal.’’
‘’Makasih , ya mas’’ balasku sambil tersenyum kepadanya.
“Eit.bukanya itu mas Sahid.! Kalau gitu berarti mas Sahid kuliah di sini juga. Makanya saat itu dia sudah tahu namaku duluan. Dan dia juga tahu kalau aku akan kuliah di sini’’ dalam pikirku mengumpulkan beberapa kejadian dan akhirnya dapat kusimpulkan. Bahwa Mas Sahid Kuliah di UGM juga. Dan beliau sekarang jadi ketua panitia OSPEK.
Akupun langsung bergabung dengan teman-temanku.’’ Seharusnya kakak senior itu harus lebih bijak sana. Bukannya malah senang melihat adik-adiknya yang terlambat , dan di jadikan bahan ejekan pada peserta lain. Dan tidak mau mendengarkan dan menelaah alasan mengapa anak itu bisa terlambat. Tidak seperti kakak yang tadi. Iya tidak seperti Mas Sahid, yang bisa memaklumi keterlambatan adik-adiknya.’’ Gerutuku dalam hati.

Tidak terasa tiga hari sudah berlalu, sungguh hari-hari yang melelahkan bagiku. Untuk menghilangkan rasa pegal-pegal yang terasa di smua anggota tubuhku, aku rebahkan tubuhku di kasur lantai. Hari ini hari terakhir waktu dispensasiku di pondok. Jadi aku harus gunakan waktuku dengan sebaik mungkin tuk mempulihkan tenagaku yang sudah hampir habis.setelah beberapa hari di sibukkan dengan kegiatan ospek di kampus.
‘’Salman !, ngaji gak? Semua anak-anak dah pada siap-siap tuh! Melek dulu, mandi dulu sana! Ntar telat. Hari ini kamu ngaji loh!’’ kudengar Hasan teman sekamarku menegur.
‘’Gak ‘’ jawabku singkat mataku sangat burem, terlihat samar-samar jam yang menempel di dinding kamarku menunjukan pukul dua lebih tiga puluh menit.
‘’Kenapa, Bukanya ospeknya dah selesai?’’ Tanya Hasan yang sedari tadi masih setia di sampingku.
“Aku masih punya waktu sehari lagi, dari dispensasi yang di berikan pengurus. Jadi aku masih mau gunakan waktuku buat ngilangin rasa capekku’’ terangku padanya.
‘’Ya, sudah kalau begitu’’ jawab Hasan sambil berlalu meninggalkanku.
‘’Mubadzir kan punya waktu gak di gunakan’’ gerutuku mengiringi langakah Hasan. Aku pun melanjutkan acara bermalas ria di kamar sendirian. Dan akupun mulai berlabuh menuju mimpi- mimpi yang indah.
‘’Bangun-bangun, sudah jam lima. Asaran-asaran.!’’ Kudengar lagi suara hasan menegur.
‘’Ya!.’’ Jawabku singkat.mataku masih burem.
Ya allah, terima kasih. Akhirnya pegal-pegal di tubuhku hilang juga. Dan maafkan hamba-mu ini karena tidak bisa melakukan kewajibanku terhadap engkau tidak tepat waktu.
Pelan-pelan ku angkat tubuhku dan aku mulai bisa berdiri. Ku ambil handuk yang tersampir di dekat almariku, serta perlengkpan mandi lainya. Kakiku masih agak kaku, tapi tetap kupaksa melangkah ke tempat pemandian santri.
Satu Tiga
Sore itu sudah berlalu. Seiring hilangnya matahari di sebelah barat. Yang perlahan-lahan menenggelamkan wajahnya yang kuning kemerah-merahan. Dengan seiringnya waktu berjalan.
‘’Mas Salman, bisa ke kantor pengurus sebentar. Mas sahid mau ketemu sama kamu.’’ Kata Mas Rahmat di depan pintu. Suaranya yang halus terdengar lembut di telingaku. Mas Rahmat memang Salah satu pengurus pondok disini. Dan beliau ada di bagian seksi kegiatan. Dan Mas Rahmat salah satu dari pengurus yang tidak begitu kelihatan serem. Mas sahid juga. Lalu ia berbalik, menuju kantor pengurus.
