PRIMADONA BLOK A
Santri baru
Waktu sudah menunjukan pukul enam lewat lima belas menit. Semua barang barang yang kuperlukan . Mulai dari yang terkecil hingga yang terpenting. Mmm ………hari ini aku akan berpisah dari teman teman terdekatku. Rasa sedih bingung berkecambuk didalam hatiku.saling berontak dan beradu argument dan berlomba menelurkan idealisme yang membuat otak ku semakin kacau, bingung dengan apa yang akan kujali besok.
Saat ini, sekolahan yang berbasis pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang tepat untuk anak anak zaman sekarang. Karna tidak hanya pelajaran pelajaran umum yang diajarkan disana melainkan, juga diajarkan bagaimana kita bisa memperdalalam pelajaran agama, akhlak, dan juga diajarkan bagaimana kita bersosialisasi dengan masyarakat.
Aku mendengarkan percakapan om khamim dan ibu di ruang tamu. Hatiku resah dan dadaku terasa sempit, sehingga susah tuk bernapas, bukan karena penyakit asma tapi karena aku tidak siap dengan keadanku sekarang. Keadaan yang harus membuatku terpisah dengan orang-orang terdekatdan aku sayangi. Mereka pasti sedang membicarakan tentang pondok pesantren dan sekolah baruku. Om khamim adalah orang yang semasa kecilnya di emban (bahasa jawa) oleh ibuku. Dan beliaulah dalang dari semua rencana ini. Dengan harapan aku bisa menjadi anak yang bukan hanya mengerti ilmu umum saja tapi bisa mengerti lebih jauh tentang ilmu agama. Dan semua ini demi kebaikanku. Dan ini dilakukanya sebagai wujud balas budi pada ibuku. Dan memang hanya om khamim lah yang bisa membantu ibuku karena ayah sudah meninggalkanku sejak aku kelas empat SD. Karna peyakit yang dideritanya. Dan beliaulah yang akan menanggung semua kebutuhan yang aku butuhkan kelak di pondok pesantren itu. Entah aku harus meyalahkan siapa atas keadanku ini.
Saya juga sering mendengar. Banyak anak-anak sekarang kurang akan pendidikan akhlaknya. Ada juga yang tahu tentang akhlak, sopan santun, budipekerti . Tapi mereka belum tentu bisa menerapkan pada prilaku sehari- harinya. Tapi bagi saya, yang penting Reihans sedikit banyak bisa kerasan di situ saya sangat bersukur,’’ suara ibu berat. Dari perkataanya , aku bisa merasakan harapan- harapan yang ibu gantungkan padaku.
Ibu sangat bersykur? Kalimat terakhir yang membuat langkahku semakin yakin, aku harus berusaha karena aku sangat menyayangi ibu. Karna ibu sangat mengharapkanku. Agar aku bisa menjadi panutan adik-adikku. Hanya itu.
‘’Reihans, sudah siap?’’ ibu berdiri di pintu, raut wajahnya kelihatan sedih, melebihi aku.
‘’Kita berangkat sekarang?’’
Aku menganguk lagi, berusaha meyelami kegalauan hati seorang ibu yang sebentar lagi akan di tingalkan anaknya. Aku adalah satu satunya teman yang bisa diajak bercerita tentang hal-hal yang meyangkut adik-adikku, atau hanya sekedar di mintai komentar tentang bagaimana rencana kalau ibu nikah lagi, walau itu hanya bercanda. Bahkan tidak jarang ibu juga mengajakku ke sawah. Karena ibuku seorang petani, tapi petani buruh atau buruh tani.
‘’Bu’’ pangilku pelan. Ibu menoleh.
‘’Mungkin ada hal yang ibu ingin sampaikan pada reihans?’’
Dia tersenyum arif dan mendekatiku. Sambil merangkul pundakku, ia berkata,
‘’Belajar yang rajin. Jaga diri dan kesehatan. Makanya yang teratur. Dan ingat disana jangan nakal apalagi berantem. Jaga diri baik-baik ya…,’’nada suaranya terdengar khawtir, matanya berkaca-kaca. Aku benar benar tak tega melihatnya.