Aku menatap kepergian Mas Rahmat dengan tanda tanya dalam hati.’’ Ada apa Mas Sahid mau ketemu sama aku. Ah sudah lah yang penting aku temui dulu kalau ada apa-apa belakangan’’ pikirku.
Aku pun bergegas meletakkan Al Qur’an yang baru aku baca di rak buku. Aku pun pergi ke kamar sebelah mencari Hasan. Agak aku tidak sendirian ke kantor pengurus. Jadi misalkan terjadi apa-apa denganku Hasan yang tak suruh lari bilang sama teman-teman kalau aku dalam bahaya. Tapi aku mesti kecewa berat. Hasan tidak ada di kamar sebelah, dan sudah ku cari ke semua punjuru pondok. Entah hilanh ke mana dia. Dengan terpaksa akhirnya aku melangkahkan kakiku ke kantor pengurus sendirian.
‘’Assalamualaikum’’ salam ku pada semua penghuni kantor pengurus pondok.
‘’Waalaikumsalam, silahkan masuk Mas Salman.’’ Jawab Mas Sahid sambil mempersilahkan aku masuk dan duduk di lantai karpet.
‘’Makasih Mas’’ jawabku singkat. Aku pun duduk bersila di lantai karpet yang warnanya sudah mulai pudar.
‘’Begini Mas Salman. Kenapa Mas Sahid memanggil kamu ke sini. Karena Mas Sahid mau minta tolong sama kamu. Tapi sebelumnya Mas Salman bersedia nggak ? Kalua tidak bisa . ya nggak apa-apa.’’ Mas Sahid pun melai menjelaskan maksud aku di panggil.
“ Iya. Mas bisa’’
“Gini Mas Salman. Besok itukan Mas Sahid harus meyerahkan LPJ OSPEK kemarin pada pak dekan. Tapi, besok juga aku dapat perintah dari yai Choldun . Mas di suruh mengantarkan keponakannya ke Semarang bersama keluarga pak yai lainya. Jadi Mas sahid tidak bisa Meyerahkan LPJ itu. Makanya Mas minta tolong sama kamu ini LPJ tolong besok berikan sama Mas Bayu yang kemarin jadi panitia juga. Bilang titipan dari Mas Sahid. Dia sudah tahu.’’ Terang Mas Sahid Padaku.
‘’Dan ini LPJ nya”
‘’Iya Mas insyaallah besok tak kasihkan sama Mas Bayu.’’ Jawabku sambil menerima berkas LPJ itu.
‘’Kalau gitu terima kasihnya Mas Salman. Sekarang Mas Salman boleh meninggalkan tempat ini.’’
“Sama-sama Mas. Kalau gitu aku pamit dulunya Mas. Assalamualikum ‘’ aku pun undur diri. Dan tak lupa salaman sama Mas Sahid dan juga Mas Rahmat.
Sekuluar dari kantor pengurus. Aku pun langsung menuju ke kamarku untuk segera bersiap-siap meyiapkan materi untuk dibha’an nanti malam. Setelah bakdha isya’ nanti. Aku pun berjalan meyusuri teras-teras kantor para pengurus dengan langkah tergesa-gesa karena aku tidak mau kehilangan waktu ku . Dalam langkah ku yang tergesa-gesa dan tidak melihat kiri kanan jalan tiba-tiba aku seperti menabrak sesuatu. Dan ternyata yang ku tabrak seorang gadis berkerudung merah muda. Salman pun segera meminta maaf pada gadis itu.
‘’Maaf Mbak. Maaf. Aku nggak sengaja. Soalnya aku harus buru-buru ke kamarku.’’
‘’Nggak apa Mas. Lain kali kalau jalan sedikit hati-hatinya.’’ Balas gadis itu sambil menegurnnya.
“O, ya Mas, Maaf kalau kantor pengurus di mananya.?’’
‘’Gini Mbak. Mbak lurus aja, terus belok kiri, ruangan no dua dari sebelah kanan itu kantornya.’’
‘’ O, ya tadi Mas Sahid ada disana.?’’
“Ada Mbak. Baru aja aku ketemu sama dia.!’’
‘’Maaf kalau boleh tahu ada apa. Kok nyari Mas Sahid. Bukanya santri putri di larang ketemuan sama santri putra.’’
“ Alhamdulillah kalau gitu. Soalnya aku di suruh Padhe Choldun . katanya Mas Sahid di suruh menemui beliau. Ya sudah kalu gitu makasihnya mas. Assalamu’alaikaum’’ Gadis itu pun menjelaskannya dan pergi meninggalkanku .
‘’ waalaikum salam warahmatullahi wabarokatuh’’ balasku sambil memperhatiakan langkah kakinya.
‘’Pakdhe. Berarti gadis itu masih keponkannya romo yai...................................bersambung............

Primadona blok A

PRIMADONA BLOK A

Santri baru

Waktu sudah menunjukan pukul enam lewat lima belas menit. Semua barang barang yang kuperlukan . Mulai dari yang terkecil hingga yang terpenting. Mmm ………hari ini aku akan berpisah dari teman teman terdekatku. Rasa sedih bingung berkecambuk didalam hatiku.saling berontak dan beradu argument dan berlomba menelurkan idealisme yang membuat otak ku semakin kacau, bingung dengan apa yang akan kujali besok.
Saat ini, sekolahan yang berbasis pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang tepat untuk anak anak zaman sekarang. Karna tidak hanya pelajaran pelajaran umum yang diajarkan disana melainkan, juga diajarkan bagaimana kita bisa memperdalalam pelajaran agama, akhlak, dan juga diajarkan bagaimana kita bersosialisasi dengan masyarakat.
Aku mendengarkan percakapan om khamim dan ibu di ruang tamu. Hatiku resah dan dadaku terasa sempit, sehingga susah tuk bernapas, bukan karena penyakit asma tapi karena aku tidak siap dengan keadanku sekarang. Keadaan yang harus membuatku terpisah dengan orang-orang terdekatdan aku sayangi. Mereka pasti sedang membicarakan tentang pondok pesantren dan sekolah baruku. Om khamim adalah orang yang semasa kecilnya di emban (bahasa jawa) oleh ibuku. Dan beliaulah dalang dari semua rencana ini. Dengan harapan aku bisa menjadi anak yang bukan hanya mengerti ilmu umum saja tapi bisa mengerti lebih jauh tentang ilmu agama. Dan semua ini demi kebaikanku. Dan ini dilakukanya sebagai wujud balas budi pada ibuku. Dan memang hanya om khamim lah yang bisa membantu ibuku karena ayah sudah meninggalkanku sejak aku kelas empat SD. Karna peyakit yang dideritanya. Dan beliaulah yang akan menanggung semua kebutuhan yang aku butuhkan kelak di pondok pesantren itu. Entah aku harus meyalahkan siapa atas keadanku ini.
Saya juga sering mendengar. Banyak anak-anak sekarang kurang akan pendidikan akhlaknya. Ada juga yang tahu tentang akhlak, sopan santun, budipekerti . Tapi mereka belum tentu bisa menerapkan pada prilaku sehari- harinya. Tapi bagi saya, yang penting Reihans sedikit banyak bisa kerasan di situ saya sangat bersukur,’’ suara ibu berat. Dari perkataanya , aku bisa merasakan harapan- harapan yang ibu gantungkan padaku.
Ibu sangat bersykur? Kalimat terakhir yang membuat langkahku semakin yakin, aku harus berusaha karena aku sangat menyayangi ibu. Karna ibu sangat mengharapkanku. Agar aku bisa menjadi panutan adik-adikku. Hanya itu.
‘’Reihans, sudah siap?’’ ibu berdiri di pintu, raut wajahnya kelihatan sedih, melebihi aku.
‘’Kita berangkat sekarang?’’
Aku menganguk lagi, berusaha meyelami kegalauan hati seorang ibu yang sebentar lagi akan di tingalkan anaknya. Aku adalah satu satunya teman yang bisa diajak bercerita tentang hal-hal yang meyangkut adik-adikku, atau hanya sekedar di mintai komentar tentang bagaimana rencana kalau ibu nikah lagi, walau itu hanya bercanda. Bahkan tidak jarang ibu juga mengajakku ke sawah. Karena ibuku seorang petani, tapi petani buruh atau buruh tani.
‘’Bu’’ pangilku pelan. Ibu menoleh.
‘’Mungkin ada hal yang ibu ingin sampaikan pada reihans?’’