‘’Tenang , Bu! Reihans bisa jaga diri kok. Ibu jangan khawatir. Di sana aku akan baik-baik aja, aku akan belajar disana dengan sungguh-sunguh,’’ujarku sok bijak. ‘’ Suatu hari nanti, reihans akan membuat Ibu dan mendiang Ayah bangga karena telah melahirkan reihans, karena telah mendidik reihans, dan karena telah memberikan yang terbaik untuk reihans. Ibu percaya kan?’’
Ibu mengangguk, sekali lagi memamerkan senyum yang sedikit membuatku tenang. Kami berjalan beriringan,menuju ruang tamu dengan sisa-sisa perasaan sedih yang tidak terbaca oleh siapapun.
Sudah dua jam aku, ibu dan Om khamim, meninggalkan kota lumpia. Aku melihat ibu tamapak murung, apakah beliau tidak ingin berpisah denganku? Apakah beliau sedang membayangkan bagaimana aku bisa melewi hari-hariku di sana?. Aku tahu apa yang ibu rasakan saat itu.
Dan kualihkan pandanganku ke depan kaca mobil om Khamim. Sekilas tampak tulisan di sebuah perbatasan kota.’’SELAMAT DATANG DI KOTA BATIK’’. Saat itu aku jadi teringat bukankah sebentar lagi aku akan sampai di tujuanku. Dan menurut om khamim, kurang lebih tiga puluh menit lagi aku akan sampai ke tempat tujuanku . Dimana aku akan memulai kehidupan baru di situ dan menjadi bagian darinya. Tapi apa yang aku rasakan , aku belum siap untuk melakukan semuaitu. Karena impian yang selama ini aku impikan kini berubah 360 derajat. Aku yang dulu kepingin masuk ke SMK ingin masuk di jurusan Teknik bangunan. Kini aku harus menguburnya dalam-dalam. Karena rencananya aku mau di masukkan ke sekolahan yang berbasis pondok. Dan sekalian aku akan di pondokkan di situ. Sungguh tidak adil bagiku. Tapi apa boleh buat ini semua akan ku lakukan demi ibuku yang selama ini merawatku. Dan aku yakin ini semua demi kebaikanku.
Tak lama kemudian kami pun sampai di tempat yang kami tuju. Dan kami pun turun dari mobil dan bergegas menuju, sebuah rumah yang sangat besar dan di situ banyak anak-anak perempuan yang sebaya denganku. Dengan rajainnya mereka membersihkan halaman rumah yang kami tuju. Kata om khamim mereka adalah santri-santri putri yang nyantri disini. Mereka sedang melaksanakan kegiatan jum’at bersih di romo kyai Ilham.
Rencananya sebelum aku diantarkan ke pondok putra , aku akan di pasrahkan dulu sama Romo yai Ilham yang taklain pengasuh pondok santri putra dan putri itu. Katanya beliau juga ketua yayasan Madrasah aliyah syafi’iyah salafiyah karang asem. Yang masih satu yayasan dengan pondok pesantren yang akan aku tempati.
Setelah , aku di pasrahkan ke romo yai Ilham. Aku diantarkan salah satu santri putra yang sedari tadi sudah di panggil romo yai untuk menemaniku. Aku sedikit tertegun ketika kakiku telah benar-benar menapak di blok H lantai tiga, istanaku yang baru. Hanya ada dua ruangan. Ditemani om khamim dan santri suruhan romo yai. Aku memasuki salah satunya,setelah memberi salam kepada seluruh penghuninya.
‘’Assalamualaikum,’’ suaraku dan om khamim sopan.
‘’Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh,’’jawab semua penghuni.
Aku terpana, dalam hitungan detik tanpa di komando semuanya menghampiri kami. Berebut bersalaman dan mencium tangan om khamim. Beberapa anak ada yang membantu mengangkat koper dan rangsel yang kubawa. Kang Rahmat yang sejak tadi menjadi pemanduku menunjukan semacam almari tempat aku meyimpan baju dan buku. Aku masih shock mengamati ruangan yang lebarnya sama dengan kamarku. Yang biasa aku tempati sendiri , tapi disini di tempati sebanyak lima orang. Di sebelah dinding deretan sisi kanan tertata rapi rak-rak buku dan baju. Eit , tapi apa yang di sebelah kiri rak buku itu. Ya ampun tumpukan baju kotor. Padahal di sebelah sisi kiri atas ada gantun gan baju yang terbuat dari kayu jati. Mengapa mereka tidak menggantungkan baju di situ apa mereka itu jorok. Bagaimana aku bisa leluasa di sini kalo ruangnya sama dengan kandang burung merpati. Di katakan sama dengan kandang burung karena bentuk bangunan asrama kami persis seperti kandang burung merpati.