Dia tersenyum arif dan mendekatiku. Sambil merangkul pundakku, ia berkata,
‘’Belajar yang rajin. Jaga diri dan kesehatan. Makanya yang teratur. Dan ingat disana jangan nakal apalagi berantem. Jaga diri baik-baik ya…,’’nada suaranya terdengar khawtir, matanya berkaca-kaca. Aku benar benar tak tega melihatnya.
‘’Tenang , Bu! Reihans bisa jaga diri kok. Ibu jangan khawatir. Di sana aku akan baik-baik aja, aku akan belajar disana dengan sungguh-sunguh,’’ujarku sok bijak. ‘’ Suatu hari nanti, reihans akan membuat Ibu dan mendiang Ayah bangga karena telah melahirkan reihans, karena telah mendidik reihans, dan karena telah memberikan yang terbaik untuk reihans. Ibu percaya kan?’’
Ibu mengangguk, sekali lagi memamerkan senyum yang sedikit membuatku tenang. Kami berjalan beriringan,menuju ruang tamu dengan sisa-sisa perasaan sedih yang tidak terbaca oleh siapapun.
Sudah dua jam aku, ibu dan Om khamim, meninggalkan kota lumpia. Aku melihat ibu tamapak murung, apakah beliau tidak ingin berpisah denganku? Apakah beliau sedang membayangkan bagaimana aku bisa melewi hari-hariku di sana?. Aku tahu apa yang ibu rasakan saat itu.
Dan kualihkan pandanganku ke depan kaca mobil om Khamim. Sekilas tampak tulisan di sebuah perbatasan kota.’’SELAMAT DATANG DI KOTA BATIK’’. Saat itu aku jadi teringat bukankah sebentar lagi aku akan sampai di tujuanku. Dan menurut om khamim, kurang lebih tiga puluh menit lagi aku akan sampai ke tempat tujuanku . Dimana aku akan memulai kehidupan baru di situ dan menjadi bagian darinya. Tapi apa yang aku rasakan , aku belum siap untuk melakukan semuaitu. Karena impian yang selama ini aku impikan kini berubah 360 derajat. Aku yang dulu kepingin masuk ke SMK ingin masuk di jurusan Teknik bangunan. Kini aku harus menguburnya dalam-dalam. Karena rencananya aku mau di masukkan ke sekolahan yang berbasis pondok. Dan sekalian aku akan di pondokkan di situ. Sungguh tidak adil bagiku. Tapi apa boleh buat ini semua akan ku lakukan demi ibuku yang selama ini merawatku. Dan aku yakin ini semua demi kebaikanku.
Tak lama kemudian kami pun sampai di tempat yang kami tuju. Dan kami pun turun dari mobil dan bergegas menuju, sebuah rumah yang sangat besar dan di situ banyak anak-anak perempuan yang sebaya denganku. Dengan rajainnya mereka membersihkan halaman rumah yang kami tuju. Kata om khamim mereka adalah santri-santri putri yang nyantri disini. Mereka sedang melaksanakan kegiatan jum’at bersih di romo kyai Ilham.
Rencananya sebelum aku diantarkan ke pondok putra , aku akan di pasrahkan dulu sama Romo yai Ilham yang taklain pengasuh pondok santri putra dan putri itu. Katanya beliau juga ketua yayasan Madrasah aliyah syafi’iyah salafiyah karang asem. Yang masih satu yayasan dengan pondok pesantren yang akan aku tempati.
Setelah , aku di pasrahkan ke romo yai Ilham. Aku diantarkan salah satu santri putra yang sedari tadi sudah di panggil romo yai untuk menemaniku. Aku sedikit tertegun ketika kakiku telah benar-benar menapak di blok H lantai tiga, istanaku yang baru. Hanya ada dua ruangan. Ditemani om khamim dan santri suruhan romo yai. Aku memasuki salah satunya,setelah memberi salam kepada seluruh penghuninya.
‘’Assalamualaikum,’’ suaraku dan om khamim sopan.
‘’Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh,’’jawab semua penghuni.
Aku terpana, dalam hitungan detik tanpa di komando semuanya menghampiri kami. Berebut bersalaman dan mencium tangan om khamim. Beberapa anak ada yang membantu mengangkat koper dan rangsel yang kubawa. Kang Rahmat yang sejak tadi menjadi pemanduku menunjukan semacam almari tempat aku meyimpan baju dan buku. Aku masih shock mengamati ruangan yang lebarnya sama dengan kamarku. Yang biasa aku tempati sendiri , tapi disini di tempati sebanyak lima orang. Di sebelah dinding deretan sisi kanan tertata rapi rak-rak buku dan baju. Eit , tapi apa yang di sebelah kiri rak buku itu. Ya ampun tumpukan baju kotor. Padahal di sebelah sisi kiri atas ada gantun gan baju yang terbuat dari kayu jati. Mengapa mereka tidak menggantungkan baju di situ apa mereka itu jorok. Bagaimana aku bisa leluasa di sini kalo ruangnya sama dengan kandang burung merpati. Di katakan sama dengan kandang burung karena bentuk bangunan asrama kami persis seperti kandang burung merpati.
Ruangan yang satunya berukuran agak lebih kecil sedeikit . Dibandingkan kedua ruangan yang mengapitnya. Yang tak lainsebelah kiri kamarku. Berisi alamari dan sedikit bantal, tikar, serta selimut. Ini yang di sebut kamar pembimbing. Mereka berjumlah tiga orang salah satunya kang rahmat yang sedari tadi memanduku. Mereka adalah pengajar sekaligus teman, dan mereka juga yang akan menegur, memotifasi sekaligus menasihati bila ada salah satu diantara kami yang melakukan kesalahan. Itu yang ku tahu dari kang Rahmat.
‘’Hai kamu Reihan kan?’’
Aku menoleh ,salah satu santri tersenyum lebar mengulurkan tangan. Sejenak aku terdiam ,kemudian aku membalasnya.
“Ya, ”
“Aku Anis , Anis fuadi santri baru juga seperti kamu, aku dari Cirebon!. Kalau kamu dari mana?.”
‘’Aku dari Semarang,’’ jawabku sumringah, menemukan teman baru. Satu permulan yang sangat membantu. ‘’Eh, Anis. Di pondok sini memang ada berapa santri di sini? Kok sepi, pada kemana.’’ Tanyaku agak berbisik.
‘’Banyak, dan Kalau nggak salah jam segini , ada yang masih sekolah, dan juga ada yang masih seaman..’’
‘’Maksudmu, seaman Al qur’an?’’
“Iya. O, ya kita besok daftar sekolah bareng loch? Sama kang Rahmat, beliau yang bertugas mendaftarkan sekolah untuk para santri baru seperti kita.’’
‘’Oh, gitu’’
“Ya sudah kutinggal dulu ya, aku mau turun. Keluargaku menunggu di bawah.’’
Aku mengangguk sambil tersenyum.
Kini , sedikit aku sudah mengerti tentang kehidupan di pesantren. Mungkin baru luarnya saja, bagai mana kehidupan di pesantren semestinya. Saatnya aku harus membulatkan tekad. Bertahan sekeras baja, menghadapi segla rintangan dan cobaan yang menghadang.
‘’Ibu, reihan akan tetap di sini untuk menuntut ilmu. Doakan mudah- mudahan reihan dapat ilmu yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat,’’ batinku khusuk ketika satu persatu, dari ibu dan om Khamim memelikku penuh haru.
Aku tetap berdiri di halaman masjid sebelah pondok santri putra, melepas kepulangan orang-orang terkasihku, seiring lambaian tangan ibu, kijang itu pun melesat. Kini , aku benar-benar sendiri.





Santri kesurupan
Pagi mulai bersinar. Bersinar dengan terang tak kalah dengan terangnya baju yang di kenakan para ustadz.
Hari ini hari pertama, dimana semua santri baru, termasuk aku. Semua dikumpulkan di sebuah ruangan, yang letaknya tak jauh dari masjid pondok. Hari ini hari pertama di mana semua santri mengikuti kegiatan pengenalan pondok pesantren. Ya bisa dikatakan semacam ospek. Selama tiga hari mendatang. Dan katanya pengurus tadi kegiatan ini baru di adakan sejak empat tahun dulu. Memang dulu katanya tidak ada kegitan semacam ini. Tapi setelah pesantren ini banyak santri –santri yang juga kuliah. Dan ada beberapa pengurus mengusulkan adanya kegiatan ospek tip tahun sebagai ajang ta’aruf sesama santri baru, ajang peresmian penerimaan santri baru sebagai anggota keluarga pesantren . Dan juga pengenalan pondok pesantren. Setelah dapat persetujuan dari romo kiayi. Akhirnya diperbolehkan untuk mengadakan ospek setiap penerimaan santri baru. Asalkan tidak terlalu yang aneh-aneh. Dalam pelaksanaanya jangan sampai nilai-nilai salaf nya luntur dengan pengaruh luar. Itulah yang aku ketahui dari kang rahmat.
Saat ini aku satu kelompok dengan Anis, dan Hasan dan Khusain dua santri baru yang aku baru kenalan tadi. Karena mereka berdua baru datang hari ini, cukup banyak juga santri baru di sini kurang lebih ada empat puluh lima lebih yang mondok disini. Tapi baru Anis, Hasan, dan Khusain yang aku kenal. Dan saat ini kegitan yang kami ikuti adalah mengenal lebih dekat dengan para pengurus-pengurus pondok , dari ketuanya sampai seksi-seksinya. Dan kami pun di dampingi dua pengurus. Sebagai pendamping santri baru selama kegiatan ospek.
Tak terasa tiga hari sudah berlalu. Dari kegitan pengenalan pondok, para pengurus ,dan ceramah dialog yang menjemukan, terutama bagi para santri baru, termasuk aku. Malam ini malam terakhir kegiatan ospek. Dan setelah kegiatan jamaah isya’ kami pun di suruh istirahat dan segera menuju kamar masing-masing.
Tak lama kemudian semua santri pun mulai berlabuh ke alamnya sendiri-sendiri. Rupanya rasa pegal-pegal yang menempel di tubuh mereka, dapat mengantarkan mereka ke alam mimpinya dengan pelan tapi pasti.
Tapi di sebelah ruangan, yang letaknya tak jauh dari tempat para santri istirahat. Kira-kira berjarak empat kamar dari kamar para santri.
‘’Kita bangunkan sekarang aja’’ usul Kang Shaleh salah satu panitia ospek.
‘’ iya betul, sekarang aja.’’beberapa panitia pun ikut mengiyakan apa yang di sarankan kang Shaleh.
‘’jangan!. Kasihan mereka, mungkin mereka ada yang baru aja mulai tertidur. Lagian sekarang masih jam setengah dua, padahal jadwal kita jam tiga baru mereka akan di bangunkan.’’ saran kang Ridho.
‘’Benar apa yang di sarankan kang Ridho, setidaknya kita tidak mengganggu istirahat mereka.kasihan mereka , setidanya mereka bisa menghilangkan rasa lelah mereka. Walaupun kita juga lelah.’’ Terang kang Rahmat , mencoba menengahi.
‘’Dan sambil menunggu sampai jam tiga, gimana kalau kita main catur aja.’’ Saran kang Ari yang hobi akan catur.
‘’Ok,’’ jawab semua penghuni kamar itu, secara bersamaan.
Malam pun mulai beranjak , seiring jalanya kuda yang jalanya hanya bisa memakai lintasan L. dan sang patih yang selalu setia melindungi sang raja.tak terasa jam dinding pun mulai menunjukan pukul setengah tiga pagi. Dan para panitia pun mulai bersiap-siap membangunkan para santri ,
‘’Bangun-bangun, sudah pagi. Ayo bangun-bangun ‘’ sayup-sayup terdengar olehku suara para panitia membangunkan para santri. Dengan iringan gedoran pintu kamar.
Aku pun segera bangun dari tidurku, dan mencoba membangunkan temannku sebelum para panitia itu sampai ke tempat kamar kami.
‘’Hei bangun –bangun. ‘’ dan aku pun berhasil membangunkan teman-teman ku sebelum panitia itu menggedor-gedor pintu kamar kami.
‘’Apa semua yang ada dikamar ini sudah bangun semua.?’’ Tanya salah satu panitia kepadaku.
‘’Sudah’’ balasku singkat.
‘’Kalau begitu, kalian segera berkumpul dengan yang lainya di lapangan depan masjid.’’ Kata panitia yang satunya sambil berlalu meninggalkan kami.
‘’Emang ada apa sich, ? kok kita dibangunkan pagi-pagi kayak gini.’’ Tanya Anis padaku
‘’Gak tahu.’’ Balasku sambil mengangkat kedua tanganku.
‘’Masak kamu gak ngerti. Kira-kira ada apa ya.?’’
‘’O ya, aku ngerti. Mungkin akan ada gojlokan.’’ Jawab Hasan yang sedari tadi masih kelihatan ngantuk.
‘’Mang di pramuka.? ‘’
“ Ya bisa aja kan.’’
‘’Sudah-sudah . mungkin yang dibilang Hasan benar juga. Mendingan kita segera berkumpul ke lapangan’’ kata ku sambil menarik tangan Anis.
Dan kami pun pergi menuju lapangan dimana semua santri-santri baru pada kumpul. Kami pun segera membuat lingkaran sebagaimana yang di perintahkan para panitia.

























Welcome to the prisoner of as salaf
Aku masih termenung, duduk di depan almariku, sambil berpangku tangan. Pikiranku melayang entah kemana. Aku bingus harus berbuat apa. Sejak kakiku menginjakkan di pesantren ini. Aku merasakan sesuatu yang aneh dalam diriku entah perasaan apa ini aku tidak tahu. Aku merasa seperti napi yang berada dalam pengasingan di dalam penjara. Ya ini memang penjara bagiku.
“Hai kok murung?’’
Aku pura-pura tersenyum, coba mengisyaratkan kalau semua baik-baik saja.
‘’Kenalkan, aku Arif anak dari tegal,’’ dia mengulurkan tangan sambil tersenyum. ‘’ Kamu sedih nya aku juga seperti itu dulu.’’
Aku membalasnya, ‘’Reihan hadiansyah dari semarang.’’
‘’Kamu dah kenal sumua sama anak-anak yang tinggal di sini’’
‘’Belum,’’
‘’Tunggu sebentar!’’ dia berdiri dan beranjak menuju samping kamar. Kemudian duduk lagi sambil membawa teman-teman nya dan siap mengenalkan padaku.
‘’Maaf yang lainya masih pada sekolah, jadi aku hanya bisa bawa tiga teman baru untukmu .’’
“Kenalkan , aku Sadam ,aku Shoim dan aku Pi’I atau syafi’I”
Merekapun bergantian bersalaman denganku. ‘’Sekarang dah rame jangan murung laginya. Disinitu kamu bisa punya banyak temen dari berbagai kota.’’ Bujuknya padaku.
‘’Ya,’’ jawabku singkat. Akupun pura-pura tersenyum pada mereka. ‘’Walaupun banyak temen disini bagiku ini tempat pengasingan bagiku.’’ Desah ku dalam hati.
‘’Reihan’’
‘’Oh. Iya ,’’aku tersentak
‘’Kok bengong sih? Sudah tahu jadwalnya belum?’’ Tanya shoim padaku.
Aku menggeleng.
‘’Kalau begitu , nanti kamu fotokopi aja.’’
‘’Iya betul.’’ Sadam dan pi’I pun ikut menyarankanku.
‘’Iya. terima kasih,’’ jawabku kemudian.

Di ponpes Al Faddl itu kegiatan tiap malamnya, yaitu setelah shalat maghrib semaan bersama, di teruskan setoran, setoran bagi para santri. Dan setoran ini diwajibkan bagi semua santri. Walupun hanya bisa meyetorkan satu surat saja. Dan bagi para santri baru, nanti akan di kasih pemberitahuan sama kang Rahmat selaku pengurus para santri.
Malam ini setelah shalat magrib. Kegiatan pertama yang aku ikuti adalah semaan. Seluruh santri putra pondok pesantren Al faddl sudah pada kumpul di teras masjid pondok. Kang Rahmat yang ternyata adalah pembimbing para santri, duduk bersama dan segera memulainya. Dan aku pun hanya diam dan mengikuti apa yang mereka kerjakan.
Setelah semua para santri selesai setoranya terkecualai, Aku, Anis dan dan Arif pada pergi meninggalkan serambi masjid Al Ikhsan. Karena untuk melaksanakan jam wajib belajar, kang Rahmat pun meyuruh kami bertiga, untuk mendekatinya karena ada pemberitahuan mengenai hal-hal baru yang perlu diketahui bagi para santri baru, seperti kami. ......................................................bersambung......................