Ruangan yang satunya berukuran agak lebih kecil sedeikit . Dibandingkan kedua ruangan yang mengapitnya. Yang tak lainsebelah kiri kamarku. Berisi alamari dan sedikit bantal, tikar, serta selimut. Ini yang di sebut kamar pembimbing. Mereka berjumlah tiga orang salah satunya kang rahmat yang sedari tadi memanduku. Mereka adalah pengajar sekaligus teman, dan mereka juga yang akan menegur, memotifasi sekaligus menasihati bila ada salah satu diantara kami yang melakukan kesalahan. Itu yang ku tahu dari kang Rahmat.
‘’Hai kamu Reihan kan?’’
Aku menoleh ,salah satu santri tersenyum lebar mengulurkan tangan. Sejenak aku terdiam ,kemudian aku membalasnya.
“Ya, ”
“Aku Anis , Anis fuadi santri baru juga seperti kamu, aku dari Cirebon!. Kalau kamu dari mana?.”
‘’Aku dari Semarang,’’ jawabku sumringah, menemukan teman baru. Satu permulan yang sangat membantu. ‘’Eh, Anis. Di pondok sini memang ada berapa santri di sini? Kok sepi, pada kemana.’’ Tanyaku agak berbisik.
‘’Banyak, dan Kalau nggak salah jam segini , ada yang masih sekolah, dan juga ada yang masih seaman..’’
‘’Maksudmu, seaman Al qur’an?’’
“Iya. O, ya kita besok daftar sekolah bareng loch? Sama kang Rahmat, beliau yang bertugas mendaftarkan sekolah untuk para santri baru seperti kita.’’
‘’Oh, gitu’’
“Ya sudah kutinggal dulu ya, aku mau turun. Keluargaku menunggu di bawah.’’
Aku mengangguk sambil tersenyum.
Kini , sedikit aku sudah mengerti tentang kehidupan di pesantren. Mungkin baru luarnya saja, bagai mana kehidupan di pesantren semestinya. Saatnya aku harus membulatkan tekad. Bertahan sekeras baja, menghadapi segla rintangan dan cobaan yang menghadang.
‘’Ibu, reihan akan tetap di sini untuk menuntut ilmu. Doakan mudah- mudahan reihan dapat ilmu yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat,’’ batinku khusuk ketika satu persatu, dari ibu dan om Khamim memelikku penuh haru.
Aku tetap berdiri di halaman masjid sebelah pondok santri putra, melepas kepulangan orang-orang terkasihku, seiring lambaian tangan ibu, kijang itu pun melesat. Kini , aku benar-benar sendiri.
Santri kesurupan
Pagi mulai bersinar. Bersinar dengan terang tak kalah dengan terangnya baju yang di kenakan para ustadz.
Hari ini hari pertama, dimana semua santri baru, termasuk aku. Semua dikumpulkan di sebuah ruangan, yang letaknya tak jauh dari masjid pondok. Hari ini hari pertama di mana semua santri mengikuti kegiatan pengenalan pondok pesantren. Ya bisa dikatakan semacam ospek. Selama tiga hari mendatang. Dan katanya pengurus tadi kegiatan ini baru di adakan sejak empat tahun dulu. Memang dulu katanya tidak ada kegitan semacam ini. Tapi setelah pesantren ini banyak santri –santri yang juga kuliah. Dan ada beberapa pengurus mengusulkan adanya kegiatan ospek tip tahun sebagai ajang ta’aruf sesama santri baru, ajang peresmian penerimaan santri baru sebagai anggota keluarga pesantren . Dan juga pengenalan pondok pesantren. Setelah dapat persetujuan dari romo kiayi. Akhirnya diperbolehkan untuk mengadakan ospek setiap penerimaan santri baru. Asalkan tidak terlalu yang aneh-aneh. Dalam pelaksanaanya jangan sampai nilai-nilai salaf nya luntur dengan pengaruh luar. Itulah yang aku ketahui dari kang rahmat.
Saat ini aku satu kelompok dengan Anis, dan Hasan dan Khusain dua santri baru yang aku baru kenalan tadi. Karena mereka berdua baru datang hari ini, cukup banyak juga santri baru di sini kurang lebih ada empat puluh lima lebih yang mondok disini. Tapi baru Anis, Hasan, dan Khusain yang aku kenal. Dan saat ini kegitan yang kami ikuti adalah mengenal lebih dekat dengan para pengurus-pengurus pondok , dari ketuanya sampai seksi-seksinya. Dan kami pun di dampingi dua pengurus. Sebagai pendamping santri baru selama kegiatan ospek.
Tak terasa tiga hari sudah berlalu. Dari kegitan pengenalan pondok, para pengurus ,dan ceramah dialog yang menjemukan, terutama bagi para santri baru, termasuk aku. Malam ini malam terakhir kegiatan ospek. Dan setelah kegiatan jamaah isya’ kami pun di suruh istirahat dan segera menuju kamar masing-masing.
Tak lama kemudian semua santri pun mulai berlabuh ke alamnya sendiri-sendiri. Rupanya rasa pegal-pegal yang menempel di tubuh mereka, dapat mengantarkan mereka ke alam mimpinya dengan pelan tapi pasti.
Tapi di sebelah ruangan, yang letaknya tak jauh dari tempat para santri istirahat. Kira-kira berjarak empat kamar dari kamar para santri.
‘’Kita bangunkan sekarang aja’’ usul Kang Shaleh salah satu panitia ospek.
‘’ iya betul, sekarang aja.’’beberapa panitia pun ikut mengiyakan apa yang di sarankan kang Shaleh.
‘’jangan!. Kasihan mereka, mungkin mereka ada yang baru aja mulai tertidur. Lagian sekarang masih jam setengah dua, padahal jadwal kita jam tiga baru mereka akan di bangunkan.’’ saran kang Ridho.
‘’Benar apa yang di sarankan kang Ridho, setidaknya kita tidak mengganggu istirahat mereka.kasihan mereka , setidanya mereka bisa menghilangkan rasa lelah mereka. Walaupun kita juga lelah.’’ Terang kang Rahmat , mencoba menengahi.
‘’Dan sambil menunggu sampai jam tiga, gimana kalau kita main catur aja.’’ Saran kang Ari yang hobi akan catur.
‘’Ok,’’ jawab semua penghuni kamar itu, secara bersamaan.
Malam pun mulai beranjak , seiring jalanya kuda yang jalanya hanya bisa memakai lintasan L. dan sang patih yang selalu setia melindungi sang raja.tak terasa jam dinding pun mulai menunjukan pukul setengah tiga pagi. Dan para panitia pun mulai bersiap-siap membangunkan para santri ,
‘’Bangun-bangun, sudah pagi. Ayo bangun-bangun ‘’ sayup-sayup terdengar olehku suara para panitia membangunkan para santri. Dengan iringan gedoran pintu kamar.
Aku pun segera bangun dari tidurku, dan mencoba membangunkan temannku sebelum para panitia itu sampai ke tempat kamar kami.
‘’Hei bangun –bangun. ‘’ dan aku pun berhasil membangunkan teman-teman ku sebelum panitia itu menggedor-gedor pintu kamar kami.
‘’Apa semua yang ada dikamar ini sudah bangun semua.?’’ Tanya salah satu panitia kepadaku.
‘’Sudah’’ balasku singkat.
‘’Kalau begitu, kalian segera berkumpul dengan yang lainya di lapangan depan masjid.’’ Kata panitia yang satunya sambil berlalu meninggalkan kami.
‘’Emang ada apa sich, ? kok kita dibangunkan pagi-pagi kayak gini.’’ Tanya Anis padaku
‘’Gak tahu.’’ Balasku sambil mengangkat kedua tanganku.
‘’Masak kamu gak ngerti. Kira-kira ada apa ya.?’’
‘’O ya, aku ngerti. Mungkin akan ada gojlokan.’’ Jawab Hasan yang sedari tadi masih kelihatan ngantuk.
‘’Mang di pramuka.? ‘’
“ Ya bisa aja kan.’’
‘’Sudah-sudah . mungkin yang dibilang Hasan benar juga. Mendingan kita segera berkumpul ke lapangan’’ kata ku sambil menarik tangan Anis.
Dan kami pun pergi menuju lapangan dimana semua santri-santri baru pada kumpul. Kami pun segera membuat lingkaran sebagaimana yang di perintahkan para panitia.
Welcome to the prisoner of as salaf
Aku masih termenung, duduk di depan almariku, sambil berpangku tangan. Pikiranku melayang entah kemana. Aku bingus harus berbuat apa. Sejak kakiku menginjakkan di pesantren ini. Aku merasakan sesuatu yang aneh dalam diriku entah perasaan apa ini aku tidak tahu. Aku merasa seperti napi yang berada dalam pengasingan di dalam penjara. Ya ini memang penjara bagiku.
“Hai kok murung?’’
Aku pura-pura tersenyum, coba mengisyaratkan kalau semua baik-baik saja.
‘’Kenalkan, aku Arif anak dari tegal,’’ dia mengulurkan tangan sambil tersenyum. ‘’ Kamu sedih nya aku juga seperti itu dulu.’’
Aku membalasnya, ‘’Reihan hadiansyah dari semarang.’’
‘’Kamu dah kenal sumua sama anak-anak yang tinggal di sini’’
‘’Belum,’’
‘’Tunggu sebentar!’’ dia berdiri dan beranjak menuju samping kamar. Kemudian duduk lagi sambil membawa teman-teman nya dan siap mengenalkan padaku.
‘’Maaf yang lainya masih pada sekolah, jadi aku hanya bisa bawa tiga teman baru untukmu .’’
“Kenalkan , aku Sadam ,aku Shoim dan aku Pi’I atau syafi’I”
Merekapun bergantian bersalaman denganku. ‘’Sekarang dah rame jangan murung laginya. Disinitu kamu bisa punya banyak temen dari berbagai kota.’’ Bujuknya padaku.
‘’Ya,’’ jawabku singkat. Akupun pura-pura tersenyum pada mereka. ‘’Walaupun banyak temen disini bagiku ini tempat pengasingan bagiku.’’ Desah ku dalam hati.
‘’Reihan’’
‘’Oh. Iya ,’’aku tersentak
‘’Kok bengong sih? Sudah tahu jadwalnya belum?’’ Tanya shoim padaku.
Aku menggeleng.
‘’Kalau begitu , nanti kamu fotokopi aja.’’
‘’Iya betul.’’ Sadam dan pi’I pun ikut menyarankanku.
‘’Iya. terima kasih,’’ jawabku kemudian.
Di ponpes Al Faddl itu kegiatan tiap malamnya, yaitu setelah shalat maghrib semaan bersama, di teruskan setoran, setoran bagi para santri. Dan setoran ini diwajibkan bagi semua santri. Walupun hanya bisa meyetorkan satu surat saja. Dan bagi para santri baru, nanti akan di kasih pemberitahuan sama kang Rahmat selaku pengurus para santri.
Malam ini setelah shalat magrib. Kegiatan pertama yang aku ikuti adalah semaan. Seluruh santri putra pondok pesantren Al faddl sudah pada kumpul di teras masjid pondok. Kang Rahmat yang ternyata adalah pembimbing para santri, duduk bersama dan segera memulainya. Dan aku pun hanya diam dan mengikuti apa yang mereka kerjakan.
Setelah semua para santri selesai setoranya terkecualai, Aku, Anis dan dan Arif pada pergi meninggalkan serambi masjid Al Ikhsan. Karena untuk melaksanakan jam wajib belajar, kang Rahmat pun meyuruh kami bertiga, untuk mendekatinya karena ada pemberitahuan mengenai hal-hal baru yang perlu diketahui bagi para santri baru, seperti kami. ......................................................bersambung......................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar