Mrs.USIL
Prolog
Kalian tahu, ‘’Sego megono’’. Masak ngak tahu kebangetan amat sich, sego megono itu. Makanan khas pekalongan, masak kalian belum pernah nyobain sich? Enak loch. Pokoknya nanti kalau ke pekalongan mampir aja di warung-warung makanan di sejajar pinggir jalanan, pasti ada sego megono.
Lho, kok jadi ngomongin sego megono tapi nda’ apa-apa deh. Yang penting setelah menikmati sego megono. Kalian jangan heran loch kalau medengar ponpes Al Himmah. Ya ponpes Al Himmah jangan heran kalau kalian akan disambut oleh sebuah keajaiban lain.satua anak manusia yang cantiknya minta ampun, dan jangan heran loch suaranya bagus banget, sampai-sampai ia yang menjadi vokalis seni hadrah di pondok itu. Bahkan sudah rekaman dan kasetnya pun bisa kalian dapatkan di toko-toko terdekat anda.
Coba Tanya aja anak yang bernama Nailu Zulfa Chusna. Pasti pada kenal dan siapa sich yang gak kenal dengan Nail, dia kan salah ssatu santri pondok pesantren Al Himmah.sudah cantik, bagus pula suaranya.
Dari pada ngomongin tentang Nail terus mending kita ikutin aja ceritanya. Lets Go………………
Satu-Satu.
Pekalongan , petang mulai membayang pendar-pendar. Garis langit mulai memerah jingga, sayup-sayup terdengar pujian syukur mengalun syahdu dari rumah –rumah suci menebarkan zikir abadi. Dan mewartakan kabar gembira . lampu-lampu disepanjang jalan, begitu bahagia. Dengan serentak memancarkan cahayanya tuk meyambut hari yang sebentar lagi tersapu oleh jelaga malam.
Tapi , coba lihatlah di depan gerbang asrama itu. Ada dua gadis cantik tampak sedang mendorong pintu gerbang dengan pelan-pelan agar tidak menimbulkan suara. Tampaknya mereka takut kepergok sama salah satu penghuninya.
Salah satu dari gadis itu, tampak celingukan. Memastikan kalau keadan aman-aman saja. Masih dengan tanpa suara, mereka melangkah masuk kedalam asrama. Tapi , belum juga gadis yang satunya lagi selesai menutup gerbang. Sebuah suara terdengar membentak mereka.
‘’Ikoh? Dari mana kalian gelap begini baru pulang?!”
Nail dan ikoh seketika terkesiap. Sosok gadis yang tampak tinggi besar, sudah berdiri di belakang mereka.
‘’Jangan-jangan mentang-mentang hari libur, lalu kalian seenaknya sendiri bisa main-main keluar, keluyuaran, gak karuan, dan pulang sampai malam!’’
Gadis yang sering di panggil ustadzah Khamidah itu, memasang muka angker. Nail dan ikoh agak ciut. Memang ustadzah yang satu ini terkenal galak dan paling di takuti para santri.
‘’Habis dari pasar, ustadzah!’’ Ikoh pun tak bisa berbahong.
‘’Pasar?! Ngapain ?!! belanja , siapa yang suruh kalian ke pasar. Kalian disini punya ustadzah. Apapun urusan yang berkaitan dengan kalian selama masih nyantri di sini harus atas izin para ustadzah’’ kata ustadzah Khamidah tegas.
Nail dan Ikoh tak berani bersuara. Mereka menunduk dalam dan diam.
‘’Baik! Jadi ,kalian tidak boleh lagi keluyuran tanpa se izin ustadzah. Ustadzah tidak mau hal yang buruk menimpa kalian.
Nail dan Ikoh hanya menganguk-angguk. Dan mereka baru berani bergerak ketika ustadzah itu mempersilahkan mereka segera berwudhu dan sholat magrib.
Tet tet tet.
Komando otomatis. Setelah bel berbunyi tiga kali. Para santri berlarian menuju ke kelas masing-masing. Semua itu, hal terbisa. Karena para santri di haruskan datang tiga puluh menit terlebih dulu. Dari para ustadzah-ustadzah yang ngajar. Dan waktu itu digunakan untuk menghafal pelajaran atau materi sebelumnya.
‘’Ini semua gara-gara kamu, Nail. Coba aja kalau aku gak ikutan kamu ke pasar, mungkin aku gak bakal kena marah sama si ustadzah cerewet itu.!’’ Keluh Iqoh kesal pada Nail
‘’Siapa suruh tadi ikutan. La aku pingin pergi sendiri” Balas Nail tak mau kalah.
“Habis tadi aku gak ada temen. Semuannya pada asyik dengan kegitan sendiri-sendiri. Kan borring.”
‘’Ya . sudah anggap aja itu resikonya.’’
“Dasar ustadzah cerewet. Baru sekali telat pulang malam aja . Marahnya minta ampun.’’
‘’Sudah-sudah. Ayo kita masuk. Nanti kena marah lagi baru rasa.!’’
‘’O, ya Nail. Malam ini yang ngajar ustadzah cerewet itu.’’
‘’Apa.! Yang benar kamu. Kalau gitu tunggu sebentar.’’ Nail pun pergi meninggalkan Iqoh menuju pojokan ruang kamar sebelah. Entah apa yang diambil Nail dari sana, sepertinya Nail mengambil sesuatu.
“Mang ada apa sich Nail. Trus apa tuh yang kamu sembuyiin,?’’ Tanya ikoh penasaran.
‘’Ada deh pokoknya nanti lihat aja, Aku akan buat suasana baru di malam ini.!’’
“Eit, tapi aku nggak mau kalau terjadi apa-apa padaku. Karena aku nggak mau ikut-ikutan dengan rencana kamu. itu Titik.’’ Pinta Iqoh pada Nail. Dan ia pun segera masuk kelas di ikuti Nail di belakangnya.
Semua santri sudah pada kumpul. Saat itu, Rahma yang sebagai ketua blok. Berdiri untuk memulai.
‘’Qabla nahnukarrir durusanal madhi hayya bina naqrau ta’awwudz wa basmalah, ma’an,’’ suaranya lantang. Dan tidak lama kemudian diikuti para santri secara bersama-sama membaca ta’awwudz dan basmalah. Kegiatan pun di mulai. Dari menghafal nama-nama benda, kalimat sehari-hari sampai kamus dalam tiga bahasa. Dan yang tak ketinggalan lagi mereka harus menghafal Nadhaom, dari awal lagi.
Tapi , lihat apa yang terjadi pada santri yang memakai kerudung biru muda itu. Dia malah sedang asyik dengan kegiatan menulis-nulis di bukunya. Entaah apa yang di tulis. Tampaknya dia tak menghiraukan dengan teman-teman sekelasnya yang mereka sedang lakukan.
‘’Nail kamu itu , apa-apan sich. Lihat tuh temen-temen pada menghafal nadhom . kamu malah asyik dengan kegiatan yang tak jelas. Alias sia-sia.’’ Iqoh mencoba menegurnya.
“Siapa bilang. Gak jelas. Aku kan lagi belajar nulis puisi.’’ Bantahnya nggak mau kalah.
‘’ Ya jelas salah. Ingat kata ustdzah iku dholim.’’
‘’Dholim kenapa.?’’
‘’ Karena kamu tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya.’’
‘’Sudahlah aku nggak mau l.agi ngingetin kamu lagi. Yang jelas aku sudah mengingatkan kamu. Ya itung-itung sebagai kewajiban sesame muslim.’’
‘’Terima kasihnya nona cerewet.’’ jawabnya singkat. Sambil menggoda Iqoh.
Suasana berubah menjadi hening ketika, Ustadzah khamidah mulai memasuki kelas. Yang sedari tadi ada sekedar gambar-gambar. Nulis-nulis yang bukan pelajaranya yang seperti halnya Nail lakukan dan beberapa temannya juga. Entah sihir apa yang di gunakan ustadzah Khamidah itu, ia mampu menghubah anak-anak yang ribut jadi tenang, sunyi sesunyi kuburan ih serem……..!!!
Ustadzah Khamidah pun memulai pelajaranya.
Rabu, 04 November 2009
Senandung cinta buat neng zahra
SENANDUNG CINTA BUAT NENG ZAHRA
Satu Dua
Ajmalaa dzikro hadil alaina
Nilna fiiha kul amaninaa
Nilna ………..fihaa………..
Nilna fiiha kul amanina…………………………………………..
Sayup sayup kudengar nyayian hadrah nan merdu.suara itu berasal tak jauh dari jajaran blok kamar para santri putra. Yang tak lain ruangan sebelah kompleks masjid pondok pesantren Ar Rasyidin. Aku mendengarkanya sambil tiduran di atas kasur lantai yang sedemikian rupa sudah diatur para pengurus untuk kamar para santri putra. Sambil membaca buku Sang Pemimpi karangan penulis Andrea Hirata. Saat ini aku tidak bisa mengikuti apa yang dilakukaan para santri putra di ruangan sebelah kompleks masjid itu. Karena saat ini aku baru saja pulang dari universitas tuk mengurus administrasi yang belum aku selesaikan. Selain itu aku juga masih tergolong santri baru disitu. Ya bisa di bilang baru tiga hari ini. Jadi pihak pondok terutama para pengurus memberikan dispensasi selama satu minggu. Untuk mengurus hal hal yang berkaitan dengan unniversitasku ,dimana yang menjadi tempat kuliahku.
‘’Man! Kok kamu disini sih. Lihat tuh semua anak-anak santri putra pada kumpul disana!’’ suara Hasan membuyarkan imajinasiku. Yang terlibat dalam sebuah kisah dua anak sma yang sedang dikejar oleh kepala sekolahnya, dalam buku yang berjudul sang pemimpi. Yang baru saja aku baca.
‘’Hm, paling juga dengerin cerita-cerita soal kegiatan anak-anak pondok doang,’’cibirku pada Hasan teman sekamarku yang baru aku kenal dua hari yang lalu. ‘’Enggak ada asyiknya lagi!’’
‘’Jangan mikir soal cerita dari anak-anak santri putranya dong. Tapi , serunya bisa bareng- bareng sama yang lain itu lho. Apalagi ini juga perlu buat kumu, agar kamu bisa ta’arufan dengan teman-teman yang mondok di sini gitu. Hasan Nampak serius sambil menarik tanganku untuk mengikuti langkahnya.
‘’Huh!’’ gerutuku padanya. Santri yang satu ini memang baru beberapa hari aku kenal. Tapi santri ini memang bisa saja mampu mengalihkan kegiatanku. Apa karena hanya dia teman yang paling dekat saat ini denganku. Tapi itu tak penting bagiku. Tanpa menunggu lama segera kuayunkan langkah tuk mengikutinya, ikut bergabung bersama rombongan diskusi anak-anak santri putra.
‘’Hai bro?’’ sapa Hasan pada rombongan para santri yang sedang asyik dengerin cerita dari salah satu santri di situ. ‘’ Hai juga bro!’’timpal dari salah santri putra di situ.
“Hai kalian itu bagaimana sich, ini itu di pondok pesantren. Bukan di tempat nongkrong. Pakai bra bro segala nanti kalau kedengeran sama ustadz pondok yang sedang lewat sini. Baru tau rasa kalian.’’ Tegur salah satu santri yang ikut nimbrung di situ juga.
“Maafin teman saya ya?’’pintaku pada semua santri yang ada disitu. ”Oh gak apa –apa. O, ya. Kenalkan aku Sahid ketua blok B di santri putra ini.’’ Dia mengulurkan tangan sambil tersenyum. ‘’kalo kamu butuh bantuan, aku selalu siap.’’
Aku membalasnya, ‘’Salman al faris.’’
‘’Kamu anak yang baru itu kan. Calon mahasiswa psikiater di universitas Gajah mada .’’
‘’Insyaallah mas,’’ balasku.
‘’O, ya. Kamu sudah punya jadwal pondok belum?’’
‘’Kemarin aku belum sempat fotokopi,’’balasku lagi.
‘’Tunggu sebentar!’’dia berdiri, mencari sesuatu di sekeliling tempat duduknya. Tak lama kemudian di menemukan sebuah buku yng sedari tadi di cari. Dan menuliskan sembari membacakan jadwal untukku.
‘’Jam 03.00 bangun pagi, qiyamul lail, trus sholat subuh dan ngaji di aula. Habis itu berangkat sekolah sampai jam 14.00. Ngaji lagi jam 15.00 di aula. Bakda magrib ngaji sama pembimbing, dan bakda isya diniyah malam sampai jam 20.00 dilanjutkan jam wajib belajar. Sessudah itu tidur.’’
‘’O, ya lupa tapi kalau buat mahasiswa yang nyantri di sini untuk kegiatan ngaji di siang dan sore hari di bebaskan, sebenarnya bukan dibebaskan tapi kalau misalkan gak bisa ya nggak apa-apa. agar kegiatan kuliah mu tidak bersebrangan dengan jadwal pondok. Tapi kalau mau ikut ngaji ya alhamdulilah sangat di perbolehkan.’’
Aku meyimak seksama, sambil membayangkan teryata hari-hari santri di sini begitu supersibuk dengan aktivitas berjubel. Tapi yang membutku takjub. Mereka begitu menjalaninya dengan penuh keikhlasan. Setelah selesai Sahid menuliskan jadwal untukku. Di meyerahkanya kepadaku. ‘’Tolong di simpan jadwalnya baik-baiknya soalnya aku ngak mau menuliskan jadwal lagi untukmu.’’ Sahid memberikanku sambil pasang wajah cemberutnya. ‘’Ngak ikhlas ni mas?’’ aku nmengerling jenaka. ‘’O, ngaklah, aku ikhlas kok bahkan 100% ikhlasnya’’ balasnya tak mau kalah.
Malam itu, aku habiskan malam bersama anak-anak pondok putra lainya dan kami pun saling shering mengenai bagai mana kegiatan anak-anak santri lainya. Bahkan kadang kita ngobrol ngalor- ngidul entah tidak tahu apa yang mesti di bicarakan atau sekedar di obrolkan untuk mengisi waktu luang kami.
Pagi harinya setelah habis ngaji di aula trus dilanjutkan dengan sarapan bareng. Dinamakan sarapan bareng karena kami melakukan kegiatan bersama-sama sampai menu makannya pun sama. Aku bergegas ke kamarku untuk ganti baju karena hari ini hari pertamaku mengikuti kegiatan orientasi studi dan pengenalan kampus (OSPEK) di kampusku. Aku menggunakan waktuku dengan se efesien mungkin, bagaimanapun agar aku tidak telat berangkat ke kampus.
Aku , sudah berada dalam bus yang menuju kampusku. Kulihat Jam tangaanku menunjukan pukul tujuh. Padahal, aku harus sampai ke kampus tepat jam tujuh. Aku bingung, bagaimana aku menjelaskan kepada kakak-kakak panitia ospek atas keterlambatanku ini. Tak lama kemudian tepat jam tujuh lewat lima belas menit. Aku langsung turun di perempatan dekat kampusku. Untuk sampai di tempat berkumpul para mahasiswa baru fak psikologi yang sudah di tentukan oleh panitia. Dengan sekuat tenaga aku berlari sekencang mungkin, agar aku tidak telat terlalu lama.
Tidak butuh waktu terlalu lama untuk sampai ke tempat yang aku tuju. Ya hanya makan waktu lima menit. Aku sudah bisa sampai, walaupun napasku agak tersengal-sengal dan tak karuan iramanya. Di depanku semua anak-anak baru, sudah di bariskan . Dan salah satu dari kakak seniornya yang berada di depan barisan mulai memberi pengarahan.
“Maaf kak saya terlambat,’’ sapa ku pada salah satu panitia ospek yang berada di belakang peserta .
“Kenapa bisa terlambat!. Padahal kemarin sudah ada kesepakatan setuju kalau kumpul disini tepat jam tujuh.’’ Balasnya sambil mengeraskan suaranya tepat di kuping sebelah kananku.
‘’Gini kak, soalnya tadi bis yang aku tumpangi macet.’’
‘’Macet. Kayak tidak ada alasan lagi selain macet.’’
Aku terdiam dan tertunduk. Aku pasrahkan diriku menerima berbagai omelan darinya. Tapi tak lama kemudian , datang lah panitia yang dari tadi memberi pengarahan pada mahasiswa baru.
‘’Kenapa bisa terlambat mas? Mas nyantrinya ? ,’’ Tanyanya dengan sopan.
‘’Iya. Mas!,jawabku singkat. Aku masih merundukan kepalaku.
‘’Ya sudah. Saya maklumi. Besok jangan di ulangi lagi. Silahkan gabung sama temen-temenmu.’’
‘’Dan jangan lupa besok di usahakan datang lebih awal.’’
‘’Makasih , ya mas’’ balasku sambil tersenyum kepadanya.
“Eit.bukanya itu mas Sahid.! Kalau gitu berarti mas Sahid kuliah di sini juga. Makanya saat itu dia sudah tahu namaku duluan. Dan dia juga tahu kalau aku akan kuliah di sini’’ dalam pikirku mengumpulkan beberapa kejadian dan akhirnya dapat kusimpulkan. Bahwa Mas Sahid Kuliah di UGM juga. Dan beliau sekarang jadi ketua panitia OSPEK.
Akupun langsung bergabung dengan teman-temanku.’’ Seharusnya kakak senior itu harus lebih bijak sana. Bukannya malah senang melihat adik-adiknya yang terlambat , dan di jadikan bahan ejekan pada peserta lain. Dan tidak mau mendengarkan dan menelaah alasan mengapa anak itu bisa terlambat. Tidak seperti kakak yang tadi. Iya tidak seperti Mas Sahid, yang bisa memaklumi keterlambatan adik-adiknya.’’ Gerutuku dalam hati.
Tidak terasa tiga hari sudah berlalu, sungguh hari-hari yang melelahkan bagiku. Untuk menghilangkan rasa pegal-pegal yang terasa di smua anggota tubuhku, aku rebahkan tubuhku di kasur lantai. Hari ini hari terakhir waktu dispensasiku di pondok. Jadi aku harus gunakan waktuku dengan sebaik mungkin tuk mempulihkan tenagaku yang sudah hampir habis.setelah beberapa hari di sibukkan dengan kegiatan ospek di kampus.
‘’Salman !, ngaji gak? Semua anak-anak dah pada siap-siap tuh! Melek dulu, mandi dulu sana! Ntar telat. Hari ini kamu ngaji loh!’’ kudengar Hasan teman sekamarku menegur.
‘’Gak ‘’ jawabku singkat mataku sangat burem, terlihat samar-samar jam yang menempel di dinding kamarku menunjukan pukul dua lebih tiga puluh menit.
‘’Kenapa, Bukanya ospeknya dah selesai?’’ Tanya Hasan yang sedari tadi masih setia di sampingku.
“Aku masih punya waktu sehari lagi, dari dispensasi yang di berikan pengurus. Jadi aku masih mau gunakan waktuku buat ngilangin rasa capekku’’ terangku padanya.
‘’Ya, sudah kalau begitu’’ jawab Hasan sambil berlalu meninggalkanku.
‘’Mubadzir kan punya waktu gak di gunakan’’ gerutuku mengiringi langakah Hasan. Aku pun melanjutkan acara bermalas ria di kamar sendirian. Dan akupun mulai berlabuh menuju mimpi- mimpi yang indah.
‘’Bangun-bangun, sudah jam lima. Asaran-asaran.!’’ Kudengar lagi suara hasan menegur.
‘’Ya!.’’ Jawabku singkat.mataku masih burem.
Ya allah, terima kasih. Akhirnya pegal-pegal di tubuhku hilang juga. Dan maafkan hamba-mu ini karena tidak bisa melakukan kewajibanku terhadap engkau tidak tepat waktu.
Pelan-pelan ku angkat tubuhku dan aku mulai bisa berdiri. Ku ambil handuk yang tersampir di dekat almariku, serta perlengkpan mandi lainya. Kakiku masih agak kaku, tapi tetap kupaksa melangkah ke tempat pemandian santri.
Satu Tiga
Sore itu sudah berlalu. Seiring hilangnya matahari di sebelah barat. Yang perlahan-lahan menenggelamkan wajahnya yang kuning kemerah-merahan. Dengan seiringnya waktu berjalan.
‘’Mas Salman, bisa ke kantor pengurus sebentar. Mas sahid mau ketemu sama kamu.’’ Kata Mas Rahmat di depan pintu. Suaranya yang halus terdengar lembut di telingaku. Mas Rahmat memang Salah satu pengurus pondok disini. Dan beliau ada di bagian seksi kegiatan. Dan Mas Rahmat salah satu dari pengurus yang tidak begitu kelihatan serem. Mas sahid juga. Lalu ia berbalik, menuju kantor pengurus.
Aku menatap kepergian Mas Rahmat dengan tanda tanya dalam hati.’’ Ada apa Mas Sahid mau ketemu sama aku. Ah sudah lah yang penting aku temui dulu kalau ada apa-apa belakangan’’ pikirku.
Aku pun bergegas meletakkan Al Qur’an yang baru aku baca di rak buku. Aku pun pergi ke kamar sebelah mencari Hasan. Agak aku tidak sendirian ke kantor pengurus. Jadi misalkan terjadi apa-apa denganku Hasan yang tak suruh lari bilang sama teman-teman kalau aku dalam bahaya. Tapi aku mesti kecewa berat. Hasan tidak ada di kamar sebelah, dan sudah ku cari ke semua punjuru pondok. Entah hilanh ke mana dia. Dengan terpaksa akhirnya aku melangkahkan kakiku ke kantor pengurus sendirian.
‘’Assalamualaikum’’ salam ku pada semua penghuni kantor pengurus pondok.
‘’Waalaikumsalam, silahkan masuk Mas Salman.’’ Jawab Mas Sahid sambil mempersilahkan aku masuk dan duduk di lantai karpet.
‘’Makasih Mas’’ jawabku singkat. Aku pun duduk bersila di lantai karpet yang warnanya sudah mulai pudar.
‘’Begini Mas Salman. Kenapa Mas Sahid memanggil kamu ke sini. Karena Mas Sahid mau minta tolong sama kamu. Tapi sebelumnya Mas Salman bersedia nggak ? Kalua tidak bisa . ya nggak apa-apa.’’ Mas Sahid pun melai menjelaskan maksud aku di panggil.
“ Iya. Mas bisa’’
“Gini Mas Salman. Besok itukan Mas Sahid harus meyerahkan LPJ OSPEK kemarin pada pak dekan. Tapi, besok juga aku dapat perintah dari yai Choldun . Mas di suruh mengantarkan keponakannya ke Semarang bersama keluarga pak yai lainya. Jadi Mas sahid tidak bisa Meyerahkan LPJ itu. Makanya Mas minta tolong sama kamu ini LPJ tolong besok berikan sama Mas Bayu yang kemarin jadi panitia juga. Bilang titipan dari Mas Sahid. Dia sudah tahu.’’ Terang Mas Sahid Padaku.
‘’Dan ini LPJ nya”
‘’Iya Mas insyaallah besok tak kasihkan sama Mas Bayu.’’ Jawabku sambil menerima berkas LPJ itu.
‘’Kalau gitu terima kasihnya Mas Salman. Sekarang Mas Salman boleh meninggalkan tempat ini.’’
“Sama-sama Mas. Kalau gitu aku pamit dulunya Mas. Assalamualikum ‘’ aku pun undur diri. Dan tak lupa salaman sama Mas Sahid dan juga Mas Rahmat.
Sekuluar dari kantor pengurus. Aku pun langsung menuju ke kamarku untuk segera bersiap-siap meyiapkan materi untuk dibha’an nanti malam. Setelah bakdha isya’ nanti. Aku pun berjalan meyusuri teras-teras kantor para pengurus dengan langkah tergesa-gesa karena aku tidak mau kehilangan waktu ku . Dalam langkah ku yang tergesa-gesa dan tidak melihat kiri kanan jalan tiba-tiba aku seperti menabrak sesuatu. Dan ternyata yang ku tabrak seorang gadis berkerudung merah muda. Salman pun segera meminta maaf pada gadis itu.
‘’Maaf Mbak. Maaf. Aku nggak sengaja. Soalnya aku harus buru-buru ke kamarku.’’
‘’Nggak apa Mas. Lain kali kalau jalan sedikit hati-hatinya.’’ Balas gadis itu sambil menegurnnya.
“O, ya Mas, Maaf kalau kantor pengurus di mananya.?’’
‘’Gini Mbak. Mbak lurus aja, terus belok kiri, ruangan no dua dari sebelah kanan itu kantornya.’’
‘’ O, ya tadi Mas Sahid ada disana.?’’
“Ada Mbak. Baru aja aku ketemu sama dia.!’’
‘’Maaf kalau boleh tahu ada apa. Kok nyari Mas Sahid. Bukanya santri putri di larang ketemuan sama santri putra.’’
“ Alhamdulillah kalau gitu. Soalnya aku di suruh Padhe Choldun . katanya Mas Sahid di suruh menemui beliau. Ya sudah kalu gitu makasihnya mas. Assalamu’alaikaum’’ Gadis itu pun menjelaskannya dan pergi meninggalkanku .
‘’ waalaikum salam warahmatullahi wabarokatuh’’ balasku sambil memperhatiakan langkah kakinya.
‘’Pakdhe. Berarti gadis itu masih keponkannya romo yai...................................bersambung............
Satu Dua
Ajmalaa dzikro hadil alaina
Nilna fiiha kul amaninaa
Nilna ………..fihaa………..
Nilna fiiha kul amanina…………………………………………..
Sayup sayup kudengar nyayian hadrah nan merdu.suara itu berasal tak jauh dari jajaran blok kamar para santri putra. Yang tak lain ruangan sebelah kompleks masjid pondok pesantren Ar Rasyidin. Aku mendengarkanya sambil tiduran di atas kasur lantai yang sedemikian rupa sudah diatur para pengurus untuk kamar para santri putra. Sambil membaca buku Sang Pemimpi karangan penulis Andrea Hirata. Saat ini aku tidak bisa mengikuti apa yang dilakukaan para santri putra di ruangan sebelah kompleks masjid itu. Karena saat ini aku baru saja pulang dari universitas tuk mengurus administrasi yang belum aku selesaikan. Selain itu aku juga masih tergolong santri baru disitu. Ya bisa di bilang baru tiga hari ini. Jadi pihak pondok terutama para pengurus memberikan dispensasi selama satu minggu. Untuk mengurus hal hal yang berkaitan dengan unniversitasku ,dimana yang menjadi tempat kuliahku.
‘’Man! Kok kamu disini sih. Lihat tuh semua anak-anak santri putra pada kumpul disana!’’ suara Hasan membuyarkan imajinasiku. Yang terlibat dalam sebuah kisah dua anak sma yang sedang dikejar oleh kepala sekolahnya, dalam buku yang berjudul sang pemimpi. Yang baru saja aku baca.
‘’Hm, paling juga dengerin cerita-cerita soal kegiatan anak-anak pondok doang,’’cibirku pada Hasan teman sekamarku yang baru aku kenal dua hari yang lalu. ‘’Enggak ada asyiknya lagi!’’
‘’Jangan mikir soal cerita dari anak-anak santri putranya dong. Tapi , serunya bisa bareng- bareng sama yang lain itu lho. Apalagi ini juga perlu buat kumu, agar kamu bisa ta’arufan dengan teman-teman yang mondok di sini gitu. Hasan Nampak serius sambil menarik tanganku untuk mengikuti langkahnya.
‘’Huh!’’ gerutuku padanya. Santri yang satu ini memang baru beberapa hari aku kenal. Tapi santri ini memang bisa saja mampu mengalihkan kegiatanku. Apa karena hanya dia teman yang paling dekat saat ini denganku. Tapi itu tak penting bagiku. Tanpa menunggu lama segera kuayunkan langkah tuk mengikutinya, ikut bergabung bersama rombongan diskusi anak-anak santri putra.
‘’Hai bro?’’ sapa Hasan pada rombongan para santri yang sedang asyik dengerin cerita dari salah satu santri di situ. ‘’ Hai juga bro!’’timpal dari salah santri putra di situ.
“Hai kalian itu bagaimana sich, ini itu di pondok pesantren. Bukan di tempat nongkrong. Pakai bra bro segala nanti kalau kedengeran sama ustadz pondok yang sedang lewat sini. Baru tau rasa kalian.’’ Tegur salah satu santri yang ikut nimbrung di situ juga.
“Maafin teman saya ya?’’pintaku pada semua santri yang ada disitu. ”Oh gak apa –apa. O, ya. Kenalkan aku Sahid ketua blok B di santri putra ini.’’ Dia mengulurkan tangan sambil tersenyum. ‘’kalo kamu butuh bantuan, aku selalu siap.’’
Aku membalasnya, ‘’Salman al faris.’’
‘’Kamu anak yang baru itu kan. Calon mahasiswa psikiater di universitas Gajah mada .’’
‘’Insyaallah mas,’’ balasku.
‘’O, ya. Kamu sudah punya jadwal pondok belum?’’
‘’Kemarin aku belum sempat fotokopi,’’balasku lagi.
‘’Tunggu sebentar!’’dia berdiri, mencari sesuatu di sekeliling tempat duduknya. Tak lama kemudian di menemukan sebuah buku yng sedari tadi di cari. Dan menuliskan sembari membacakan jadwal untukku.
‘’Jam 03.00 bangun pagi, qiyamul lail, trus sholat subuh dan ngaji di aula. Habis itu berangkat sekolah sampai jam 14.00. Ngaji lagi jam 15.00 di aula. Bakda magrib ngaji sama pembimbing, dan bakda isya diniyah malam sampai jam 20.00 dilanjutkan jam wajib belajar. Sessudah itu tidur.’’
‘’O, ya lupa tapi kalau buat mahasiswa yang nyantri di sini untuk kegiatan ngaji di siang dan sore hari di bebaskan, sebenarnya bukan dibebaskan tapi kalau misalkan gak bisa ya nggak apa-apa. agar kegiatan kuliah mu tidak bersebrangan dengan jadwal pondok. Tapi kalau mau ikut ngaji ya alhamdulilah sangat di perbolehkan.’’
Aku meyimak seksama, sambil membayangkan teryata hari-hari santri di sini begitu supersibuk dengan aktivitas berjubel. Tapi yang membutku takjub. Mereka begitu menjalaninya dengan penuh keikhlasan. Setelah selesai Sahid menuliskan jadwal untukku. Di meyerahkanya kepadaku. ‘’Tolong di simpan jadwalnya baik-baiknya soalnya aku ngak mau menuliskan jadwal lagi untukmu.’’ Sahid memberikanku sambil pasang wajah cemberutnya. ‘’Ngak ikhlas ni mas?’’ aku nmengerling jenaka. ‘’O, ngaklah, aku ikhlas kok bahkan 100% ikhlasnya’’ balasnya tak mau kalah.
Malam itu, aku habiskan malam bersama anak-anak pondok putra lainya dan kami pun saling shering mengenai bagai mana kegiatan anak-anak santri lainya. Bahkan kadang kita ngobrol ngalor- ngidul entah tidak tahu apa yang mesti di bicarakan atau sekedar di obrolkan untuk mengisi waktu luang kami.
Pagi harinya setelah habis ngaji di aula trus dilanjutkan dengan sarapan bareng. Dinamakan sarapan bareng karena kami melakukan kegiatan bersama-sama sampai menu makannya pun sama. Aku bergegas ke kamarku untuk ganti baju karena hari ini hari pertamaku mengikuti kegiatan orientasi studi dan pengenalan kampus (OSPEK) di kampusku. Aku menggunakan waktuku dengan se efesien mungkin, bagaimanapun agar aku tidak telat berangkat ke kampus.
Aku , sudah berada dalam bus yang menuju kampusku. Kulihat Jam tangaanku menunjukan pukul tujuh. Padahal, aku harus sampai ke kampus tepat jam tujuh. Aku bingung, bagaimana aku menjelaskan kepada kakak-kakak panitia ospek atas keterlambatanku ini. Tak lama kemudian tepat jam tujuh lewat lima belas menit. Aku langsung turun di perempatan dekat kampusku. Untuk sampai di tempat berkumpul para mahasiswa baru fak psikologi yang sudah di tentukan oleh panitia. Dengan sekuat tenaga aku berlari sekencang mungkin, agar aku tidak telat terlalu lama.
Tidak butuh waktu terlalu lama untuk sampai ke tempat yang aku tuju. Ya hanya makan waktu lima menit. Aku sudah bisa sampai, walaupun napasku agak tersengal-sengal dan tak karuan iramanya. Di depanku semua anak-anak baru, sudah di bariskan . Dan salah satu dari kakak seniornya yang berada di depan barisan mulai memberi pengarahan.
“Maaf kak saya terlambat,’’ sapa ku pada salah satu panitia ospek yang berada di belakang peserta .
“Kenapa bisa terlambat!. Padahal kemarin sudah ada kesepakatan setuju kalau kumpul disini tepat jam tujuh.’’ Balasnya sambil mengeraskan suaranya tepat di kuping sebelah kananku.
‘’Gini kak, soalnya tadi bis yang aku tumpangi macet.’’
‘’Macet. Kayak tidak ada alasan lagi selain macet.’’
Aku terdiam dan tertunduk. Aku pasrahkan diriku menerima berbagai omelan darinya. Tapi tak lama kemudian , datang lah panitia yang dari tadi memberi pengarahan pada mahasiswa baru.
‘’Kenapa bisa terlambat mas? Mas nyantrinya ? ,’’ Tanyanya dengan sopan.
‘’Iya. Mas!,jawabku singkat. Aku masih merundukan kepalaku.
‘’Ya sudah. Saya maklumi. Besok jangan di ulangi lagi. Silahkan gabung sama temen-temenmu.’’
‘’Dan jangan lupa besok di usahakan datang lebih awal.’’
‘’Makasih , ya mas’’ balasku sambil tersenyum kepadanya.
“Eit.bukanya itu mas Sahid.! Kalau gitu berarti mas Sahid kuliah di sini juga. Makanya saat itu dia sudah tahu namaku duluan. Dan dia juga tahu kalau aku akan kuliah di sini’’ dalam pikirku mengumpulkan beberapa kejadian dan akhirnya dapat kusimpulkan. Bahwa Mas Sahid Kuliah di UGM juga. Dan beliau sekarang jadi ketua panitia OSPEK.
Akupun langsung bergabung dengan teman-temanku.’’ Seharusnya kakak senior itu harus lebih bijak sana. Bukannya malah senang melihat adik-adiknya yang terlambat , dan di jadikan bahan ejekan pada peserta lain. Dan tidak mau mendengarkan dan menelaah alasan mengapa anak itu bisa terlambat. Tidak seperti kakak yang tadi. Iya tidak seperti Mas Sahid, yang bisa memaklumi keterlambatan adik-adiknya.’’ Gerutuku dalam hati.
Tidak terasa tiga hari sudah berlalu, sungguh hari-hari yang melelahkan bagiku. Untuk menghilangkan rasa pegal-pegal yang terasa di smua anggota tubuhku, aku rebahkan tubuhku di kasur lantai. Hari ini hari terakhir waktu dispensasiku di pondok. Jadi aku harus gunakan waktuku dengan sebaik mungkin tuk mempulihkan tenagaku yang sudah hampir habis.setelah beberapa hari di sibukkan dengan kegiatan ospek di kampus.
‘’Salman !, ngaji gak? Semua anak-anak dah pada siap-siap tuh! Melek dulu, mandi dulu sana! Ntar telat. Hari ini kamu ngaji loh!’’ kudengar Hasan teman sekamarku menegur.
‘’Gak ‘’ jawabku singkat mataku sangat burem, terlihat samar-samar jam yang menempel di dinding kamarku menunjukan pukul dua lebih tiga puluh menit.
‘’Kenapa, Bukanya ospeknya dah selesai?’’ Tanya Hasan yang sedari tadi masih setia di sampingku.
“Aku masih punya waktu sehari lagi, dari dispensasi yang di berikan pengurus. Jadi aku masih mau gunakan waktuku buat ngilangin rasa capekku’’ terangku padanya.
‘’Ya, sudah kalau begitu’’ jawab Hasan sambil berlalu meninggalkanku.
‘’Mubadzir kan punya waktu gak di gunakan’’ gerutuku mengiringi langakah Hasan. Aku pun melanjutkan acara bermalas ria di kamar sendirian. Dan akupun mulai berlabuh menuju mimpi- mimpi yang indah.
‘’Bangun-bangun, sudah jam lima. Asaran-asaran.!’’ Kudengar lagi suara hasan menegur.
‘’Ya!.’’ Jawabku singkat.mataku masih burem.
Ya allah, terima kasih. Akhirnya pegal-pegal di tubuhku hilang juga. Dan maafkan hamba-mu ini karena tidak bisa melakukan kewajibanku terhadap engkau tidak tepat waktu.
Pelan-pelan ku angkat tubuhku dan aku mulai bisa berdiri. Ku ambil handuk yang tersampir di dekat almariku, serta perlengkpan mandi lainya. Kakiku masih agak kaku, tapi tetap kupaksa melangkah ke tempat pemandian santri.
Satu Tiga
Sore itu sudah berlalu. Seiring hilangnya matahari di sebelah barat. Yang perlahan-lahan menenggelamkan wajahnya yang kuning kemerah-merahan. Dengan seiringnya waktu berjalan.
‘’Mas Salman, bisa ke kantor pengurus sebentar. Mas sahid mau ketemu sama kamu.’’ Kata Mas Rahmat di depan pintu. Suaranya yang halus terdengar lembut di telingaku. Mas Rahmat memang Salah satu pengurus pondok disini. Dan beliau ada di bagian seksi kegiatan. Dan Mas Rahmat salah satu dari pengurus yang tidak begitu kelihatan serem. Mas sahid juga. Lalu ia berbalik, menuju kantor pengurus.
Aku menatap kepergian Mas Rahmat dengan tanda tanya dalam hati.’’ Ada apa Mas Sahid mau ketemu sama aku. Ah sudah lah yang penting aku temui dulu kalau ada apa-apa belakangan’’ pikirku.
Aku pun bergegas meletakkan Al Qur’an yang baru aku baca di rak buku. Aku pun pergi ke kamar sebelah mencari Hasan. Agak aku tidak sendirian ke kantor pengurus. Jadi misalkan terjadi apa-apa denganku Hasan yang tak suruh lari bilang sama teman-teman kalau aku dalam bahaya. Tapi aku mesti kecewa berat. Hasan tidak ada di kamar sebelah, dan sudah ku cari ke semua punjuru pondok. Entah hilanh ke mana dia. Dengan terpaksa akhirnya aku melangkahkan kakiku ke kantor pengurus sendirian.
‘’Assalamualaikum’’ salam ku pada semua penghuni kantor pengurus pondok.
‘’Waalaikumsalam, silahkan masuk Mas Salman.’’ Jawab Mas Sahid sambil mempersilahkan aku masuk dan duduk di lantai karpet.
‘’Makasih Mas’’ jawabku singkat. Aku pun duduk bersila di lantai karpet yang warnanya sudah mulai pudar.
‘’Begini Mas Salman. Kenapa Mas Sahid memanggil kamu ke sini. Karena Mas Sahid mau minta tolong sama kamu. Tapi sebelumnya Mas Salman bersedia nggak ? Kalua tidak bisa . ya nggak apa-apa.’’ Mas Sahid pun melai menjelaskan maksud aku di panggil.
“ Iya. Mas bisa’’
“Gini Mas Salman. Besok itukan Mas Sahid harus meyerahkan LPJ OSPEK kemarin pada pak dekan. Tapi, besok juga aku dapat perintah dari yai Choldun . Mas di suruh mengantarkan keponakannya ke Semarang bersama keluarga pak yai lainya. Jadi Mas sahid tidak bisa Meyerahkan LPJ itu. Makanya Mas minta tolong sama kamu ini LPJ tolong besok berikan sama Mas Bayu yang kemarin jadi panitia juga. Bilang titipan dari Mas Sahid. Dia sudah tahu.’’ Terang Mas Sahid Padaku.
‘’Dan ini LPJ nya”
‘’Iya Mas insyaallah besok tak kasihkan sama Mas Bayu.’’ Jawabku sambil menerima berkas LPJ itu.
‘’Kalau gitu terima kasihnya Mas Salman. Sekarang Mas Salman boleh meninggalkan tempat ini.’’
“Sama-sama Mas. Kalau gitu aku pamit dulunya Mas. Assalamualikum ‘’ aku pun undur diri. Dan tak lupa salaman sama Mas Sahid dan juga Mas Rahmat.
Sekuluar dari kantor pengurus. Aku pun langsung menuju ke kamarku untuk segera bersiap-siap meyiapkan materi untuk dibha’an nanti malam. Setelah bakdha isya’ nanti. Aku pun berjalan meyusuri teras-teras kantor para pengurus dengan langkah tergesa-gesa karena aku tidak mau kehilangan waktu ku . Dalam langkah ku yang tergesa-gesa dan tidak melihat kiri kanan jalan tiba-tiba aku seperti menabrak sesuatu. Dan ternyata yang ku tabrak seorang gadis berkerudung merah muda. Salman pun segera meminta maaf pada gadis itu.
‘’Maaf Mbak. Maaf. Aku nggak sengaja. Soalnya aku harus buru-buru ke kamarku.’’
‘’Nggak apa Mas. Lain kali kalau jalan sedikit hati-hatinya.’’ Balas gadis itu sambil menegurnnya.
“O, ya Mas, Maaf kalau kantor pengurus di mananya.?’’
‘’Gini Mbak. Mbak lurus aja, terus belok kiri, ruangan no dua dari sebelah kanan itu kantornya.’’
‘’ O, ya tadi Mas Sahid ada disana.?’’
“Ada Mbak. Baru aja aku ketemu sama dia.!’’
‘’Maaf kalau boleh tahu ada apa. Kok nyari Mas Sahid. Bukanya santri putri di larang ketemuan sama santri putra.’’
“ Alhamdulillah kalau gitu. Soalnya aku di suruh Padhe Choldun . katanya Mas Sahid di suruh menemui beliau. Ya sudah kalu gitu makasihnya mas. Assalamu’alaikaum’’ Gadis itu pun menjelaskannya dan pergi meninggalkanku .
‘’ waalaikum salam warahmatullahi wabarokatuh’’ balasku sambil memperhatiakan langkah kakinya.
‘’Pakdhe. Berarti gadis itu masih keponkannya romo yai...................................bersambung............
Primadona blok A
PRIMADONA BLOK A
Santri baru
Waktu sudah menunjukan pukul enam lewat lima belas menit. Semua barang barang yang kuperlukan . Mulai dari yang terkecil hingga yang terpenting. Mmm ………hari ini aku akan berpisah dari teman teman terdekatku. Rasa sedih bingung berkecambuk didalam hatiku.saling berontak dan beradu argument dan berlomba menelurkan idealisme yang membuat otak ku semakin kacau, bingung dengan apa yang akan kujali besok.
Saat ini, sekolahan yang berbasis pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang tepat untuk anak anak zaman sekarang. Karna tidak hanya pelajaran pelajaran umum yang diajarkan disana melainkan, juga diajarkan bagaimana kita bisa memperdalalam pelajaran agama, akhlak, dan juga diajarkan bagaimana kita bersosialisasi dengan masyarakat.
Aku mendengarkan percakapan om khamim dan ibu di ruang tamu. Hatiku resah dan dadaku terasa sempit, sehingga susah tuk bernapas, bukan karena penyakit asma tapi karena aku tidak siap dengan keadanku sekarang. Keadaan yang harus membuatku terpisah dengan orang-orang terdekatdan aku sayangi. Mereka pasti sedang membicarakan tentang pondok pesantren dan sekolah baruku. Om khamim adalah orang yang semasa kecilnya di emban (bahasa jawa) oleh ibuku. Dan beliaulah dalang dari semua rencana ini. Dengan harapan aku bisa menjadi anak yang bukan hanya mengerti ilmu umum saja tapi bisa mengerti lebih jauh tentang ilmu agama. Dan semua ini demi kebaikanku. Dan ini dilakukanya sebagai wujud balas budi pada ibuku. Dan memang hanya om khamim lah yang bisa membantu ibuku karena ayah sudah meninggalkanku sejak aku kelas empat SD. Karna peyakit yang dideritanya. Dan beliaulah yang akan menanggung semua kebutuhan yang aku butuhkan kelak di pondok pesantren itu. Entah aku harus meyalahkan siapa atas keadanku ini.
Saya juga sering mendengar. Banyak anak-anak sekarang kurang akan pendidikan akhlaknya. Ada juga yang tahu tentang akhlak, sopan santun, budipekerti . Tapi mereka belum tentu bisa menerapkan pada prilaku sehari- harinya. Tapi bagi saya, yang penting Reihans sedikit banyak bisa kerasan di situ saya sangat bersukur,’’ suara ibu berat. Dari perkataanya , aku bisa merasakan harapan- harapan yang ibu gantungkan padaku.
Ibu sangat bersykur? Kalimat terakhir yang membuat langkahku semakin yakin, aku harus berusaha karena aku sangat menyayangi ibu. Karna ibu sangat mengharapkanku. Agar aku bisa menjadi panutan adik-adikku. Hanya itu.
‘’Reihans, sudah siap?’’ ibu berdiri di pintu, raut wajahnya kelihatan sedih, melebihi aku.
‘’Kita berangkat sekarang?’’
Aku menganguk lagi, berusaha meyelami kegalauan hati seorang ibu yang sebentar lagi akan di tingalkan anaknya. Aku adalah satu satunya teman yang bisa diajak bercerita tentang hal-hal yang meyangkut adik-adikku, atau hanya sekedar di mintai komentar tentang bagaimana rencana kalau ibu nikah lagi, walau itu hanya bercanda. Bahkan tidak jarang ibu juga mengajakku ke sawah. Karena ibuku seorang petani, tapi petani buruh atau buruh tani.
‘’Bu’’ pangilku pelan. Ibu menoleh.
‘’Mungkin ada hal yang ibu ingin sampaikan pada reihans?’’
Dia tersenyum arif dan mendekatiku. Sambil merangkul pundakku, ia berkata,
‘’Belajar yang rajin. Jaga diri dan kesehatan. Makanya yang teratur. Dan ingat disana jangan nakal apalagi berantem. Jaga diri baik-baik ya…,’’nada suaranya terdengar khawtir, matanya berkaca-kaca. Aku benar benar tak tega melihatnya.
‘’Tenang , Bu! Reihans bisa jaga diri kok. Ibu jangan khawatir. Di sana aku akan baik-baik aja, aku akan belajar disana dengan sungguh-sunguh,’’ujarku sok bijak. ‘’ Suatu hari nanti, reihans akan membuat Ibu dan mendiang Ayah bangga karena telah melahirkan reihans, karena telah mendidik reihans, dan karena telah memberikan yang terbaik untuk reihans. Ibu percaya kan?’’
Ibu mengangguk, sekali lagi memamerkan senyum yang sedikit membuatku tenang. Kami berjalan beriringan,menuju ruang tamu dengan sisa-sisa perasaan sedih yang tidak terbaca oleh siapapun.
Sudah dua jam aku, ibu dan Om khamim, meninggalkan kota lumpia. Aku melihat ibu tamapak murung, apakah beliau tidak ingin berpisah denganku? Apakah beliau sedang membayangkan bagaimana aku bisa melewi hari-hariku di sana?. Aku tahu apa yang ibu rasakan saat itu.
Dan kualihkan pandanganku ke depan kaca mobil om Khamim. Sekilas tampak tulisan di sebuah perbatasan kota.’’SELAMAT DATANG DI KOTA BATIK’’. Saat itu aku jadi teringat bukankah sebentar lagi aku akan sampai di tujuanku. Dan menurut om khamim, kurang lebih tiga puluh menit lagi aku akan sampai ke tempat tujuanku . Dimana aku akan memulai kehidupan baru di situ dan menjadi bagian darinya. Tapi apa yang aku rasakan , aku belum siap untuk melakukan semuaitu. Karena impian yang selama ini aku impikan kini berubah 360 derajat. Aku yang dulu kepingin masuk ke SMK ingin masuk di jurusan Teknik bangunan. Kini aku harus menguburnya dalam-dalam. Karena rencananya aku mau di masukkan ke sekolahan yang berbasis pondok. Dan sekalian aku akan di pondokkan di situ. Sungguh tidak adil bagiku. Tapi apa boleh buat ini semua akan ku lakukan demi ibuku yang selama ini merawatku. Dan aku yakin ini semua demi kebaikanku.
Tak lama kemudian kami pun sampai di tempat yang kami tuju. Dan kami pun turun dari mobil dan bergegas menuju, sebuah rumah yang sangat besar dan di situ banyak anak-anak perempuan yang sebaya denganku. Dengan rajainnya mereka membersihkan halaman rumah yang kami tuju. Kata om khamim mereka adalah santri-santri putri yang nyantri disini. Mereka sedang melaksanakan kegiatan jum’at bersih di romo kyai Ilham.
Rencananya sebelum aku diantarkan ke pondok putra , aku akan di pasrahkan dulu sama Romo yai Ilham yang taklain pengasuh pondok santri putra dan putri itu. Katanya beliau juga ketua yayasan Madrasah aliyah syafi’iyah salafiyah karang asem. Yang masih satu yayasan dengan pondok pesantren yang akan aku tempati.
Setelah , aku di pasrahkan ke romo yai Ilham. Aku diantarkan salah satu santri putra yang sedari tadi sudah di panggil romo yai untuk menemaniku. Aku sedikit tertegun ketika kakiku telah benar-benar menapak di blok H lantai tiga, istanaku yang baru. Hanya ada dua ruangan. Ditemani om khamim dan santri suruhan romo yai. Aku memasuki salah satunya,setelah memberi salam kepada seluruh penghuninya.
‘’Assalamualaikum,’’ suaraku dan om khamim sopan.
‘’Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh,’’jawab semua penghuni.
Aku terpana, dalam hitungan detik tanpa di komando semuanya menghampiri kami. Berebut bersalaman dan mencium tangan om khamim. Beberapa anak ada yang membantu mengangkat koper dan rangsel yang kubawa. Kang Rahmat yang sejak tadi menjadi pemanduku menunjukan semacam almari tempat aku meyimpan baju dan buku. Aku masih shock mengamati ruangan yang lebarnya sama dengan kamarku. Yang biasa aku tempati sendiri , tapi disini di tempati sebanyak lima orang. Di sebelah dinding deretan sisi kanan tertata rapi rak-rak buku dan baju. Eit , tapi apa yang di sebelah kiri rak buku itu. Ya ampun tumpukan baju kotor. Padahal di sebelah sisi kiri atas ada gantun gan baju yang terbuat dari kayu jati. Mengapa mereka tidak menggantungkan baju di situ apa mereka itu jorok. Bagaimana aku bisa leluasa di sini kalo ruangnya sama dengan kandang burung merpati. Di katakan sama dengan kandang burung karena bentuk bangunan asrama kami persis seperti kandang burung merpati.
Ruangan yang satunya berukuran agak lebih kecil sedeikit . Dibandingkan kedua ruangan yang mengapitnya. Yang tak lainsebelah kiri kamarku. Berisi alamari dan sedikit bantal, tikar, serta selimut. Ini yang di sebut kamar pembimbing. Mereka berjumlah tiga orang salah satunya kang rahmat yang sedari tadi memanduku. Mereka adalah pengajar sekaligus teman, dan mereka juga yang akan menegur, memotifasi sekaligus menasihati bila ada salah satu diantara kami yang melakukan kesalahan. Itu yang ku tahu dari kang Rahmat.
‘’Hai kamu Reihan kan?’’
Aku menoleh ,salah satu santri tersenyum lebar mengulurkan tangan. Sejenak aku terdiam ,kemudian aku membalasnya.
“Ya, ”
“Aku Anis , Anis fuadi santri baru juga seperti kamu, aku dari Cirebon!. Kalau kamu dari mana?.”
‘’Aku dari Semarang,’’ jawabku sumringah, menemukan teman baru. Satu permulan yang sangat membantu. ‘’Eh, Anis. Di pondok sini memang ada berapa santri di sini? Kok sepi, pada kemana.’’ Tanyaku agak berbisik.
‘’Banyak, dan Kalau nggak salah jam segini , ada yang masih sekolah, dan juga ada yang masih seaman..’’
‘’Maksudmu, seaman Al qur’an?’’
“Iya. O, ya kita besok daftar sekolah bareng loch? Sama kang Rahmat, beliau yang bertugas mendaftarkan sekolah untuk para santri baru seperti kita.’’
‘’Oh, gitu’’
“Ya sudah kutinggal dulu ya, aku mau turun. Keluargaku menunggu di bawah.’’
Aku mengangguk sambil tersenyum.
Kini , sedikit aku sudah mengerti tentang kehidupan di pesantren. Mungkin baru luarnya saja, bagai mana kehidupan di pesantren semestinya. Saatnya aku harus membulatkan tekad. Bertahan sekeras baja, menghadapi segla rintangan dan cobaan yang menghadang.
‘’Ibu, reihan akan tetap di sini untuk menuntut ilmu. Doakan mudah- mudahan reihan dapat ilmu yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat,’’ batinku khusuk ketika satu persatu, dari ibu dan om Khamim memelikku penuh haru.
Aku tetap berdiri di halaman masjid sebelah pondok santri putra, melepas kepulangan orang-orang terkasihku, seiring lambaian tangan ibu, kijang itu pun melesat. Kini , aku benar-benar sendiri.
Santri kesurupan
Pagi mulai bersinar. Bersinar dengan terang tak kalah dengan terangnya baju yang di kenakan para ustadz.
Hari ini hari pertama, dimana semua santri baru, termasuk aku. Semua dikumpulkan di sebuah ruangan, yang letaknya tak jauh dari masjid pondok. Hari ini hari pertama di mana semua santri mengikuti kegiatan pengenalan pondok pesantren. Ya bisa dikatakan semacam ospek. Selama tiga hari mendatang. Dan katanya pengurus tadi kegiatan ini baru di adakan sejak empat tahun dulu. Memang dulu katanya tidak ada kegitan semacam ini. Tapi setelah pesantren ini banyak santri –santri yang juga kuliah. Dan ada beberapa pengurus mengusulkan adanya kegiatan ospek tip tahun sebagai ajang ta’aruf sesama santri baru, ajang peresmian penerimaan santri baru sebagai anggota keluarga pesantren . Dan juga pengenalan pondok pesantren. Setelah dapat persetujuan dari romo kiayi. Akhirnya diperbolehkan untuk mengadakan ospek setiap penerimaan santri baru. Asalkan tidak terlalu yang aneh-aneh. Dalam pelaksanaanya jangan sampai nilai-nilai salaf nya luntur dengan pengaruh luar. Itulah yang aku ketahui dari kang rahmat.
Saat ini aku satu kelompok dengan Anis, dan Hasan dan Khusain dua santri baru yang aku baru kenalan tadi. Karena mereka berdua baru datang hari ini, cukup banyak juga santri baru di sini kurang lebih ada empat puluh lima lebih yang mondok disini. Tapi baru Anis, Hasan, dan Khusain yang aku kenal. Dan saat ini kegitan yang kami ikuti adalah mengenal lebih dekat dengan para pengurus-pengurus pondok , dari ketuanya sampai seksi-seksinya. Dan kami pun di dampingi dua pengurus. Sebagai pendamping santri baru selama kegiatan ospek.
Tak terasa tiga hari sudah berlalu. Dari kegitan pengenalan pondok, para pengurus ,dan ceramah dialog yang menjemukan, terutama bagi para santri baru, termasuk aku. Malam ini malam terakhir kegiatan ospek. Dan setelah kegiatan jamaah isya’ kami pun di suruh istirahat dan segera menuju kamar masing-masing.
Tak lama kemudian semua santri pun mulai berlabuh ke alamnya sendiri-sendiri. Rupanya rasa pegal-pegal yang menempel di tubuh mereka, dapat mengantarkan mereka ke alam mimpinya dengan pelan tapi pasti.
Tapi di sebelah ruangan, yang letaknya tak jauh dari tempat para santri istirahat. Kira-kira berjarak empat kamar dari kamar para santri.
‘’Kita bangunkan sekarang aja’’ usul Kang Shaleh salah satu panitia ospek.
‘’ iya betul, sekarang aja.’’beberapa panitia pun ikut mengiyakan apa yang di sarankan kang Shaleh.
‘’jangan!. Kasihan mereka, mungkin mereka ada yang baru aja mulai tertidur. Lagian sekarang masih jam setengah dua, padahal jadwal kita jam tiga baru mereka akan di bangunkan.’’ saran kang Ridho.
‘’Benar apa yang di sarankan kang Ridho, setidaknya kita tidak mengganggu istirahat mereka.kasihan mereka , setidanya mereka bisa menghilangkan rasa lelah mereka. Walaupun kita juga lelah.’’ Terang kang Rahmat , mencoba menengahi.
‘’Dan sambil menunggu sampai jam tiga, gimana kalau kita main catur aja.’’ Saran kang Ari yang hobi akan catur.
‘’Ok,’’ jawab semua penghuni kamar itu, secara bersamaan.
Malam pun mulai beranjak , seiring jalanya kuda yang jalanya hanya bisa memakai lintasan L. dan sang patih yang selalu setia melindungi sang raja.tak terasa jam dinding pun mulai menunjukan pukul setengah tiga pagi. Dan para panitia pun mulai bersiap-siap membangunkan para santri ,
‘’Bangun-bangun, sudah pagi. Ayo bangun-bangun ‘’ sayup-sayup terdengar olehku suara para panitia membangunkan para santri. Dengan iringan gedoran pintu kamar.
Aku pun segera bangun dari tidurku, dan mencoba membangunkan temannku sebelum para panitia itu sampai ke tempat kamar kami.
‘’Hei bangun –bangun. ‘’ dan aku pun berhasil membangunkan teman-teman ku sebelum panitia itu menggedor-gedor pintu kamar kami.
‘’Apa semua yang ada dikamar ini sudah bangun semua.?’’ Tanya salah satu panitia kepadaku.
‘’Sudah’’ balasku singkat.
‘’Kalau begitu, kalian segera berkumpul dengan yang lainya di lapangan depan masjid.’’ Kata panitia yang satunya sambil berlalu meninggalkan kami.
‘’Emang ada apa sich, ? kok kita dibangunkan pagi-pagi kayak gini.’’ Tanya Anis padaku
‘’Gak tahu.’’ Balasku sambil mengangkat kedua tanganku.
‘’Masak kamu gak ngerti. Kira-kira ada apa ya.?’’
‘’O ya, aku ngerti. Mungkin akan ada gojlokan.’’ Jawab Hasan yang sedari tadi masih kelihatan ngantuk.
‘’Mang di pramuka.? ‘’
“ Ya bisa aja kan.’’
‘’Sudah-sudah . mungkin yang dibilang Hasan benar juga. Mendingan kita segera berkumpul ke lapangan’’ kata ku sambil menarik tangan Anis.
Dan kami pun pergi menuju lapangan dimana semua santri-santri baru pada kumpul. Kami pun segera membuat lingkaran sebagaimana yang di perintahkan para panitia.
Welcome to the prisoner of as salaf
Aku masih termenung, duduk di depan almariku, sambil berpangku tangan. Pikiranku melayang entah kemana. Aku bingus harus berbuat apa. Sejak kakiku menginjakkan di pesantren ini. Aku merasakan sesuatu yang aneh dalam diriku entah perasaan apa ini aku tidak tahu. Aku merasa seperti napi yang berada dalam pengasingan di dalam penjara. Ya ini memang penjara bagiku.
“Hai kok murung?’’
Aku pura-pura tersenyum, coba mengisyaratkan kalau semua baik-baik saja.
‘’Kenalkan, aku Arif anak dari tegal,’’ dia mengulurkan tangan sambil tersenyum. ‘’ Kamu sedih nya aku juga seperti itu dulu.’’
Aku membalasnya, ‘’Reihan hadiansyah dari semarang.’’
‘’Kamu dah kenal sumua sama anak-anak yang tinggal di sini’’
‘’Belum,’’
‘’Tunggu sebentar!’’ dia berdiri dan beranjak menuju samping kamar. Kemudian duduk lagi sambil membawa teman-teman nya dan siap mengenalkan padaku.
‘’Maaf yang lainya masih pada sekolah, jadi aku hanya bisa bawa tiga teman baru untukmu .’’
“Kenalkan , aku Sadam ,aku Shoim dan aku Pi’I atau syafi’I”
Merekapun bergantian bersalaman denganku. ‘’Sekarang dah rame jangan murung laginya. Disinitu kamu bisa punya banyak temen dari berbagai kota.’’ Bujuknya padaku.
‘’Ya,’’ jawabku singkat. Akupun pura-pura tersenyum pada mereka. ‘’Walaupun banyak temen disini bagiku ini tempat pengasingan bagiku.’’ Desah ku dalam hati.
‘’Reihan’’
‘’Oh. Iya ,’’aku tersentak
‘’Kok bengong sih? Sudah tahu jadwalnya belum?’’ Tanya shoim padaku.
Aku menggeleng.
‘’Kalau begitu , nanti kamu fotokopi aja.’’
‘’Iya betul.’’ Sadam dan pi’I pun ikut menyarankanku.
‘’Iya. terima kasih,’’ jawabku kemudian.
Di ponpes Al Faddl itu kegiatan tiap malamnya, yaitu setelah shalat maghrib semaan bersama, di teruskan setoran, setoran bagi para santri. Dan setoran ini diwajibkan bagi semua santri. Walupun hanya bisa meyetorkan satu surat saja. Dan bagi para santri baru, nanti akan di kasih pemberitahuan sama kang Rahmat selaku pengurus para santri.
Malam ini setelah shalat magrib. Kegiatan pertama yang aku ikuti adalah semaan. Seluruh santri putra pondok pesantren Al faddl sudah pada kumpul di teras masjid pondok. Kang Rahmat yang ternyata adalah pembimbing para santri, duduk bersama dan segera memulainya. Dan aku pun hanya diam dan mengikuti apa yang mereka kerjakan.
Setelah semua para santri selesai setoranya terkecualai, Aku, Anis dan dan Arif pada pergi meninggalkan serambi masjid Al Ikhsan. Karena untuk melaksanakan jam wajib belajar, kang Rahmat pun meyuruh kami bertiga, untuk mendekatinya karena ada pemberitahuan mengenai hal-hal baru yang perlu diketahui bagi para santri baru, seperti kami. ......................................................bersambung......................
Santri baru
Waktu sudah menunjukan pukul enam lewat lima belas menit. Semua barang barang yang kuperlukan . Mulai dari yang terkecil hingga yang terpenting. Mmm ………hari ini aku akan berpisah dari teman teman terdekatku. Rasa sedih bingung berkecambuk didalam hatiku.saling berontak dan beradu argument dan berlomba menelurkan idealisme yang membuat otak ku semakin kacau, bingung dengan apa yang akan kujali besok.
Saat ini, sekolahan yang berbasis pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang tepat untuk anak anak zaman sekarang. Karna tidak hanya pelajaran pelajaran umum yang diajarkan disana melainkan, juga diajarkan bagaimana kita bisa memperdalalam pelajaran agama, akhlak, dan juga diajarkan bagaimana kita bersosialisasi dengan masyarakat.
Aku mendengarkan percakapan om khamim dan ibu di ruang tamu. Hatiku resah dan dadaku terasa sempit, sehingga susah tuk bernapas, bukan karena penyakit asma tapi karena aku tidak siap dengan keadanku sekarang. Keadaan yang harus membuatku terpisah dengan orang-orang terdekatdan aku sayangi. Mereka pasti sedang membicarakan tentang pondok pesantren dan sekolah baruku. Om khamim adalah orang yang semasa kecilnya di emban (bahasa jawa) oleh ibuku. Dan beliaulah dalang dari semua rencana ini. Dengan harapan aku bisa menjadi anak yang bukan hanya mengerti ilmu umum saja tapi bisa mengerti lebih jauh tentang ilmu agama. Dan semua ini demi kebaikanku. Dan ini dilakukanya sebagai wujud balas budi pada ibuku. Dan memang hanya om khamim lah yang bisa membantu ibuku karena ayah sudah meninggalkanku sejak aku kelas empat SD. Karna peyakit yang dideritanya. Dan beliaulah yang akan menanggung semua kebutuhan yang aku butuhkan kelak di pondok pesantren itu. Entah aku harus meyalahkan siapa atas keadanku ini.
Saya juga sering mendengar. Banyak anak-anak sekarang kurang akan pendidikan akhlaknya. Ada juga yang tahu tentang akhlak, sopan santun, budipekerti . Tapi mereka belum tentu bisa menerapkan pada prilaku sehari- harinya. Tapi bagi saya, yang penting Reihans sedikit banyak bisa kerasan di situ saya sangat bersukur,’’ suara ibu berat. Dari perkataanya , aku bisa merasakan harapan- harapan yang ibu gantungkan padaku.
Ibu sangat bersykur? Kalimat terakhir yang membuat langkahku semakin yakin, aku harus berusaha karena aku sangat menyayangi ibu. Karna ibu sangat mengharapkanku. Agar aku bisa menjadi panutan adik-adikku. Hanya itu.
‘’Reihans, sudah siap?’’ ibu berdiri di pintu, raut wajahnya kelihatan sedih, melebihi aku.
‘’Kita berangkat sekarang?’’
Aku menganguk lagi, berusaha meyelami kegalauan hati seorang ibu yang sebentar lagi akan di tingalkan anaknya. Aku adalah satu satunya teman yang bisa diajak bercerita tentang hal-hal yang meyangkut adik-adikku, atau hanya sekedar di mintai komentar tentang bagaimana rencana kalau ibu nikah lagi, walau itu hanya bercanda. Bahkan tidak jarang ibu juga mengajakku ke sawah. Karena ibuku seorang petani, tapi petani buruh atau buruh tani.
‘’Bu’’ pangilku pelan. Ibu menoleh.
‘’Mungkin ada hal yang ibu ingin sampaikan pada reihans?’’
Dia tersenyum arif dan mendekatiku. Sambil merangkul pundakku, ia berkata,
‘’Belajar yang rajin. Jaga diri dan kesehatan. Makanya yang teratur. Dan ingat disana jangan nakal apalagi berantem. Jaga diri baik-baik ya…,’’nada suaranya terdengar khawtir, matanya berkaca-kaca. Aku benar benar tak tega melihatnya.
‘’Tenang , Bu! Reihans bisa jaga diri kok. Ibu jangan khawatir. Di sana aku akan baik-baik aja, aku akan belajar disana dengan sungguh-sunguh,’’ujarku sok bijak. ‘’ Suatu hari nanti, reihans akan membuat Ibu dan mendiang Ayah bangga karena telah melahirkan reihans, karena telah mendidik reihans, dan karena telah memberikan yang terbaik untuk reihans. Ibu percaya kan?’’
Ibu mengangguk, sekali lagi memamerkan senyum yang sedikit membuatku tenang. Kami berjalan beriringan,menuju ruang tamu dengan sisa-sisa perasaan sedih yang tidak terbaca oleh siapapun.
Sudah dua jam aku, ibu dan Om khamim, meninggalkan kota lumpia. Aku melihat ibu tamapak murung, apakah beliau tidak ingin berpisah denganku? Apakah beliau sedang membayangkan bagaimana aku bisa melewi hari-hariku di sana?. Aku tahu apa yang ibu rasakan saat itu.
Dan kualihkan pandanganku ke depan kaca mobil om Khamim. Sekilas tampak tulisan di sebuah perbatasan kota.’’SELAMAT DATANG DI KOTA BATIK’’. Saat itu aku jadi teringat bukankah sebentar lagi aku akan sampai di tujuanku. Dan menurut om khamim, kurang lebih tiga puluh menit lagi aku akan sampai ke tempat tujuanku . Dimana aku akan memulai kehidupan baru di situ dan menjadi bagian darinya. Tapi apa yang aku rasakan , aku belum siap untuk melakukan semuaitu. Karena impian yang selama ini aku impikan kini berubah 360 derajat. Aku yang dulu kepingin masuk ke SMK ingin masuk di jurusan Teknik bangunan. Kini aku harus menguburnya dalam-dalam. Karena rencananya aku mau di masukkan ke sekolahan yang berbasis pondok. Dan sekalian aku akan di pondokkan di situ. Sungguh tidak adil bagiku. Tapi apa boleh buat ini semua akan ku lakukan demi ibuku yang selama ini merawatku. Dan aku yakin ini semua demi kebaikanku.
Tak lama kemudian kami pun sampai di tempat yang kami tuju. Dan kami pun turun dari mobil dan bergegas menuju, sebuah rumah yang sangat besar dan di situ banyak anak-anak perempuan yang sebaya denganku. Dengan rajainnya mereka membersihkan halaman rumah yang kami tuju. Kata om khamim mereka adalah santri-santri putri yang nyantri disini. Mereka sedang melaksanakan kegiatan jum’at bersih di romo kyai Ilham.
Rencananya sebelum aku diantarkan ke pondok putra , aku akan di pasrahkan dulu sama Romo yai Ilham yang taklain pengasuh pondok santri putra dan putri itu. Katanya beliau juga ketua yayasan Madrasah aliyah syafi’iyah salafiyah karang asem. Yang masih satu yayasan dengan pondok pesantren yang akan aku tempati.
Setelah , aku di pasrahkan ke romo yai Ilham. Aku diantarkan salah satu santri putra yang sedari tadi sudah di panggil romo yai untuk menemaniku. Aku sedikit tertegun ketika kakiku telah benar-benar menapak di blok H lantai tiga, istanaku yang baru. Hanya ada dua ruangan. Ditemani om khamim dan santri suruhan romo yai. Aku memasuki salah satunya,setelah memberi salam kepada seluruh penghuninya.
‘’Assalamualaikum,’’ suaraku dan om khamim sopan.
‘’Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh,’’jawab semua penghuni.
Aku terpana, dalam hitungan detik tanpa di komando semuanya menghampiri kami. Berebut bersalaman dan mencium tangan om khamim. Beberapa anak ada yang membantu mengangkat koper dan rangsel yang kubawa. Kang Rahmat yang sejak tadi menjadi pemanduku menunjukan semacam almari tempat aku meyimpan baju dan buku. Aku masih shock mengamati ruangan yang lebarnya sama dengan kamarku. Yang biasa aku tempati sendiri , tapi disini di tempati sebanyak lima orang. Di sebelah dinding deretan sisi kanan tertata rapi rak-rak buku dan baju. Eit , tapi apa yang di sebelah kiri rak buku itu. Ya ampun tumpukan baju kotor. Padahal di sebelah sisi kiri atas ada gantun gan baju yang terbuat dari kayu jati. Mengapa mereka tidak menggantungkan baju di situ apa mereka itu jorok. Bagaimana aku bisa leluasa di sini kalo ruangnya sama dengan kandang burung merpati. Di katakan sama dengan kandang burung karena bentuk bangunan asrama kami persis seperti kandang burung merpati.
Ruangan yang satunya berukuran agak lebih kecil sedeikit . Dibandingkan kedua ruangan yang mengapitnya. Yang tak lainsebelah kiri kamarku. Berisi alamari dan sedikit bantal, tikar, serta selimut. Ini yang di sebut kamar pembimbing. Mereka berjumlah tiga orang salah satunya kang rahmat yang sedari tadi memanduku. Mereka adalah pengajar sekaligus teman, dan mereka juga yang akan menegur, memotifasi sekaligus menasihati bila ada salah satu diantara kami yang melakukan kesalahan. Itu yang ku tahu dari kang Rahmat.
‘’Hai kamu Reihan kan?’’
Aku menoleh ,salah satu santri tersenyum lebar mengulurkan tangan. Sejenak aku terdiam ,kemudian aku membalasnya.
“Ya, ”
“Aku Anis , Anis fuadi santri baru juga seperti kamu, aku dari Cirebon!. Kalau kamu dari mana?.”
‘’Aku dari Semarang,’’ jawabku sumringah, menemukan teman baru. Satu permulan yang sangat membantu. ‘’Eh, Anis. Di pondok sini memang ada berapa santri di sini? Kok sepi, pada kemana.’’ Tanyaku agak berbisik.
‘’Banyak, dan Kalau nggak salah jam segini , ada yang masih sekolah, dan juga ada yang masih seaman..’’
‘’Maksudmu, seaman Al qur’an?’’
“Iya. O, ya kita besok daftar sekolah bareng loch? Sama kang Rahmat, beliau yang bertugas mendaftarkan sekolah untuk para santri baru seperti kita.’’
‘’Oh, gitu’’
“Ya sudah kutinggal dulu ya, aku mau turun. Keluargaku menunggu di bawah.’’
Aku mengangguk sambil tersenyum.
Kini , sedikit aku sudah mengerti tentang kehidupan di pesantren. Mungkin baru luarnya saja, bagai mana kehidupan di pesantren semestinya. Saatnya aku harus membulatkan tekad. Bertahan sekeras baja, menghadapi segla rintangan dan cobaan yang menghadang.
‘’Ibu, reihan akan tetap di sini untuk menuntut ilmu. Doakan mudah- mudahan reihan dapat ilmu yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat,’’ batinku khusuk ketika satu persatu, dari ibu dan om Khamim memelikku penuh haru.
Aku tetap berdiri di halaman masjid sebelah pondok santri putra, melepas kepulangan orang-orang terkasihku, seiring lambaian tangan ibu, kijang itu pun melesat. Kini , aku benar-benar sendiri.
Santri kesurupan
Pagi mulai bersinar. Bersinar dengan terang tak kalah dengan terangnya baju yang di kenakan para ustadz.
Hari ini hari pertama, dimana semua santri baru, termasuk aku. Semua dikumpulkan di sebuah ruangan, yang letaknya tak jauh dari masjid pondok. Hari ini hari pertama di mana semua santri mengikuti kegiatan pengenalan pondok pesantren. Ya bisa dikatakan semacam ospek. Selama tiga hari mendatang. Dan katanya pengurus tadi kegiatan ini baru di adakan sejak empat tahun dulu. Memang dulu katanya tidak ada kegitan semacam ini. Tapi setelah pesantren ini banyak santri –santri yang juga kuliah. Dan ada beberapa pengurus mengusulkan adanya kegiatan ospek tip tahun sebagai ajang ta’aruf sesama santri baru, ajang peresmian penerimaan santri baru sebagai anggota keluarga pesantren . Dan juga pengenalan pondok pesantren. Setelah dapat persetujuan dari romo kiayi. Akhirnya diperbolehkan untuk mengadakan ospek setiap penerimaan santri baru. Asalkan tidak terlalu yang aneh-aneh. Dalam pelaksanaanya jangan sampai nilai-nilai salaf nya luntur dengan pengaruh luar. Itulah yang aku ketahui dari kang rahmat.
Saat ini aku satu kelompok dengan Anis, dan Hasan dan Khusain dua santri baru yang aku baru kenalan tadi. Karena mereka berdua baru datang hari ini, cukup banyak juga santri baru di sini kurang lebih ada empat puluh lima lebih yang mondok disini. Tapi baru Anis, Hasan, dan Khusain yang aku kenal. Dan saat ini kegitan yang kami ikuti adalah mengenal lebih dekat dengan para pengurus-pengurus pondok , dari ketuanya sampai seksi-seksinya. Dan kami pun di dampingi dua pengurus. Sebagai pendamping santri baru selama kegiatan ospek.
Tak terasa tiga hari sudah berlalu. Dari kegitan pengenalan pondok, para pengurus ,dan ceramah dialog yang menjemukan, terutama bagi para santri baru, termasuk aku. Malam ini malam terakhir kegiatan ospek. Dan setelah kegiatan jamaah isya’ kami pun di suruh istirahat dan segera menuju kamar masing-masing.
Tak lama kemudian semua santri pun mulai berlabuh ke alamnya sendiri-sendiri. Rupanya rasa pegal-pegal yang menempel di tubuh mereka, dapat mengantarkan mereka ke alam mimpinya dengan pelan tapi pasti.
Tapi di sebelah ruangan, yang letaknya tak jauh dari tempat para santri istirahat. Kira-kira berjarak empat kamar dari kamar para santri.
‘’Kita bangunkan sekarang aja’’ usul Kang Shaleh salah satu panitia ospek.
‘’ iya betul, sekarang aja.’’beberapa panitia pun ikut mengiyakan apa yang di sarankan kang Shaleh.
‘’jangan!. Kasihan mereka, mungkin mereka ada yang baru aja mulai tertidur. Lagian sekarang masih jam setengah dua, padahal jadwal kita jam tiga baru mereka akan di bangunkan.’’ saran kang Ridho.
‘’Benar apa yang di sarankan kang Ridho, setidaknya kita tidak mengganggu istirahat mereka.kasihan mereka , setidanya mereka bisa menghilangkan rasa lelah mereka. Walaupun kita juga lelah.’’ Terang kang Rahmat , mencoba menengahi.
‘’Dan sambil menunggu sampai jam tiga, gimana kalau kita main catur aja.’’ Saran kang Ari yang hobi akan catur.
‘’Ok,’’ jawab semua penghuni kamar itu, secara bersamaan.
Malam pun mulai beranjak , seiring jalanya kuda yang jalanya hanya bisa memakai lintasan L. dan sang patih yang selalu setia melindungi sang raja.tak terasa jam dinding pun mulai menunjukan pukul setengah tiga pagi. Dan para panitia pun mulai bersiap-siap membangunkan para santri ,
‘’Bangun-bangun, sudah pagi. Ayo bangun-bangun ‘’ sayup-sayup terdengar olehku suara para panitia membangunkan para santri. Dengan iringan gedoran pintu kamar.
Aku pun segera bangun dari tidurku, dan mencoba membangunkan temannku sebelum para panitia itu sampai ke tempat kamar kami.
‘’Hei bangun –bangun. ‘’ dan aku pun berhasil membangunkan teman-teman ku sebelum panitia itu menggedor-gedor pintu kamar kami.
‘’Apa semua yang ada dikamar ini sudah bangun semua.?’’ Tanya salah satu panitia kepadaku.
‘’Sudah’’ balasku singkat.
‘’Kalau begitu, kalian segera berkumpul dengan yang lainya di lapangan depan masjid.’’ Kata panitia yang satunya sambil berlalu meninggalkan kami.
‘’Emang ada apa sich, ? kok kita dibangunkan pagi-pagi kayak gini.’’ Tanya Anis padaku
‘’Gak tahu.’’ Balasku sambil mengangkat kedua tanganku.
‘’Masak kamu gak ngerti. Kira-kira ada apa ya.?’’
‘’O ya, aku ngerti. Mungkin akan ada gojlokan.’’ Jawab Hasan yang sedari tadi masih kelihatan ngantuk.
‘’Mang di pramuka.? ‘’
“ Ya bisa aja kan.’’
‘’Sudah-sudah . mungkin yang dibilang Hasan benar juga. Mendingan kita segera berkumpul ke lapangan’’ kata ku sambil menarik tangan Anis.
Dan kami pun pergi menuju lapangan dimana semua santri-santri baru pada kumpul. Kami pun segera membuat lingkaran sebagaimana yang di perintahkan para panitia.
Welcome to the prisoner of as salaf
Aku masih termenung, duduk di depan almariku, sambil berpangku tangan. Pikiranku melayang entah kemana. Aku bingus harus berbuat apa. Sejak kakiku menginjakkan di pesantren ini. Aku merasakan sesuatu yang aneh dalam diriku entah perasaan apa ini aku tidak tahu. Aku merasa seperti napi yang berada dalam pengasingan di dalam penjara. Ya ini memang penjara bagiku.
“Hai kok murung?’’
Aku pura-pura tersenyum, coba mengisyaratkan kalau semua baik-baik saja.
‘’Kenalkan, aku Arif anak dari tegal,’’ dia mengulurkan tangan sambil tersenyum. ‘’ Kamu sedih nya aku juga seperti itu dulu.’’
Aku membalasnya, ‘’Reihan hadiansyah dari semarang.’’
‘’Kamu dah kenal sumua sama anak-anak yang tinggal di sini’’
‘’Belum,’’
‘’Tunggu sebentar!’’ dia berdiri dan beranjak menuju samping kamar. Kemudian duduk lagi sambil membawa teman-teman nya dan siap mengenalkan padaku.
‘’Maaf yang lainya masih pada sekolah, jadi aku hanya bisa bawa tiga teman baru untukmu .’’
“Kenalkan , aku Sadam ,aku Shoim dan aku Pi’I atau syafi’I”
Merekapun bergantian bersalaman denganku. ‘’Sekarang dah rame jangan murung laginya. Disinitu kamu bisa punya banyak temen dari berbagai kota.’’ Bujuknya padaku.
‘’Ya,’’ jawabku singkat. Akupun pura-pura tersenyum pada mereka. ‘’Walaupun banyak temen disini bagiku ini tempat pengasingan bagiku.’’ Desah ku dalam hati.
‘’Reihan’’
‘’Oh. Iya ,’’aku tersentak
‘’Kok bengong sih? Sudah tahu jadwalnya belum?’’ Tanya shoim padaku.
Aku menggeleng.
‘’Kalau begitu , nanti kamu fotokopi aja.’’
‘’Iya betul.’’ Sadam dan pi’I pun ikut menyarankanku.
‘’Iya. terima kasih,’’ jawabku kemudian.
Di ponpes Al Faddl itu kegiatan tiap malamnya, yaitu setelah shalat maghrib semaan bersama, di teruskan setoran, setoran bagi para santri. Dan setoran ini diwajibkan bagi semua santri. Walupun hanya bisa meyetorkan satu surat saja. Dan bagi para santri baru, nanti akan di kasih pemberitahuan sama kang Rahmat selaku pengurus para santri.
Malam ini setelah shalat magrib. Kegiatan pertama yang aku ikuti adalah semaan. Seluruh santri putra pondok pesantren Al faddl sudah pada kumpul di teras masjid pondok. Kang Rahmat yang ternyata adalah pembimbing para santri, duduk bersama dan segera memulainya. Dan aku pun hanya diam dan mengikuti apa yang mereka kerjakan.
Setelah semua para santri selesai setoranya terkecualai, Aku, Anis dan dan Arif pada pergi meninggalkan serambi masjid Al Ikhsan. Karena untuk melaksanakan jam wajib belajar, kang Rahmat pun meyuruh kami bertiga, untuk mendekatinya karena ada pemberitahuan mengenai hal-hal baru yang perlu diketahui bagi para santri baru, seperti kami. ......................................................bersambung......................
Senin, 28 September 2009
tafsir ayat kursi
Ayat al-Kursi adalah ayat yang paling agung dalam al-Qur'an. Sekian
banyak riwayat yang bersumber dari Rasul dan sahabat-sahabat beliau yang
menginformasikan hakekat ini. Antara lain dari seorang sahabat Nabi yang
bernama Ubaiy bin Ka'ab yang menceritakan bahwa Nabi saw pernah bertanya
kepadanya:
"Ayat apakah dalam Al-Qur'an yang paling agung?"
"Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu" (ini diulang-ulang oleh Ubaiy),
kemudian ia berkata ayat al-Kursi. Rasul saw, membenarkan Ubaiy
(Diriwayatkan oleh Muslim)
Ubaiy juga menguraikan dalam kesempatan lain, bahwa ia pernah bertemu
dengan jin dan bertanya kepadanya, apakah bacaan yang dapat menjauhkan
manusia dari gangguan jin, sang jin menjawab, "Ayat al-Kursi". Ketika
informasi ini dismapaikan Ubaiy kepada Rasul, beliau menjawab, "benar
(informasi) si jahat itu". (Diriwayatkan oleh al-Hakim)
Kasus yang mirip dialamai oleh sahabat Nabi yang lain yaitu
Abu Hurairah, ketika diperintahkan Nabi saw. menjaga kurma
sedekah.
Ayat al-Kursi dinamai juga ayatul hifz (ayat pemelihara),
karena pembaca yang menghayati maknanya dapat memperoleh
perlindungan Allah swt......
Dalam konteks ini paling tidak ada dua hal yang dapat
dikemukakan.
Pertama, ayat ini berbicara tentang Allah swt. dan sifat-sifat-Nya.
Kandungan uraiannya saja sudah cukup menjadikan ayat ini ayat yang
agung. Apalagi ayat al-Kursi merupakan satu-satunya ayat yang
dalam redaksinya ditemukan tujuh belas kali kata yang menunjuk
kepada Allah swt. Enam belas diantaranya terbaca dengan jelas dan
satu tersirat. Perhatikanlah terjemahan di bawah ini:
"Allah (1) Tidak ada Tuhan yang berhak disembah
melainkan Dia (2) Yang Maha Hidup (3) Kekal, (Tuhan)
Tuhan yang terus menerus mengurus (4) (makhluk-Nya).
Dia (5) tidak mengantuk dan tidak tidur.
Kepunyaan-Nya (6) apa yang ada di langit dan apa yang
ada di bumi; Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi
Allah (7) tanpa izin-Nya (8). Allah (9) mengetahui
apa-apa yang dihadapan mereka dan dibelakang mereka,
dan mereka tidak mengetahui sesuatu dari ilmu Allah
(10), melainkan apa yang dikehendaki-nya (11).
Kursi (pengetahuan/kekuasaan)-Nya (12) meliputi
langit dan bumi. Allah (13) tidak merasa berat
memelihara keduanya dan Allah (14) Maha Tinggi (15)
lagi Maha Besar (16)
Yang menunjuk kepada Allah tetapi tersirat adalah
kalimat "hifzuhumaa, karena patron kata semacam ini
menyiratkan kalimat "laa yauuduhu an yahfazahumaa huwa"
(tidak lelah Dia memelihara keduanya), sehingga
kata "Dia" yang nampak dalam terjemahan di atas,
pada hakekatnya tersirat dalam redaksi "Hifzuhumaa".
Ayat al-Kursi--demikian pula al-Mu'awwizatain dipilih
untuk dibaca-- baik dalam konteks tahlil, maupun bukan,
karena ayat-ayat tersebut mengandung makna perlindungan,
serta kewajaran Allah untuk dimohonkan kepada-Nya
perlindungan, baik bagi yang masih hidup maupun yang telah
berpulang.
Hal kedua yang dapat dikemukakan dalam konteks pemahaman
rasional adalah hal yang berkaitan dengan kandungan pesan
ayat ini. Apabila yang membaca ayat al-Kursi menghayati
maknanya dan hadir dalam jiwa dan benaknya kebesaran Allah
yang dilukiskan oleh kandungan ayat ini,
maka pastilah jiwanya akan dipenuhi pula oleh ketenangan....
"Allahu laa ilaaha illa huwa (Allah tiada Tuhan selain Dia).
Allah adalah Tuhan yang menguasai hidup mati makhluk, yang
hanya kepada-Nyasaja tertuju segala pengabdian.....
Boleh jadi ketika itu, terlintas di dalam benak si pembaca,
bisikan Iblis yang berkata bahwa yang dimohonkan pertolongan
dan perlindungannya itu, dahulu pernah ada, tetapi kini telah
"mati", maka penggalan ayat berikutnya, meyakinkannya tentang
kekeliruan dugaan tersebut, yakni dengan sifat "al-Hayyu"
(yang Maha Hidup dengan kehidupan yang kekal).
Boleh jadi Iblis datang lagi dengan membawa keraguan
dengan berkata:"Memang Dia hidup kekal, tetapi Dia tidak
pusing dengan urusan manusia, apalagi si "pemohon".
Kali ini penggalan ayat berikut menampik kebohongan
ini dengan firman-Nya "al-Qayyum" (yang terus menerus
mengurus mahkluk-Nya), dan untuk lebih meyakinkan
dilanjutkannya uraian sifat Allah itu dengan
menyatakan: "laa ta'khuzuhu sinatun wa laa nauwm"
(Dia tidak disentuh oleh kantuk atau tidur) sehingga
Dia terus menerus dalam keadaan jaga dan siaga.
Dengan penjelasan ini hilang keraguan yang dilemparkan iblis itu.
Setelah itu boleh jadi iblis datang lagi dengan
membisikkan bahwa: "Dia tidak kuasa menjangkau tempat
di mana si pemohon berada, atau kalaupun Dia sanggup,
jangan sampai Dia "disogok" oleh yang bermaksud membinasakan
si pemohon, maka untuk menampik bisikan jahat ini, penggalan
ayat berikut tampil dengan gamblang menyatakan
"lahuu maa fis-samawati wa maa fil ardhi (Milik-Nya apa
yang ada di langit dan di bumi serta keduanya berada di
bawah kekuasaan-Nya).
Tidak hanya itu, tetapi ini berlanjut dengan firman-Nya:
"man zallazi yasyfa'u 'indahu illa biiznihii" (Tiada yang
dapat memberi syafaat di sisi Allah kecuali seizin-Nya)
dalam arti tidak ada lagi yang dapat melakukan sesuatu
tanpa izin-Nya. Dia demikian perkasa sehingga berbicara
dihadapan-Nya pun harus setelah memperoleh restu-Nya,
bahkan apa yang disampaikan harus sesuatu yang hak dan
benar. Karena itu jangan menduga akan ada permintaan yang
bertentangan dengan keadilan dan kebenaran.
Kini boleh jadi iblis belum putus asa meragukan pembaca ayat ini.
Ia berkata lagi: "Musuh anda mempunyai rencana yang demikian rinci
sehingga tidak diketahui Tuhan." Lanjutan ayat al-Kursi menampik
bisikan ini : "Ya'lamu maa baina aidiihim wa maaa khalfahum"
(Dia mengetahui apa-apa yang dihadapan mereka dan di belakang
mereka). Yakni Allah mengetahui apa yang mereka lakukan dan
rencanakan baik yang berkaitan dengan masa kini dan datang
maupun masa lampau, dan juga "wa laa yuhbithuuna bisya'i-in
min 'ilmihi illa bimaasyaa-a". (Mereka tidak mengetahui
sedikitpun dari ilmu Tuhan melainkan apa yang dikehendaki
Tuhan untuk mereka ketahui)
Ini berarti bahwa apa yang direncanakan Tuhan tidak dapat mereka
ketahui kecuali apa yang disampaikan Tuhan kepada mereka....
Untuk lebih menyakinkan lagi dinyatakan-Nya: "wasi'a kursiyuhus
samawati wal ardhi (kekuasaan dan ilmu-Nya mencakup langit dan
bumi) bahkan alam raya seluruhnya.
Kini sekali lagi, boleh jadi iblis datang dengan godaan barunya.
"Kalau demikian terlalu luas kekuasaan Tuhan dan terlalu banyak
jangkauan urusan-Nya, Dia pasti letih dan bosan mengurus semua itu".
Penggalan ayat berikut sekaligus penutupnya menampik keraguan ini,
dengan firman-Nya "Laa yauuduhuu hifzuhuma wa huwal 'aliyyul 'azhim"
(Allah tidak merasa berat memelihara keduanya dan Allah Maha Tinggi
lagi Maha Agung).
Demikian ayat al-Kursi menanamkan dalam jiwa pembacanya kebesaran
dan kekuasaan, serta kemampuan Allah swt. memelihara dan melindungi
siapa yang tulus bermohon kepada-Nya.
banyak riwayat yang bersumber dari Rasul dan sahabat-sahabat beliau yang
menginformasikan hakekat ini. Antara lain dari seorang sahabat Nabi yang
bernama Ubaiy bin Ka'ab yang menceritakan bahwa Nabi saw pernah bertanya
kepadanya:
"Ayat apakah dalam Al-Qur'an yang paling agung?"
"Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu" (ini diulang-ulang oleh Ubaiy),
kemudian ia berkata ayat al-Kursi. Rasul saw, membenarkan Ubaiy
(Diriwayatkan oleh Muslim)
Ubaiy juga menguraikan dalam kesempatan lain, bahwa ia pernah bertemu
dengan jin dan bertanya kepadanya, apakah bacaan yang dapat menjauhkan
manusia dari gangguan jin, sang jin menjawab, "Ayat al-Kursi". Ketika
informasi ini dismapaikan Ubaiy kepada Rasul, beliau menjawab, "benar
(informasi) si jahat itu". (Diriwayatkan oleh al-Hakim)
Kasus yang mirip dialamai oleh sahabat Nabi yang lain yaitu
Abu Hurairah, ketika diperintahkan Nabi saw. menjaga kurma
sedekah.
Ayat al-Kursi dinamai juga ayatul hifz (ayat pemelihara),
karena pembaca yang menghayati maknanya dapat memperoleh
perlindungan Allah swt......
Dalam konteks ini paling tidak ada dua hal yang dapat
dikemukakan.
Pertama, ayat ini berbicara tentang Allah swt. dan sifat-sifat-Nya.
Kandungan uraiannya saja sudah cukup menjadikan ayat ini ayat yang
agung. Apalagi ayat al-Kursi merupakan satu-satunya ayat yang
dalam redaksinya ditemukan tujuh belas kali kata yang menunjuk
kepada Allah swt. Enam belas diantaranya terbaca dengan jelas dan
satu tersirat. Perhatikanlah terjemahan di bawah ini:
"Allah (1) Tidak ada Tuhan yang berhak disembah
melainkan Dia (2) Yang Maha Hidup (3) Kekal, (Tuhan)
Tuhan yang terus menerus mengurus (4) (makhluk-Nya).
Dia (5) tidak mengantuk dan tidak tidur.
Kepunyaan-Nya (6) apa yang ada di langit dan apa yang
ada di bumi; Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi
Allah (7) tanpa izin-Nya (8). Allah (9) mengetahui
apa-apa yang dihadapan mereka dan dibelakang mereka,
dan mereka tidak mengetahui sesuatu dari ilmu Allah
(10), melainkan apa yang dikehendaki-nya (11).
Kursi (pengetahuan/kekuasaan)-Nya (12) meliputi
langit dan bumi. Allah (13) tidak merasa berat
memelihara keduanya dan Allah (14) Maha Tinggi (15)
lagi Maha Besar (16)
Yang menunjuk kepada Allah tetapi tersirat adalah
kalimat "hifzuhumaa, karena patron kata semacam ini
menyiratkan kalimat "laa yauuduhu an yahfazahumaa huwa"
(tidak lelah Dia memelihara keduanya), sehingga
kata "Dia" yang nampak dalam terjemahan di atas,
pada hakekatnya tersirat dalam redaksi "Hifzuhumaa".
Ayat al-Kursi--demikian pula al-Mu'awwizatain dipilih
untuk dibaca-- baik dalam konteks tahlil, maupun bukan,
karena ayat-ayat tersebut mengandung makna perlindungan,
serta kewajaran Allah untuk dimohonkan kepada-Nya
perlindungan, baik bagi yang masih hidup maupun yang telah
berpulang.
Hal kedua yang dapat dikemukakan dalam konteks pemahaman
rasional adalah hal yang berkaitan dengan kandungan pesan
ayat ini. Apabila yang membaca ayat al-Kursi menghayati
maknanya dan hadir dalam jiwa dan benaknya kebesaran Allah
yang dilukiskan oleh kandungan ayat ini,
maka pastilah jiwanya akan dipenuhi pula oleh ketenangan....
"Allahu laa ilaaha illa huwa (Allah tiada Tuhan selain Dia).
Allah adalah Tuhan yang menguasai hidup mati makhluk, yang
hanya kepada-Nyasaja tertuju segala pengabdian.....
Boleh jadi ketika itu, terlintas di dalam benak si pembaca,
bisikan Iblis yang berkata bahwa yang dimohonkan pertolongan
dan perlindungannya itu, dahulu pernah ada, tetapi kini telah
"mati", maka penggalan ayat berikutnya, meyakinkannya tentang
kekeliruan dugaan tersebut, yakni dengan sifat "al-Hayyu"
(yang Maha Hidup dengan kehidupan yang kekal).
Boleh jadi Iblis datang lagi dengan membawa keraguan
dengan berkata:"Memang Dia hidup kekal, tetapi Dia tidak
pusing dengan urusan manusia, apalagi si "pemohon".
Kali ini penggalan ayat berikut menampik kebohongan
ini dengan firman-Nya "al-Qayyum" (yang terus menerus
mengurus mahkluk-Nya), dan untuk lebih meyakinkan
dilanjutkannya uraian sifat Allah itu dengan
menyatakan: "laa ta'khuzuhu sinatun wa laa nauwm"
(Dia tidak disentuh oleh kantuk atau tidur) sehingga
Dia terus menerus dalam keadaan jaga dan siaga.
Dengan penjelasan ini hilang keraguan yang dilemparkan iblis itu.
Setelah itu boleh jadi iblis datang lagi dengan
membisikkan bahwa: "Dia tidak kuasa menjangkau tempat
di mana si pemohon berada, atau kalaupun Dia sanggup,
jangan sampai Dia "disogok" oleh yang bermaksud membinasakan
si pemohon, maka untuk menampik bisikan jahat ini, penggalan
ayat berikut tampil dengan gamblang menyatakan
"lahuu maa fis-samawati wa maa fil ardhi (Milik-Nya apa
yang ada di langit dan di bumi serta keduanya berada di
bawah kekuasaan-Nya).
Tidak hanya itu, tetapi ini berlanjut dengan firman-Nya:
"man zallazi yasyfa'u 'indahu illa biiznihii" (Tiada yang
dapat memberi syafaat di sisi Allah kecuali seizin-Nya)
dalam arti tidak ada lagi yang dapat melakukan sesuatu
tanpa izin-Nya. Dia demikian perkasa sehingga berbicara
dihadapan-Nya pun harus setelah memperoleh restu-Nya,
bahkan apa yang disampaikan harus sesuatu yang hak dan
benar. Karena itu jangan menduga akan ada permintaan yang
bertentangan dengan keadilan dan kebenaran.
Kini boleh jadi iblis belum putus asa meragukan pembaca ayat ini.
Ia berkata lagi: "Musuh anda mempunyai rencana yang demikian rinci
sehingga tidak diketahui Tuhan." Lanjutan ayat al-Kursi menampik
bisikan ini : "Ya'lamu maa baina aidiihim wa maaa khalfahum"
(Dia mengetahui apa-apa yang dihadapan mereka dan di belakang
mereka). Yakni Allah mengetahui apa yang mereka lakukan dan
rencanakan baik yang berkaitan dengan masa kini dan datang
maupun masa lampau, dan juga "wa laa yuhbithuuna bisya'i-in
min 'ilmihi illa bimaasyaa-a". (Mereka tidak mengetahui
sedikitpun dari ilmu Tuhan melainkan apa yang dikehendaki
Tuhan untuk mereka ketahui)
Ini berarti bahwa apa yang direncanakan Tuhan tidak dapat mereka
ketahui kecuali apa yang disampaikan Tuhan kepada mereka....
Untuk lebih menyakinkan lagi dinyatakan-Nya: "wasi'a kursiyuhus
samawati wal ardhi (kekuasaan dan ilmu-Nya mencakup langit dan
bumi) bahkan alam raya seluruhnya.
Kini sekali lagi, boleh jadi iblis datang dengan godaan barunya.
"Kalau demikian terlalu luas kekuasaan Tuhan dan terlalu banyak
jangkauan urusan-Nya, Dia pasti letih dan bosan mengurus semua itu".
Penggalan ayat berikut sekaligus penutupnya menampik keraguan ini,
dengan firman-Nya "Laa yauuduhuu hifzuhuma wa huwal 'aliyyul 'azhim"
(Allah tidak merasa berat memelihara keduanya dan Allah Maha Tinggi
lagi Maha Agung).
Demikian ayat al-Kursi menanamkan dalam jiwa pembacanya kebesaran
dan kekuasaan, serta kemampuan Allah swt. memelihara dan melindungi
siapa yang tulus bermohon kepada-Nya.
artikel bagus
prof Dr. Imam Suprayogo: Pembelajaran Yang Mencerdaskan dan Mencerahkan
23 Pebruari 2008 - 19:06 | Total Klik: 501 kali
Pada diskusi yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya (FEUB), 23 Februari 2008 di Hotel Klub Bunga, Batu dalam rangka Rapat Koordinasi Semester Genap 2008, Prof. Dr. Imam Suprayogo (Rektor UIN Malang) yang diundang sebagai salah satu pembicara banyak menyoroti masalah kualitas output perguruan tinggi di Indonesia.
Kualitas output di perguruan tinggi sangat dipengaruhi oleh banyak hal, di antaranya adalah dosen. Dosen sebagai guru, memiliki peran yang amat mulia. Beliau menyampaikan bahwa ada empat tugas guru, yaitu (1) Iqra - mengajak membaca, (2) Tazkiyah - mensucikan jiwa raga, (3) Taklim - mengajar, dan (4) Hikmah - arif dan bijaksana. "Siapa saja yang sudah berkomitmen memilih sebagai dosen/guru, jika ingin menghasilkan anak didik yang berkualitas bagus harus mampu melaksanakan keempat tugas tersebut", demikian yang ditegaskannya.
Makalah lengkap yang disampaikan beliau sebagai berikut:
Pendahuluan
Hari Rabu soreæ tanggal 20 Februari 2008, sebagaimana biasa sepulang dari kantor—sekitar jam 15.00, saya tidur sejenak sekitar 30 menit. Begitu bangun tidur saya mendapat telpun dari Mas Gugus Irianto, memberitahu agar saya bersedia mengisi acara pertemuan para dosen Fakultas Ekonomi Unibraw pada hari Sabtu, tanggal 23 Pebruari 2008, bertempat di Klub Bunga Batu. Saya, kata beliau, diminta berbicara tentang pembelajaran yang kreatif, mencerdaskan, dan sekaligus mencerahkan. Sebelum menyatakan sanggup, ketika itu saya tanya dulu, siapa pesertanya. Maka dijawab oleh Mas Gugus, seluruh dosen Fakultas Ekonomi Unibraw yang berjumlah sekitar 140-an orang. Saya kemudian balik bertanya lagi, apakah juga dihadiri oleh para dosen senior, semisal Prof. Dr. Ubud Salim, MA. Dijawab, benar. Tentu saya kaget, bagaimana saya harus berbicara di depan senior saya, yang dari mereka itu saya telah banyak belajar, dan menjadikan mereka sebagai sosok idola yang saya banggakan. Bersyukur, diingatkan oleh Mas Gugus, bahwa kebetulan acara itu sifatnya semacam sharing pengalaman. Maka, setelah ada gambaran seperti itulah, kemudian saya sanggupi permintaan itu.
Saya ini bukan lulusan Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pengajaran. Saya lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga Surabaya. Dulu pernah lulus IAIN Fakultas Tarbiyah, tingkat sarjana muda Jurusan Bahasa Inggris. Lalu menempuh pendidikan dan lulus sarjana lengkap Jurusan Pendidikan Masyarakat. Selama ini, saya tidak pernah mendapat mata kuliah pembelajaran di perguruan tinggi. Tetapi memang saya beruntung, seumur-umur saya menjadi dosen sambil merangkap sebagai pimpinan universitas. Awalnya, pernah menjabat di Universitas Muhammadiyah Malang, pernah menjadi Pembantu Rektor I, selama 13 tahun, yaitu dari tahun 1983 sampai tahun 1996. Kemudian mulai tahun 1997 menjadi pimpinan Fakultas Tarbiyah IAIN Malang sampai sekarang. Lembaga yang saya pimpin ini, namanya sering berubah, dari bernama Fakultas Tarbiyah IAIN Malang, berganti nama menjadi STAIN Malang, kemudian berubah lagi menjadi Universitas Islam Indonesia Sudan (UIIS) yang nama itu diresmikan oleh Wakil Presiden RI dan Wakil Presiden Republik Sudan. Kemudian selanjutnya, peresmian itu dianggap batal dan akhirnya diubah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Saya memimpin kampus ini sejak akhir 1997 hingga saat ini, sudah sekitar 12 tahun berjalan.
Saya mengira-ira, mungkin Mas Gugus Irianto, yang saya yakin telah disetujui oleh Pimpinan Fakultas Ekonomi, meminta saya berbicara di forum yang terhormat tentang sesuatu yang sesungguhnya tidak sesuai dengan bidang ilmu saya ini, mungkin didasari pertimbangan pengalaman yang cukup lama menjadi dosen dan sekaligus mimpin perguruan tinggi –swasta dan negeri— tersebut. Apalagi mungkin dipandang menarik, karena lembaga yang saya pimpin selalu mengalami perubahan-perubahan itu. Sudah barang tentu, karena materi pembicaraan ini bukan hasil penelitian, melainkan sebatas berupa pengalaman, maka apa yang akan saya bicarakan lebih bersifat spekulatif dan bahkan sebatas reflektif belaka. Selama ini, cara berpikir dan bekerja saya, selalu didasarkan atas pengalaman, bacaan dan juga yang tidak kalah pentingnya adalah saya dasarkan atas petunjuk kitab suci, Al Quran yang seringkali saya baca.
Gambaran Kebanyakan Sarjana Saat ini
Informasi tentang banyak sarjana menganggur, sudah semakin tidak mudah terbantahkan. Dulu, sekitar 20 tahun yang lalu, seseorang yang menyandang gelar sarjana dikonotasikan sebagai orang pilihan. Keberadaannya dipandang elite dan dipercaya bisa menyelesaikan berbagai persoalan, setidaknya di bidang keahliannya. Sarjana ketika itu jumlahnya amat terbatas, dan adanya hanya di perkotaan. Gambaran seperti itu sangat betolak belakang dengan keadaan saat ini. Jangankan di perkotaan, di desa pun sarjana sudah semakin banyak jumlahnya dan bahkan sarjana dari berbagai disiplin ilmu. Dan, tidak sedikit yang masih belum mendapatkan lapangan pekerjaan.
Banyaknya para sarjana menganggur ini, saya yakin tidak semata-mata disebabkan oleh jumlah lapangan pekerjaan yang terbatas, melainkan juga dapat diduga karena kualitas sarjana tersebut kurang memadai. Memang sangat ironis dan mengagetkan. Di saat kemajuan ilmu dan teknologi semakin maju, produk pendidikan tinggi belum semaju yang diharapkan. Sarjana menjadi tampak gagap dalam banyak hal. Tidak sebatas gagap terhadap teknologi, melainkan juga gagap terhadap kemajuan lingkungan dan tuntutan masyarakat yang semakin tinggi. Akibatnya, seseorang disebut sebagai sarjana, tetapi masih tersisih dari percaturan dan hiruk pikuk kehidupan masyarakat.
Memang ada sarjana yang berkualitas, sehingga sukses dalam menjalani peran-peran kehidupan di masyarakat sesuai dengan bidang ilmunya. Tetapi keberadaannya belum sebanding dengan jumlah yang sebaliknya, yakni yang berkualitas lembek dan kurang beruntung itu. Semestinya, dengan semakin lengkapnya fasilitas belajar yang disediakan oleh perguruan tinggi dan juga tersedianya dosen yang semakin berkualitas, menghasilkan lulusan yang dapat dibanggakan. Akan tetapi pada kenyataannya –tidak sedikit orang yang mensinyalir— tidak sedikit lulusan perguruan tinggi sekarang jauh lebih rendah dibanding sarjana lulusan 10 atau 20 tahun yang lalu. Pertanyaannya kemudian adalah mengapa fenomena ini bisa terjadi? Apakah gejala itu disebabkan oleh kualitas in put perguruan tinggi semakin rendah, cara mengajar para dosen yang kurang tepat, sarana dan prasarana masih kurang memadai, kultur pendidikan dan pengajaran di kampus-kampus kurang mendukung terhadap tuntutan belajar, budaya, iklim pendidikan yang kurang mendukung proses belajar, atau apa lagi?
Betapapun pendidikan tinggi kita di tanah air ini harus berhasil, dan tidak boleh gagal sedikitpun. Pendidikan tinggi kita harus mampu menyelesaikan persoalan kehidupan ini dan bukan justru ikut andil memperbesar beban masyarakat. Secara sederhana, kampus kita akan dipandang hebat manakala lulusan yang dihasilkan segera mendapatkan pekerjaan, dan bahkan berhasil menciptakan lapangan pekerjaan. Seharusnya kita merasa prihatin jika lulusan perguruan tinggi kita hanya sebatas menambah barisan pengangguran. Oleh karena itu kita seharusnya secara terus menerus mencari strategi untuk meningkatkan kualitas lulusan yang kita hasilkan, baik dari aspek filosofis, pengorganisasian hingga hal yang bersifat teknis tentang pembelajaran yang kita lakukan.
Sejalan dengan fenomena di muka, sekalipun tampak dan dirasakan sederhana, memperbincangkan tentang pendekatan pengajaran yang mencerdaskan dan sekaligus mencerahkan sebagaimana kita lakukan saat ini, adalah memang strategis dan seharusnya selalu dilakukan. Apapun hasilnya, setidak-tidaknya melalui perbincangan ini dapat menggugah kesadaran bersama tentang perlunya dicari secara terus menerus langkah-langkah upaya meningkatkan kualitas pengajaran oleh kita semua, yang sehari-hari bergelut di bidang pengajaran ini. Kita telah terlanjur menjatuhkan pilihan hidup sebagai dosen. Karena itu mesti kita tunaikan dan targetkan untuk menghasilkan produk lulusan yang terbaik. Agama Islam, sebagai agama samawi, memiliki ajaran yang sangat fundamental, yaitu iman, islam dan ihsan. Ihsan adalah ajaran yang mengharuskan kita selalu memilih alternatif yang terbaik. Ajaran ini tentu saja juga harus terejawantah dalam hal kita menunaikan amanah pendidikan. Mendidik dan mengajar adalah tugas kemanusiaan, yang tidak saja berkonsekuensi bagi kehidupan saat ini, melainkan juga kehidupan masa yang akan datang dan selalu menyangkut banyak orang.
Berpikir Positif dan Lebih Produktif
Tatkala dihadapkan oleh kenyataan tentang sisi kurang membanggakannya produk perguruan tinggi, biasanya orang lebih suka membela diri dengan alasan-alasan yang dipandang mampu menyelamatkan diri. Jika lulusan perguruan tinggi masih banyak yang menganggur, maka kemudian berdalih bahwa lulusan perguruan tinggi memang tidak dimaksudkan mengantar lulusan yang siap kerja, melainkan baru siap latih. Alasan lain, bahwa lulusan perguruan tinggi bukan dipersiapkan untuk memasuki lapangan pekerjaan, melainkan untuk mengembangkan akademik. Alasan-alasan lain semacam itu masih cukup banyak, semuanya bersifat subyektif dan pembelaan diri.
Alasan-alasan itu sesungguhnya semakin lama semakin terasa usang dan tidak bisa diterima oleh masyarakat luas. Sebagian besar masyarakat Indonesia, yang dari sisi ekonomi masih seperti yang kita saksikan seperti ini, mengirimkan anak mereka belajar ke perguruan tinggi, tujuan utamanya adalah agar bisa untuk mempersiapkan hidup di kemudian hari lebih baik. Ukuran sukses bagi kebanyakan orang saat ini ialah manakala selesai kuliah dan bergelar sarjana, segera mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sebab, apapun gelarnya jika selesai kuliah masih harus menganggur, maka akan dipandang kurang beruntung dan bahkan kurang bermartabat. Status pengangguran selalu dikonotasikan sebagai kurang berharga di tengah masyarakat.
Logika masyarakat akan mengatakan bahwa sarjana pertanian misalnya, seharusnya mampu mengembangkan hidup melalui ilmu pertaniannya. Sarjana peternakan semestinya menjadi pengusaha peternakan yang sukses. Sarjana agama, semestinya bisa hidup melakukan peran-peran yang terkait dengan kehidupan keagamaan. Begitu pula sarjana ekonomi, yang bersangkutan bisa hidup dan bahkan mampu mengembangkan ekonomi di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat akan berharap dari orang yang telah meraih gelar sarjana menjadi penolong orang yang bukan sarjana, dan bukan sesederhana seperti kenyataan yang ada pada kebanyakan sarjana sekarang ini. Jangankan mereka mampu menolong orang lain, sebatas menolong dirinya sendiri saja belum berhasil. Akhirnya sarjana belum menjadi kekuatan penyelesai masalah, dan yang terjadi, justru menjadi sumber masalah dan bahkan lebih daripada itu, menjadi beban.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, di tengah-tengah kehidupan bangsa Indonesia yang semakin berat seperti saat ini, perlu dilakukan reorientasi secara menyeluruh penyelenggaraan pendidikan tinggi agar kualitas hasil lulusannya meningkat. Menyangkut tentang sarana dan prasarana, kiranya masing-masing perguruan tinggi sudah mampu menyediakannya secara memadai. Perpustakaan, laboratorium dan bahkan tenaga pengajar, perguruan tinggi, lebih-lebih semisal Universitas Brawijaya sudah sangat memadai dan bahkan mungkin berlebih. Untuk memenuhi kebutuhan bahan informasi misalnya, sudah tersedia alat-alat canggih seperti internet, perpustakaan elektronik, jaringan perpustakaan, dan lain-lain. Pada saat ini, tidak ada alasan bagi orang kampus untuk tidak bekerja maksimal, misalnya bahan literatur tidak tersedia. Sebab, untuk mendapatkan bahan kajian dan sarana lainnya pada saat ini sudah terlalu terbuka luas tanpa batas.
Persoalan besarnya adalah, mengapa di tengah-tengah tersedianya sarana dan prasarana pendidikan yang mencukupi, pendidikan yang dijalani selama empat tahun untuk meraih lulus program S1, dua tahun untuk S2, dan bahkan ditambah empat tahun untuk S3, hasilnya terasa kurang membekas. Pengajaran seolah-olah tidak meninggalkan atsar atau bekas. Antara kemampuan akademik yang didapatkan dari mengikuti proses pendidikan dengan harapan yang diinginkan, kadangkala masih terlalu jauh. Tidak jarang seorang dosen, untuk memutuskan, apakah seseorang mahasiswa layak dinyatakan lulus atau harus menempuh tambahan pendidikan lagi, kadangkala terlalu sulit dan sangat dilematis. Jika mereka diluluskan pada kenyataannya masih lemah, tetapi jika tidak diluluskan juga akan seperti apa lagi. Akhirnya, pilihan pada keputusan diluluskan dengan disertai doa semoga mahasiswa ini mendapat berkah dari langit, beruntung.
Suasana dilematis seperti ini hampir dirasakan oleh para dosen penguji ujian akhir sarjana. Memang itulah yang harus dihadapi, seperti tidak ada pilihan lain. Apalagi, mahasiswa yang harus dihadapi oleh dosen, semakin lama semakin meningkat jumlahnya. Kondisi seperti ini juga menjadi persoalan baru dan berat, yang harus dihadapi oleh dosen. Dosen semestinya menghadapi sejumlah mahasiswa yang tidak terlalu besar jumlahnya, tetapi karena keadaan, harus menghadapi puluhan mahasiswa, baik ketika memberi kuliah maupun membimbing. Sementara waktu dan energi dosen betapapun juga terbatas. Dosen tatkala ditugasi membina mata kuliah tertentu, seharusnya mengikuti perkembangan mahasiswa satu demi satu. Akan tetapi karena jumlah mahasiswa sedemikian besar, maka tugas itu tidak mungkin dapat ditunaikan. Jangankan mengikuti perkembangan masing-masing mahasiswa, sebatas mengenali nama masing-masing mahasiswa saja kadang-kadang luput, sampai mahasiswa yang bersangkutan lulus dan meninggalkan kampus.
Pengaruh Budaya Materialisme dan Hedonisme
Pengaruh materialisme dan hedonisme sangat luar biasa dahsyatnya pada segala segi kehidupan, termasuk pada dunia pendidikan tinggi. Tidak semua orang belajar ke perguruan tinggi semata-mata untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, melainkan yang justru diutamakan adalah agar mendapatkan selembar ijazah. Tanda bukti lulus perguruan tinggi itu digunakan untuk mendapatkan kesempatan memasuki posisi-posisi penting yang banyak menghasilkan uang. Celakanya, budaya materialisme dan hedonisme ini, kadangkala mengabaikan etika nilai-nilai objektifitas yang seharusnya dijunjung tinggi.
Budaya materialiasme dan hedonisme juga dibarengi oleh budaya mental nerabas dan serba mencukupkan formalitas. Itulah akibatnya, orang belajar di perguruan tinggi bukan selalu mengejar ilmu, melainkan sebatas mengejar aspek yang bersifat simbolik untuk menerabas agar cepat berhasil meningkatkan pendapatan. Budaya ini sangat mengganggu iklim akademik di perguruan tinggi. Segala sesuatu selalu diukur dengan uang. Dan lebih jauh, hal itu tidak sedikit berpengaruh pada cara berpikir dosen. Mengajar, menguji dan membimbing selalu dikaitkan dengan besarnya imbalan yang akan diterima. Mendatangi kegiatan yang menjanjikan uang, akan dikedepankan dari pekerjaan rutin membimbing mahasiswa yang sesungguhnya lebih bersifat urgen. Apa yang dilakukan oleh staf perguruan tingi itu memang tidak terlalu mudah disalahkan, karena tuntutan keluarga, sosial, dan kehidupan sudah semakin menghimpit mereka.
Fenomena mengedepankan besarnya dana yang akan diperoleh, tidak saja terjadi pada tataran individu melainkan juga lembaga secara keseluruhan. Perguruan tinggi harus menerima mahasiswa sebanyak-banyaknya dengan membuka berbagai jenis dan jalur penerimaan mahasiswa. Sesungguhnya alasan yang paling utama adalah agar berhasil meengumpulkan sejumlah dana untuk memenuhi kebutuhan peningkatan kesejahteraan dosen, selainkan untuk mencukupi kebutuhan perguruan tinggi secara keseluruhan. Akhirnya, yang terjadi di dunia pendidikan tinggi pun layaknya dalam dunia bisnis pada umumnya. Yaitu ada uang maka ada pelayanan dan semakin tinggi harga yang dibayar, maka di sanalah pelayanan terbaik akan diberikan. Semboyan ada uang, maka ada barang, terjadi pula di perguruan tinggi. Pada gilirannya, di kampus-kampus dikenal berbagai jenis pelayanan mahasiswa. Yaitu ada kelas biasa dengan harga rendah, ada kelas khusus dengan biaya khusus dan ada pula kelas eksekutif dengan biaya eksekutif pula.
Lalu, apalagi yang kita pikirkan, di tengah-tengah budaya materialisme dan hedonisme seperti saat ini, tatkala berbicara peningkatan kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran seperti apa yang sesungguhnya akan kita tingkatkan. Sebab, semua aspek kehidupan ini sudah mendasarkan pada tarif. Kualitas apa saja, termasuk kualitas pendidikan selalu tergantung pada besaran tarifnya. Tanpa terkecuali, kualitas pelayanan pendidikan, sebagaimana hukum alam, sudah selalu disejajarkan dengan besarnya biaya yang harus dibayarkan.
Rupanya, dunia materialistik dan hedonistik ini semakin berkonsekuensi pada munculnya budaya transaksional di seluruh lapangan kehidupan, tidak terkecuali di dunia pendidikan. Peningkatan kualitas selalu disejarkan-seiringkan dengan jumlah pembiayaan yang harus dikeluarkan. Rasanya, sulit ditemukan barang murah berkualitas tinggi. Dunia pendidikan pun juga akan menggunakan logika penentuan biaya transportasi umum. Jika kita mau pergi dengan biaya murah, maka harus memilih jenis kereta lamban. Ingin agak cepat, harus naik kereta cepat dan jika berkeinginan lebih cepat dan tidak capek maka harus menggunakan pesawat udara dengan konsekuensi membayar mahal. Dan jika ingin mendapat pelayanan istimewa, maka sekalipun naik pesawat harus membeli tiket eksekutif. Demikian pula pada pelayanan pendidikan. Sekalipun rakyat pada umumnya memprotes dan menjerit hukum ini masih akan berlaku. Karena itu maka pendidikan berkualitas harus mahal. Persoalannya adalah siapa yang harus membayarinya. Kesimpulannya, apapun yang berharga murah, dan apalagi gratis dengan kualitas unggul, tidak pernah ada pada dunia modern yang kompetitif ini.
Peningkatan Kualitas Pengajaran
Jika logika di muka yang akan digunakan, maka peningkatan kualitas pengajaran harus juga diikuti oleh peningkatan besarnya pembiayaan yang seharusnya disediakan. Pembiayaan itu harusnya meliputi seluruh aspek yang terkait dengan pembelajaran itu. Keyakinan bahwa di dunia ini tidak ada barang berkualitas yang berharga murah. Yang ada adalah sebaliknya, barang berkualitas selalu mahal. Maka pendidikan yang berkualitas, pun harus menyesuaikan dengan logika ini. Agar pendidikan berjalan secara kualitatif harus disediakan fasilitas penunjangnya, mulai ruang kuliah yang harus nyaman, peralatan yang mencukupi dan mutakhir, dan bahkan juga gaji para dosennya harus memadai. Tidak akan mungkin pengajaran diharapkan hasilnya berkualitas tinggi, jika tempat duduk mahasiswa dan dosen saja keadaanya seadanya. Tidak akan mungkin kualitas pengajaran berjalan baik jika fasilitas sarana dan prasarana seperti laboratorium dan perpustakaan tidak mencukupi. Dan juga tidak akan mungkin terjadi kualitas tinggi manakala dosennya dibiarkan hidup ala kadarnya, tanpa fasilitas kehidupan yang cukup —seperti menyangkut perumahan, alat transoportasi, biaya rekreasi, tunjangan masa depan dan lain-lain.
Peningkatan kualitas pengajaran, menurut hemat saya bukan sebatas memikirkan mencari metode mengajar yang tepat di kelas. Memang itu penting. Akan tetapi, hidup harus sesuai dengan zamannya. Zaman sekarang adalah hidup serba materi. Menghindar dari tuntutan zaman itu akan berarti tertinggal dengan zaman. Hidup yang tidak sesuai dengan zamannya, maka akan disebut sebagai orang yang ketinggalan zaman. Tidak mungkin seorang dosen ekonomi, pergi ke kampus dengan naik mobil kijang tua. Kalau hal itu terjadi, maka tidak akan mendapat respek dari mahasiswanya yang selalu membawa mobil Camry terbaru ke kampus. Dosen harus sejahtera, dan menjalani hidup sesuai dengan tuntutan zamannya. Mereka harus digembirakan dan ditumbuhkan suasana bangga atas kampusnya. Menggembirakan mereka, tentu dengan cara, satu di antaranya dengan memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan itu, mulai dari studi lanjut bagi yang memerlukan, memenuhi kebutuhan rumah bagi yang belum memilikinya, menyediakan kendaraan bagi yang belum memilikinya, membiayai untuk lakukan kunjungan ke berbagai forum akademik, baik di dalam maupun di luar negeri untuk memperluas wawasan keilmuannya.
Atas dasar pemikiran ini maka sesungguhnya meningkatkan kualitas pendidikan tinggi memang memerlukan biaya sangat mahal. Karena itu pendidikan berkualitas syaratnya harus dengan biaya mahal. Tidak akan mungkin tuntutan pendidikan murah, apalagi gratis akan menghasilkan lulusan berkualitas. Apalagi keadaan ekonomi pemerintah seperti ini, akibatnya belum mampu membiayai pendidikan secara cukup yang seharusnya mahal itu. Perguruan tinggi di tanah air ini, tanpa kecuali di mana-mana selalu mengeluhkan bahwa anggaran belum mencukupi.
Pertanyaannya adalah apakah jika biaya pendidikan tinggi ditingkatkan lalu kualitas lulusan akan meningkat. Jawabnya, akan demikian –meningkat, jika ditunaikan secara konsisten. Para dosen dengan gaji tinggi maka akan bisa dituntut bekerja sepenuhnya. Mereka tidak diperkenankan bekerja sambilan, apalagi seadanya. Mereka yang kurang berkualitas, maka ditingkatkan dengan dikirim ke lembaga pendidikan yang berkualitas untuk meningkatkan kemampuannya, baik di dalam atau di luar negeri. Dengan biaya yang memadai itu, maka semua orientai diarahkan pada kualitas itu. Jika seorang dosen kapasitasnya hanya membimbing dua orang kandidat master dan dua orang kandidat doktor, jangan dibebani lebih dari itu. Beban dosen tidak boleh hanya disesuaikan dengan terbatasnya jumlah biaya yang tersedia. Dengan dana yang cukup, gaji memadai, manakala terdapat dosen yang memiliki integritas rendah, tentu tidak mengapa diberhentikan.
Jika semua ini bisa dilakukan, saya yakin peningkatan kualitas pengajaran juga akan meningkat. Para dosen yang tidak sanggup menjalankan tugas, setelah dilakukan kebijakan berupa perbaikan atas semua hal yang terkait dengan peningkatan proses belajar itu, harus dialihkan atau diberhentikan dan diganti dengan yang memiliki kesanggupan memikul beban yang berorientasi pada kualitas. Inilah sesungguhnya tantangan yang harus dihadapi oleh kita semua tatkala ingin meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran.
Sementara ini yang terjadi adalah, kita selalu menghadapi suasana keterbatasan. Gaji dosen dan fasilitasnya terbatas, fasilitas pendidikan terbatas, perpustakaan terbatas, laboratorium terbatas, tetapi anehnya kita ingin meraih kualitas maksimal. Keinginan itu kemudian menjadi sulit diraih, karena memang tidak sesuai dengan logika manapun. Bahwa sesuatu itu akan diperoleh sesuai dengan kadar usaha kita. Wa an laysa li al-insan illa ma sa a. Akan tetapi, apapun kita tidak boleh lari dari kenyataan dan tidak boleh putus asa. Yang penting adalah bagaimana agar kita bisa keluar dari jeratan belenggu keterbatasan dan kualitas seadanya itu secara bersama-sama. Jika Muhammad Yunus dengan kekuatan yang dimilikinya bisa mengentaskan jutaan orang miskin hingga ia mendapatkan hadiah nobel melalui garmennya dan begitu juga Ahmad Dinejad, Presiden Iran dengan tekadnya berani melawan kebijakan Amerika, maka kiranya kita juga bisa melakukan sesuatu yang berharga untuk bangsa ini, dengan berharap hasil maksimal, yaitu dengan mengemban amanah pendidikan yang semua orang juga memandangnya amat mulia. Caranya, ada niat, tekad, dilakukan secara sungguh-sungguh, sabar, ikhlas dan istiqamah. Wallahu a’lam.
Catatan: Makalah ini juga bisa diakses di http://www.imamsuprayogo.com/viewd_artikel.php?pg=13
23 Pebruari 2008 - 19:06 | Total Klik: 501 kali
Pada diskusi yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya (FEUB), 23 Februari 2008 di Hotel Klub Bunga, Batu dalam rangka Rapat Koordinasi Semester Genap 2008, Prof. Dr. Imam Suprayogo (Rektor UIN Malang) yang diundang sebagai salah satu pembicara banyak menyoroti masalah kualitas output perguruan tinggi di Indonesia.
Kualitas output di perguruan tinggi sangat dipengaruhi oleh banyak hal, di antaranya adalah dosen. Dosen sebagai guru, memiliki peran yang amat mulia. Beliau menyampaikan bahwa ada empat tugas guru, yaitu (1) Iqra - mengajak membaca, (2) Tazkiyah - mensucikan jiwa raga, (3) Taklim - mengajar, dan (4) Hikmah - arif dan bijaksana. "Siapa saja yang sudah berkomitmen memilih sebagai dosen/guru, jika ingin menghasilkan anak didik yang berkualitas bagus harus mampu melaksanakan keempat tugas tersebut", demikian yang ditegaskannya.
Makalah lengkap yang disampaikan beliau sebagai berikut:
Pendahuluan
Hari Rabu soreæ tanggal 20 Februari 2008, sebagaimana biasa sepulang dari kantor—sekitar jam 15.00, saya tidur sejenak sekitar 30 menit. Begitu bangun tidur saya mendapat telpun dari Mas Gugus Irianto, memberitahu agar saya bersedia mengisi acara pertemuan para dosen Fakultas Ekonomi Unibraw pada hari Sabtu, tanggal 23 Pebruari 2008, bertempat di Klub Bunga Batu. Saya, kata beliau, diminta berbicara tentang pembelajaran yang kreatif, mencerdaskan, dan sekaligus mencerahkan. Sebelum menyatakan sanggup, ketika itu saya tanya dulu, siapa pesertanya. Maka dijawab oleh Mas Gugus, seluruh dosen Fakultas Ekonomi Unibraw yang berjumlah sekitar 140-an orang. Saya kemudian balik bertanya lagi, apakah juga dihadiri oleh para dosen senior, semisal Prof. Dr. Ubud Salim, MA. Dijawab, benar. Tentu saya kaget, bagaimana saya harus berbicara di depan senior saya, yang dari mereka itu saya telah banyak belajar, dan menjadikan mereka sebagai sosok idola yang saya banggakan. Bersyukur, diingatkan oleh Mas Gugus, bahwa kebetulan acara itu sifatnya semacam sharing pengalaman. Maka, setelah ada gambaran seperti itulah, kemudian saya sanggupi permintaan itu.
Saya ini bukan lulusan Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pengajaran. Saya lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga Surabaya. Dulu pernah lulus IAIN Fakultas Tarbiyah, tingkat sarjana muda Jurusan Bahasa Inggris. Lalu menempuh pendidikan dan lulus sarjana lengkap Jurusan Pendidikan Masyarakat. Selama ini, saya tidak pernah mendapat mata kuliah pembelajaran di perguruan tinggi. Tetapi memang saya beruntung, seumur-umur saya menjadi dosen sambil merangkap sebagai pimpinan universitas. Awalnya, pernah menjabat di Universitas Muhammadiyah Malang, pernah menjadi Pembantu Rektor I, selama 13 tahun, yaitu dari tahun 1983 sampai tahun 1996. Kemudian mulai tahun 1997 menjadi pimpinan Fakultas Tarbiyah IAIN Malang sampai sekarang. Lembaga yang saya pimpin ini, namanya sering berubah, dari bernama Fakultas Tarbiyah IAIN Malang, berganti nama menjadi STAIN Malang, kemudian berubah lagi menjadi Universitas Islam Indonesia Sudan (UIIS) yang nama itu diresmikan oleh Wakil Presiden RI dan Wakil Presiden Republik Sudan. Kemudian selanjutnya, peresmian itu dianggap batal dan akhirnya diubah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Saya memimpin kampus ini sejak akhir 1997 hingga saat ini, sudah sekitar 12 tahun berjalan.
Saya mengira-ira, mungkin Mas Gugus Irianto, yang saya yakin telah disetujui oleh Pimpinan Fakultas Ekonomi, meminta saya berbicara di forum yang terhormat tentang sesuatu yang sesungguhnya tidak sesuai dengan bidang ilmu saya ini, mungkin didasari pertimbangan pengalaman yang cukup lama menjadi dosen dan sekaligus mimpin perguruan tinggi –swasta dan negeri— tersebut. Apalagi mungkin dipandang menarik, karena lembaga yang saya pimpin selalu mengalami perubahan-perubahan itu. Sudah barang tentu, karena materi pembicaraan ini bukan hasil penelitian, melainkan sebatas berupa pengalaman, maka apa yang akan saya bicarakan lebih bersifat spekulatif dan bahkan sebatas reflektif belaka. Selama ini, cara berpikir dan bekerja saya, selalu didasarkan atas pengalaman, bacaan dan juga yang tidak kalah pentingnya adalah saya dasarkan atas petunjuk kitab suci, Al Quran yang seringkali saya baca.
Gambaran Kebanyakan Sarjana Saat ini
Informasi tentang banyak sarjana menganggur, sudah semakin tidak mudah terbantahkan. Dulu, sekitar 20 tahun yang lalu, seseorang yang menyandang gelar sarjana dikonotasikan sebagai orang pilihan. Keberadaannya dipandang elite dan dipercaya bisa menyelesaikan berbagai persoalan, setidaknya di bidang keahliannya. Sarjana ketika itu jumlahnya amat terbatas, dan adanya hanya di perkotaan. Gambaran seperti itu sangat betolak belakang dengan keadaan saat ini. Jangankan di perkotaan, di desa pun sarjana sudah semakin banyak jumlahnya dan bahkan sarjana dari berbagai disiplin ilmu. Dan, tidak sedikit yang masih belum mendapatkan lapangan pekerjaan.
Banyaknya para sarjana menganggur ini, saya yakin tidak semata-mata disebabkan oleh jumlah lapangan pekerjaan yang terbatas, melainkan juga dapat diduga karena kualitas sarjana tersebut kurang memadai. Memang sangat ironis dan mengagetkan. Di saat kemajuan ilmu dan teknologi semakin maju, produk pendidikan tinggi belum semaju yang diharapkan. Sarjana menjadi tampak gagap dalam banyak hal. Tidak sebatas gagap terhadap teknologi, melainkan juga gagap terhadap kemajuan lingkungan dan tuntutan masyarakat yang semakin tinggi. Akibatnya, seseorang disebut sebagai sarjana, tetapi masih tersisih dari percaturan dan hiruk pikuk kehidupan masyarakat.
Memang ada sarjana yang berkualitas, sehingga sukses dalam menjalani peran-peran kehidupan di masyarakat sesuai dengan bidang ilmunya. Tetapi keberadaannya belum sebanding dengan jumlah yang sebaliknya, yakni yang berkualitas lembek dan kurang beruntung itu. Semestinya, dengan semakin lengkapnya fasilitas belajar yang disediakan oleh perguruan tinggi dan juga tersedianya dosen yang semakin berkualitas, menghasilkan lulusan yang dapat dibanggakan. Akan tetapi pada kenyataannya –tidak sedikit orang yang mensinyalir— tidak sedikit lulusan perguruan tinggi sekarang jauh lebih rendah dibanding sarjana lulusan 10 atau 20 tahun yang lalu. Pertanyaannya kemudian adalah mengapa fenomena ini bisa terjadi? Apakah gejala itu disebabkan oleh kualitas in put perguruan tinggi semakin rendah, cara mengajar para dosen yang kurang tepat, sarana dan prasarana masih kurang memadai, kultur pendidikan dan pengajaran di kampus-kampus kurang mendukung terhadap tuntutan belajar, budaya, iklim pendidikan yang kurang mendukung proses belajar, atau apa lagi?
Betapapun pendidikan tinggi kita di tanah air ini harus berhasil, dan tidak boleh gagal sedikitpun. Pendidikan tinggi kita harus mampu menyelesaikan persoalan kehidupan ini dan bukan justru ikut andil memperbesar beban masyarakat. Secara sederhana, kampus kita akan dipandang hebat manakala lulusan yang dihasilkan segera mendapatkan pekerjaan, dan bahkan berhasil menciptakan lapangan pekerjaan. Seharusnya kita merasa prihatin jika lulusan perguruan tinggi kita hanya sebatas menambah barisan pengangguran. Oleh karena itu kita seharusnya secara terus menerus mencari strategi untuk meningkatkan kualitas lulusan yang kita hasilkan, baik dari aspek filosofis, pengorganisasian hingga hal yang bersifat teknis tentang pembelajaran yang kita lakukan.
Sejalan dengan fenomena di muka, sekalipun tampak dan dirasakan sederhana, memperbincangkan tentang pendekatan pengajaran yang mencerdaskan dan sekaligus mencerahkan sebagaimana kita lakukan saat ini, adalah memang strategis dan seharusnya selalu dilakukan. Apapun hasilnya, setidak-tidaknya melalui perbincangan ini dapat menggugah kesadaran bersama tentang perlunya dicari secara terus menerus langkah-langkah upaya meningkatkan kualitas pengajaran oleh kita semua, yang sehari-hari bergelut di bidang pengajaran ini. Kita telah terlanjur menjatuhkan pilihan hidup sebagai dosen. Karena itu mesti kita tunaikan dan targetkan untuk menghasilkan produk lulusan yang terbaik. Agama Islam, sebagai agama samawi, memiliki ajaran yang sangat fundamental, yaitu iman, islam dan ihsan. Ihsan adalah ajaran yang mengharuskan kita selalu memilih alternatif yang terbaik. Ajaran ini tentu saja juga harus terejawantah dalam hal kita menunaikan amanah pendidikan. Mendidik dan mengajar adalah tugas kemanusiaan, yang tidak saja berkonsekuensi bagi kehidupan saat ini, melainkan juga kehidupan masa yang akan datang dan selalu menyangkut banyak orang.
Berpikir Positif dan Lebih Produktif
Tatkala dihadapkan oleh kenyataan tentang sisi kurang membanggakannya produk perguruan tinggi, biasanya orang lebih suka membela diri dengan alasan-alasan yang dipandang mampu menyelamatkan diri. Jika lulusan perguruan tinggi masih banyak yang menganggur, maka kemudian berdalih bahwa lulusan perguruan tinggi memang tidak dimaksudkan mengantar lulusan yang siap kerja, melainkan baru siap latih. Alasan lain, bahwa lulusan perguruan tinggi bukan dipersiapkan untuk memasuki lapangan pekerjaan, melainkan untuk mengembangkan akademik. Alasan-alasan lain semacam itu masih cukup banyak, semuanya bersifat subyektif dan pembelaan diri.
Alasan-alasan itu sesungguhnya semakin lama semakin terasa usang dan tidak bisa diterima oleh masyarakat luas. Sebagian besar masyarakat Indonesia, yang dari sisi ekonomi masih seperti yang kita saksikan seperti ini, mengirimkan anak mereka belajar ke perguruan tinggi, tujuan utamanya adalah agar bisa untuk mempersiapkan hidup di kemudian hari lebih baik. Ukuran sukses bagi kebanyakan orang saat ini ialah manakala selesai kuliah dan bergelar sarjana, segera mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sebab, apapun gelarnya jika selesai kuliah masih harus menganggur, maka akan dipandang kurang beruntung dan bahkan kurang bermartabat. Status pengangguran selalu dikonotasikan sebagai kurang berharga di tengah masyarakat.
Logika masyarakat akan mengatakan bahwa sarjana pertanian misalnya, seharusnya mampu mengembangkan hidup melalui ilmu pertaniannya. Sarjana peternakan semestinya menjadi pengusaha peternakan yang sukses. Sarjana agama, semestinya bisa hidup melakukan peran-peran yang terkait dengan kehidupan keagamaan. Begitu pula sarjana ekonomi, yang bersangkutan bisa hidup dan bahkan mampu mengembangkan ekonomi di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat akan berharap dari orang yang telah meraih gelar sarjana menjadi penolong orang yang bukan sarjana, dan bukan sesederhana seperti kenyataan yang ada pada kebanyakan sarjana sekarang ini. Jangankan mereka mampu menolong orang lain, sebatas menolong dirinya sendiri saja belum berhasil. Akhirnya sarjana belum menjadi kekuatan penyelesai masalah, dan yang terjadi, justru menjadi sumber masalah dan bahkan lebih daripada itu, menjadi beban.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, di tengah-tengah kehidupan bangsa Indonesia yang semakin berat seperti saat ini, perlu dilakukan reorientasi secara menyeluruh penyelenggaraan pendidikan tinggi agar kualitas hasil lulusannya meningkat. Menyangkut tentang sarana dan prasarana, kiranya masing-masing perguruan tinggi sudah mampu menyediakannya secara memadai. Perpustakaan, laboratorium dan bahkan tenaga pengajar, perguruan tinggi, lebih-lebih semisal Universitas Brawijaya sudah sangat memadai dan bahkan mungkin berlebih. Untuk memenuhi kebutuhan bahan informasi misalnya, sudah tersedia alat-alat canggih seperti internet, perpustakaan elektronik, jaringan perpustakaan, dan lain-lain. Pada saat ini, tidak ada alasan bagi orang kampus untuk tidak bekerja maksimal, misalnya bahan literatur tidak tersedia. Sebab, untuk mendapatkan bahan kajian dan sarana lainnya pada saat ini sudah terlalu terbuka luas tanpa batas.
Persoalan besarnya adalah, mengapa di tengah-tengah tersedianya sarana dan prasarana pendidikan yang mencukupi, pendidikan yang dijalani selama empat tahun untuk meraih lulus program S1, dua tahun untuk S2, dan bahkan ditambah empat tahun untuk S3, hasilnya terasa kurang membekas. Pengajaran seolah-olah tidak meninggalkan atsar atau bekas. Antara kemampuan akademik yang didapatkan dari mengikuti proses pendidikan dengan harapan yang diinginkan, kadangkala masih terlalu jauh. Tidak jarang seorang dosen, untuk memutuskan, apakah seseorang mahasiswa layak dinyatakan lulus atau harus menempuh tambahan pendidikan lagi, kadangkala terlalu sulit dan sangat dilematis. Jika mereka diluluskan pada kenyataannya masih lemah, tetapi jika tidak diluluskan juga akan seperti apa lagi. Akhirnya, pilihan pada keputusan diluluskan dengan disertai doa semoga mahasiswa ini mendapat berkah dari langit, beruntung.
Suasana dilematis seperti ini hampir dirasakan oleh para dosen penguji ujian akhir sarjana. Memang itulah yang harus dihadapi, seperti tidak ada pilihan lain. Apalagi, mahasiswa yang harus dihadapi oleh dosen, semakin lama semakin meningkat jumlahnya. Kondisi seperti ini juga menjadi persoalan baru dan berat, yang harus dihadapi oleh dosen. Dosen semestinya menghadapi sejumlah mahasiswa yang tidak terlalu besar jumlahnya, tetapi karena keadaan, harus menghadapi puluhan mahasiswa, baik ketika memberi kuliah maupun membimbing. Sementara waktu dan energi dosen betapapun juga terbatas. Dosen tatkala ditugasi membina mata kuliah tertentu, seharusnya mengikuti perkembangan mahasiswa satu demi satu. Akan tetapi karena jumlah mahasiswa sedemikian besar, maka tugas itu tidak mungkin dapat ditunaikan. Jangankan mengikuti perkembangan masing-masing mahasiswa, sebatas mengenali nama masing-masing mahasiswa saja kadang-kadang luput, sampai mahasiswa yang bersangkutan lulus dan meninggalkan kampus.
Pengaruh Budaya Materialisme dan Hedonisme
Pengaruh materialisme dan hedonisme sangat luar biasa dahsyatnya pada segala segi kehidupan, termasuk pada dunia pendidikan tinggi. Tidak semua orang belajar ke perguruan tinggi semata-mata untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, melainkan yang justru diutamakan adalah agar mendapatkan selembar ijazah. Tanda bukti lulus perguruan tinggi itu digunakan untuk mendapatkan kesempatan memasuki posisi-posisi penting yang banyak menghasilkan uang. Celakanya, budaya materialisme dan hedonisme ini, kadangkala mengabaikan etika nilai-nilai objektifitas yang seharusnya dijunjung tinggi.
Budaya materialiasme dan hedonisme juga dibarengi oleh budaya mental nerabas dan serba mencukupkan formalitas. Itulah akibatnya, orang belajar di perguruan tinggi bukan selalu mengejar ilmu, melainkan sebatas mengejar aspek yang bersifat simbolik untuk menerabas agar cepat berhasil meningkatkan pendapatan. Budaya ini sangat mengganggu iklim akademik di perguruan tinggi. Segala sesuatu selalu diukur dengan uang. Dan lebih jauh, hal itu tidak sedikit berpengaruh pada cara berpikir dosen. Mengajar, menguji dan membimbing selalu dikaitkan dengan besarnya imbalan yang akan diterima. Mendatangi kegiatan yang menjanjikan uang, akan dikedepankan dari pekerjaan rutin membimbing mahasiswa yang sesungguhnya lebih bersifat urgen. Apa yang dilakukan oleh staf perguruan tingi itu memang tidak terlalu mudah disalahkan, karena tuntutan keluarga, sosial, dan kehidupan sudah semakin menghimpit mereka.
Fenomena mengedepankan besarnya dana yang akan diperoleh, tidak saja terjadi pada tataran individu melainkan juga lembaga secara keseluruhan. Perguruan tinggi harus menerima mahasiswa sebanyak-banyaknya dengan membuka berbagai jenis dan jalur penerimaan mahasiswa. Sesungguhnya alasan yang paling utama adalah agar berhasil meengumpulkan sejumlah dana untuk memenuhi kebutuhan peningkatan kesejahteraan dosen, selainkan untuk mencukupi kebutuhan perguruan tinggi secara keseluruhan. Akhirnya, yang terjadi di dunia pendidikan tinggi pun layaknya dalam dunia bisnis pada umumnya. Yaitu ada uang maka ada pelayanan dan semakin tinggi harga yang dibayar, maka di sanalah pelayanan terbaik akan diberikan. Semboyan ada uang, maka ada barang, terjadi pula di perguruan tinggi. Pada gilirannya, di kampus-kampus dikenal berbagai jenis pelayanan mahasiswa. Yaitu ada kelas biasa dengan harga rendah, ada kelas khusus dengan biaya khusus dan ada pula kelas eksekutif dengan biaya eksekutif pula.
Lalu, apalagi yang kita pikirkan, di tengah-tengah budaya materialisme dan hedonisme seperti saat ini, tatkala berbicara peningkatan kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran seperti apa yang sesungguhnya akan kita tingkatkan. Sebab, semua aspek kehidupan ini sudah mendasarkan pada tarif. Kualitas apa saja, termasuk kualitas pendidikan selalu tergantung pada besaran tarifnya. Tanpa terkecuali, kualitas pelayanan pendidikan, sebagaimana hukum alam, sudah selalu disejajarkan dengan besarnya biaya yang harus dibayarkan.
Rupanya, dunia materialistik dan hedonistik ini semakin berkonsekuensi pada munculnya budaya transaksional di seluruh lapangan kehidupan, tidak terkecuali di dunia pendidikan. Peningkatan kualitas selalu disejarkan-seiringkan dengan jumlah pembiayaan yang harus dikeluarkan. Rasanya, sulit ditemukan barang murah berkualitas tinggi. Dunia pendidikan pun juga akan menggunakan logika penentuan biaya transportasi umum. Jika kita mau pergi dengan biaya murah, maka harus memilih jenis kereta lamban. Ingin agak cepat, harus naik kereta cepat dan jika berkeinginan lebih cepat dan tidak capek maka harus menggunakan pesawat udara dengan konsekuensi membayar mahal. Dan jika ingin mendapat pelayanan istimewa, maka sekalipun naik pesawat harus membeli tiket eksekutif. Demikian pula pada pelayanan pendidikan. Sekalipun rakyat pada umumnya memprotes dan menjerit hukum ini masih akan berlaku. Karena itu maka pendidikan berkualitas harus mahal. Persoalannya adalah siapa yang harus membayarinya. Kesimpulannya, apapun yang berharga murah, dan apalagi gratis dengan kualitas unggul, tidak pernah ada pada dunia modern yang kompetitif ini.
Peningkatan Kualitas Pengajaran
Jika logika di muka yang akan digunakan, maka peningkatan kualitas pengajaran harus juga diikuti oleh peningkatan besarnya pembiayaan yang seharusnya disediakan. Pembiayaan itu harusnya meliputi seluruh aspek yang terkait dengan pembelajaran itu. Keyakinan bahwa di dunia ini tidak ada barang berkualitas yang berharga murah. Yang ada adalah sebaliknya, barang berkualitas selalu mahal. Maka pendidikan yang berkualitas, pun harus menyesuaikan dengan logika ini. Agar pendidikan berjalan secara kualitatif harus disediakan fasilitas penunjangnya, mulai ruang kuliah yang harus nyaman, peralatan yang mencukupi dan mutakhir, dan bahkan juga gaji para dosennya harus memadai. Tidak akan mungkin pengajaran diharapkan hasilnya berkualitas tinggi, jika tempat duduk mahasiswa dan dosen saja keadaanya seadanya. Tidak akan mungkin kualitas pengajaran berjalan baik jika fasilitas sarana dan prasarana seperti laboratorium dan perpustakaan tidak mencukupi. Dan juga tidak akan mungkin terjadi kualitas tinggi manakala dosennya dibiarkan hidup ala kadarnya, tanpa fasilitas kehidupan yang cukup —seperti menyangkut perumahan, alat transoportasi, biaya rekreasi, tunjangan masa depan dan lain-lain.
Peningkatan kualitas pengajaran, menurut hemat saya bukan sebatas memikirkan mencari metode mengajar yang tepat di kelas. Memang itu penting. Akan tetapi, hidup harus sesuai dengan zamannya. Zaman sekarang adalah hidup serba materi. Menghindar dari tuntutan zaman itu akan berarti tertinggal dengan zaman. Hidup yang tidak sesuai dengan zamannya, maka akan disebut sebagai orang yang ketinggalan zaman. Tidak mungkin seorang dosen ekonomi, pergi ke kampus dengan naik mobil kijang tua. Kalau hal itu terjadi, maka tidak akan mendapat respek dari mahasiswanya yang selalu membawa mobil Camry terbaru ke kampus. Dosen harus sejahtera, dan menjalani hidup sesuai dengan tuntutan zamannya. Mereka harus digembirakan dan ditumbuhkan suasana bangga atas kampusnya. Menggembirakan mereka, tentu dengan cara, satu di antaranya dengan memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan itu, mulai dari studi lanjut bagi yang memerlukan, memenuhi kebutuhan rumah bagi yang belum memilikinya, menyediakan kendaraan bagi yang belum memilikinya, membiayai untuk lakukan kunjungan ke berbagai forum akademik, baik di dalam maupun di luar negeri untuk memperluas wawasan keilmuannya.
Atas dasar pemikiran ini maka sesungguhnya meningkatkan kualitas pendidikan tinggi memang memerlukan biaya sangat mahal. Karena itu pendidikan berkualitas syaratnya harus dengan biaya mahal. Tidak akan mungkin tuntutan pendidikan murah, apalagi gratis akan menghasilkan lulusan berkualitas. Apalagi keadaan ekonomi pemerintah seperti ini, akibatnya belum mampu membiayai pendidikan secara cukup yang seharusnya mahal itu. Perguruan tinggi di tanah air ini, tanpa kecuali di mana-mana selalu mengeluhkan bahwa anggaran belum mencukupi.
Pertanyaannya adalah apakah jika biaya pendidikan tinggi ditingkatkan lalu kualitas lulusan akan meningkat. Jawabnya, akan demikian –meningkat, jika ditunaikan secara konsisten. Para dosen dengan gaji tinggi maka akan bisa dituntut bekerja sepenuhnya. Mereka tidak diperkenankan bekerja sambilan, apalagi seadanya. Mereka yang kurang berkualitas, maka ditingkatkan dengan dikirim ke lembaga pendidikan yang berkualitas untuk meningkatkan kemampuannya, baik di dalam atau di luar negeri. Dengan biaya yang memadai itu, maka semua orientai diarahkan pada kualitas itu. Jika seorang dosen kapasitasnya hanya membimbing dua orang kandidat master dan dua orang kandidat doktor, jangan dibebani lebih dari itu. Beban dosen tidak boleh hanya disesuaikan dengan terbatasnya jumlah biaya yang tersedia. Dengan dana yang cukup, gaji memadai, manakala terdapat dosen yang memiliki integritas rendah, tentu tidak mengapa diberhentikan.
Jika semua ini bisa dilakukan, saya yakin peningkatan kualitas pengajaran juga akan meningkat. Para dosen yang tidak sanggup menjalankan tugas, setelah dilakukan kebijakan berupa perbaikan atas semua hal yang terkait dengan peningkatan proses belajar itu, harus dialihkan atau diberhentikan dan diganti dengan yang memiliki kesanggupan memikul beban yang berorientasi pada kualitas. Inilah sesungguhnya tantangan yang harus dihadapi oleh kita semua tatkala ingin meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran.
Sementara ini yang terjadi adalah, kita selalu menghadapi suasana keterbatasan. Gaji dosen dan fasilitasnya terbatas, fasilitas pendidikan terbatas, perpustakaan terbatas, laboratorium terbatas, tetapi anehnya kita ingin meraih kualitas maksimal. Keinginan itu kemudian menjadi sulit diraih, karena memang tidak sesuai dengan logika manapun. Bahwa sesuatu itu akan diperoleh sesuai dengan kadar usaha kita. Wa an laysa li al-insan illa ma sa a. Akan tetapi, apapun kita tidak boleh lari dari kenyataan dan tidak boleh putus asa. Yang penting adalah bagaimana agar kita bisa keluar dari jeratan belenggu keterbatasan dan kualitas seadanya itu secara bersama-sama. Jika Muhammad Yunus dengan kekuatan yang dimilikinya bisa mengentaskan jutaan orang miskin hingga ia mendapatkan hadiah nobel melalui garmennya dan begitu juga Ahmad Dinejad, Presiden Iran dengan tekadnya berani melawan kebijakan Amerika, maka kiranya kita juga bisa melakukan sesuatu yang berharga untuk bangsa ini, dengan berharap hasil maksimal, yaitu dengan mengemban amanah pendidikan yang semua orang juga memandangnya amat mulia. Caranya, ada niat, tekad, dilakukan secara sungguh-sungguh, sabar, ikhlas dan istiqamah. Wallahu a’lam.
Catatan: Makalah ini juga bisa diakses di http://www.imamsuprayogo.com/viewd_artikel.php?pg=13
Kamis, 17 September 2009
SMPAI AKU BELUM MENGERTI
SAMPAI AKU BELUM MENGERTI
Dengan A, B, C, mereka belajar tuk mengeja tulisan -tulisan Mu
Dengan Alief, ba, dan Tsa, mereka belajar tuk mengeja lafad-lafadz Mu
Tapi ……….
Mengapa
Mereka juga belum bisa belajar tuk merasakan
Apa yang orang-orang rasakan.
Buat apa mereka mengeyam pendidikan yang tinggi
Kalau toh mereka belum juga mengerti
Dengan keadaan yang begini
Ketika aku melihat
Aku bingung dengan keadaan semua ini
Sampai aku belum mengerti
Apa yang harus aku jalani
Februari 2009
MUHAMMAD RAIS
Dengan A, B, C, mereka belajar tuk mengeja tulisan -tulisan Mu
Dengan Alief, ba, dan Tsa, mereka belajar tuk mengeja lafad-lafadz Mu
Tapi ……….
Mengapa
Mereka juga belum bisa belajar tuk merasakan
Apa yang orang-orang rasakan.
Buat apa mereka mengeyam pendidikan yang tinggi
Kalau toh mereka belum juga mengerti
Dengan keadaan yang begini
Ketika aku melihat
Aku bingung dengan keadaan semua ini
Sampai aku belum mengerti
Apa yang harus aku jalani
Februari 2009
MUHAMMAD RAIS
SYAIR CINTA
SYAIR CINTA
Wa khaisa laisa kana hu biha
Li ajnabi li ghorinnas
Illa li anty
Wa hadihi dunya laisa kana hu biha
Li ghoiriha illa li anty
Wa badlu hubiha
Liannahu li nafsihi
Wa baggat khayati fi fuadiyan
Wa kahallad sawadal qalbi
La ana baghiyan siwaha
Wa la an hubiha mutarakhiyan
Dan sekiranya takkan pernah ada
Cintaku untuk orang lain
Kecuali untuk mu
Dan didunia ini tak kan pernah ada
Cintaku untuk orang lain
Kecuali untuk mu
Dan kuserahkan cintaku
Sesungguhnya hanya untuk mu
Dan tat kala ku ikutiia tetap jadi pujaanku
Tiada sekali kali ku menginginkan selain dia
Dan tiada pula cintaku mengendur untuk nya
Pekalongan 2008
Penulis
Rais Muhammad.
Penyair dan pemerhati seni dan sastra,lahir di pekalongan 11 April 1989.
Tinggal di mojokerto,jl.kalimaya k-24 Bumi sooko permai 61361.
Puisi -puisiya tersebar di media massa lokal.diataraya majalah al himmah,as syarief
Dan lainya ,yang ada di pekalongan.
Wa khaisa laisa kana hu biha
Li ajnabi li ghorinnas
Illa li anty
Wa hadihi dunya laisa kana hu biha
Li ghoiriha illa li anty
Wa badlu hubiha
Liannahu li nafsihi
Wa baggat khayati fi fuadiyan
Wa kahallad sawadal qalbi
La ana baghiyan siwaha
Wa la an hubiha mutarakhiyan
Dan sekiranya takkan pernah ada
Cintaku untuk orang lain
Kecuali untuk mu
Dan didunia ini tak kan pernah ada
Cintaku untuk orang lain
Kecuali untuk mu
Dan kuserahkan cintaku
Sesungguhnya hanya untuk mu
Dan tat kala ku ikutiia tetap jadi pujaanku
Tiada sekali kali ku menginginkan selain dia
Dan tiada pula cintaku mengendur untuk nya
Pekalongan 2008
Penulis
Rais Muhammad.
Penyair dan pemerhati seni dan sastra,lahir di pekalongan 11 April 1989.
Tinggal di mojokerto,jl.kalimaya k-24 Bumi sooko permai 61361.
Puisi -puisiya tersebar di media massa lokal.diataraya majalah al himmah,as syarief
Dan lainya ,yang ada di pekalongan.
PUISI
GELAP
Malam yang tenggelam
Dalam keheningan
Di selimuti angin yang gemulai
Angin yang membuat langit biru menjadi Hitam mencekam
Angin yang menderu deru
Angin yang setiap waktu menjadi badai
Ya, badai
Badai penghancur
Penghancur hati setiap ingsan
Insan yang terserak bagai daun
Kering yang terombang ambing angin
Berterbangan tiada tujuan bagi mereka Yang tak punya pegangan
Selain iman dan ihsan
Semarang 2008
MUHAMMAD RAIS
Malam yang tenggelam
Dalam keheningan
Di selimuti angin yang gemulai
Angin yang membuat langit biru menjadi Hitam mencekam
Angin yang menderu deru
Angin yang setiap waktu menjadi badai
Ya, badai
Badai penghancur
Penghancur hati setiap ingsan
Insan yang terserak bagai daun
Kering yang terombang ambing angin
Berterbangan tiada tujuan bagi mereka Yang tak punya pegangan
Selain iman dan ihsan
Semarang 2008
MUHAMMAD RAIS
puisi
SENYAP
Kini aku sendiri
Menatap dewi seri yang berseri
Seakan memanja kepadaku
Yang bersedih
Perlahan ku tutup mata
Ku ucapkan doa
Tak terasa air mata mengalir
Di pipiku,
Menangis........
Terisak tiada berguna
Andai waktu bisa di ulang
Akan ku ubaah diriku yang hina ini
Tapi sayang smua tak kembali
Hanya sepi...
Sunyi,
Dan senyap ....senyap tiad aberarti
Jepara 2008
MUHAMMAD RAIS
Kini aku sendiri
Menatap dewi seri yang berseri
Seakan memanja kepadaku
Yang bersedih
Perlahan ku tutup mata
Ku ucapkan doa
Tak terasa air mata mengalir
Di pipiku,
Menangis........
Terisak tiada berguna
Andai waktu bisa di ulang
Akan ku ubaah diriku yang hina ini
Tapi sayang smua tak kembali
Hanya sepi...
Sunyi,
Dan senyap ....senyap tiad aberarti
Jepara 2008
MUHAMMAD RAIS
AKU
AKU
AKU TAK TAHU SIAPA AKU
AKU TAK TAHU APA DUNIAKU
AKU JUGA TAK TAHU DIMANA NEGARAKU
KARNA YANG AKU TAHU
AKU HANYALAH BATU YANG DIAM MEMBISU
TAK TAHU APA YANG AKAN AKU LAKU
PEKALONGAN,17,SEPTEMBER,2009
AKU TAK TAHU SIAPA AKU
AKU TAK TAHU APA DUNIAKU
AKU JUGA TAK TAHU DIMANA NEGARAKU
KARNA YANG AKU TAHU
AKU HANYALAH BATU YANG DIAM MEMBISU
TAK TAHU APA YANG AKAN AKU LAKU
PEKALONGAN,17,SEPTEMBER,2009
SUATU SORE
Suatu sore
Suatu sore
Di sebuah tepi jalan
Di bawah jembatan
Terdengarlah olehku
Suara tangis anak-anak jalanan
Menangis karena kelaparan
Aku bingung dengan keadaan ini
Semakin bertambah tahun
Semakin banyak pula tangisa anak-anak jalanan
Di setiap tepi jalan karna kelaparan
Aku bingung mengapa bangsa ini begitu bangga dengan keadaan seperti ini
Dimana kemiskinan bangsa ini,semakin bertambah.
Anak-anak jalanan kian tahun kian bertambah,
Mau jadikan apa bangsa ini?
Kalau mereka tetap saja duduk santai di sana
Sedangkan rakyat-rakyat kecil semakin menderita karena kelalaian mereka
pekalongan 17, September,2009
Muhammad rois,
Suatu sore
Di sebuah tepi jalan
Di bawah jembatan
Terdengarlah olehku
Suara tangis anak-anak jalanan
Menangis karena kelaparan
Aku bingung dengan keadaan ini
Semakin bertambah tahun
Semakin banyak pula tangisa anak-anak jalanan
Di setiap tepi jalan karna kelaparan
Aku bingung mengapa bangsa ini begitu bangga dengan keadaan seperti ini
Dimana kemiskinan bangsa ini,semakin bertambah.
Anak-anak jalanan kian tahun kian bertambah,
Mau jadikan apa bangsa ini?
Kalau mereka tetap saja duduk santai di sana
Sedangkan rakyat-rakyat kecil semakin menderita karena kelalaian mereka
pekalongan 17, September,2009
Muhammad rois,
Senin, 10 Agustus 2009
sejarah kitab sutasoma di dapat dr blognya pak margani.
Kitab Sutasoma
Kitab
SUTASOMA
Kitab Sutasoma digubah oleh Mpu Tantular dalam bentuk kakawin (syair) pada masa puncak kejayaan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk (1350 – 1389). Kitab yang berupa lembaran-lembaran lontar ini demikian masyhur dalam khazanah sejarah negeri ini karena pada pupuh ke-139 (bait V) terdapat sebaris kalimat yang kemudian disunting oleh para ‘founding fathers’ republik ini untuk dijadikan motto dalam Garuda Pancasila lambang Negara RI. Bait yang memuat kalimat tersebut selengkapnya berbunyi:
Hyāng Buddha tanpāhi Çiva rajādeva
Rwāneka dhātu vinuvus vara Buddha Visvā,
Bhimukti rakva ring apan kenā parvvanosĕn,
Mangka ng Jinatvā kalavan Çivatatva tunggal,
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
Terjemahan bebasnya:
Hyang Buddha tiada berbeda dengan Syiwa Mahadewa
Keduanya itu merupakan sesuatu yang satu
Tiada mungkin memisahkan satu dengan lainnya
Karena hyang agama Buddha dan hyang agama Syiwa sesungguhnya tunggal
Keduanya memang hanya satu, tiada dharma (hukum) yang mendua.
Dengan demikian pernyataan bhinneka tunggal ika tersebut sebenarnya merupakan bagian amat kecil dari buah karya Mpu Tantular. Sebagai bagian yang amat kecil, tak ada yang istimewa pada kata tersebut, apa lagi kemuliaan, bahkan arti harfiahnya pun sangatlah sederhana: berbeda itu satu itu (bhinne = berbeda; ika = itu; tunggal = satu; ika = itu). Lain dari itu, kalimat tersebut pun adalah bagian dari konsep beragama, samasekali jauh hubungannya dengan konsep politik seperti pada pengertian sekarang.
Lebih jauh, kitab itu pun bukanlah kitab keramat atau pantas dikeramatkan. Mpu Tantular tidak memaksudkannya sebagai kitab tempat orang berguru untuk menyelenggarakan pemerintahan di suatu Negara. Kurang-lebihnya ia adalah kitab yang bernuansa Buddha, dan menceritakan sebuah kisah yang diharapkan dapat diteladani oleh umat Buddha. Kisah tersebut adalah mengenai seorang pemuda bernama Raden Sutasoma. Dari nama tokoh utama tersebutlah kitab tersebut mendapatkan judulnya.
Adapun kisah ringkasnya:
Sang Buddha menjelma ke dunia sebagai Raden Sutasoma putra raja Mahaketu dari kerajaan Hastina. Putra raja tersebut sangat alim dan taat menjalankan berbagai perintah agama Buddha, dan selalu belajar untuk memperdalam pengetahuan agamanya. Setelah cukup umur, oleh ayahandanya ia diperintahkan untuk menikah, dan selanjutnya menggantikan kedudukan ayahandanya sebagai raja. Akan tetapi titah ayahandanya ia tolak dengan halus. Ia belum ingin menikah ataupun menduduki singgasana Hastina, karena merasa pengetahuannya tentang agama masih terasa amat kurang.
Guna menghindari desakan lebih jauh dari ayahandanya, pada suatu malam Raden Sutasoma dengan diam-diam pergi meninggalkan istana. Tujuannya adalah ke gunung Himalaya, untuk bertapa sambil belajar agama Buddha pada para pertapa yang ditemuinya di sana. Setelah tiba di tujuan, ia mendapat berita dari seorang pertapa bahwa ada seorang raja bernama Purusaha atau Kalmasa, seorang raja penjelmaan raksasa, suka sekali memakan daging manusia.
Adapun mengapa Purusaha suka memakan daging manusia, ceritanya adalah sebagai berikut:
Suatu ketika juru masak raja tersebut kehabisan akal karena persediaan daging untuk makanan raja habis dimakan anjing. Ia telah berusaha keras mencari gantinya, namun tidak berhasil. Karena sangat takut akan murka sang Purusaha, ia terpaksa mengambil daging orang yang belum lama mati, dan memasaknya untuk baginda.
Tatkala baginda bersantap, ia merasa masakan itu sangat nikmat lebih dari masakan-masakan yang dihidangkan juru masak pada waktu-waktu sebelumnya. Maka ia pun memanggil sang juru masak, dan menanyakan apa sebabnya masakan yang ia santap menjadi selezat itu. Juru masak yang ketakutan akhirnya terpaksa berkata terus-terang tentang daging apa yang telah diolahnya di dapur istana.
Baginda ternyata tidak marah, bahkan memerintahkan untuk memasak daging-daging manusia lainnya, karena ia sangat menyukai daging jenis itu. Bertahun-tahun kebiasaan Purusaha berlangsung, bertahun-tahun pula rakyat baginda bermatian di dapur sang raja untuk memuaskan kerakusannya. Akibatnya penduduk negeri baginda tinggal sedikit karena habis dilalap raja atau mengungsi ke negeri lain yang rajanya tidak doyan makan orang.
Pada waktu Raden Sutasoma bertemu dengan pertapa itu, Purusaha atau Kalmasa sedang sakit, dan tinggal di sebuah hutan sebagai seorang raksasa. Ia berjanji jika sakitnya kelak sembuh, maka ia akan melakukan kurban seratus orang raja untuk dipersembahkan kepada dewa Kala.
Pertapa yang bercerita itu mohon kepada Raden Sutasoma untuk membunuh raksasa tadi. Tetapi Raden Sutasoma menolak permohonan itu.
Maka sang Sutasoma pun pergi dari tempat pertapa itu untuk melanjutkan perjalanan berkelana untuk berguru kepada pertapa-pertapa lain. Dalam perjalanan ini ternyata ia bertemu dengan seorang raksasa berkepala gajah. Raksasa itu mengancam akan membunuh Raden Sutasoma. Tetapi berkat kearifan dan ilmu yang dimilikinya sang pangeran dapat menundukkan raksasa tersebut dan memberinya pelajaran tentang agama Buddha. Setelah itu keduanya lalu melanjutkan perjalanan bersama.
Dalam perjalanan itu berselang beberapa waktu kemudian Raden Sutasoma melihat seekor harimau hendak menerkam anaknya sendiri. Sang pangeran segera mendapatkan harimau tersebut dan menasehati agar sang harimau mengurungkan niatnya. Karena harimau tersebut bersikeras hendak melaksanakan niatnya maka Sutasoma menawarkan dirinya menjadi mangsa sang harimau agar anak harimau tersebut terhindar dari maut. Tawaran tersebut diterima sang harimau, dan ia pun menerkam sang pangeran.
Tewasnya Raden Sutasoma membuat harimau tersebut menyesal dan amat masygul akan tindakannya. Saat itu datanglah dewa Indra ke tempat terjadinya peristiwa itu dan sang pangeran dihidupkan kembali. Harimau lantas menyerahkan diri kepada sang pangeran, bahkan menyatakan diri bersedia menjadi muridnya.
Dari sini Sutasoma melanjutkan perjalanannya kembali dan akhirnya bertapa di gunung Himalaya. Setelah masa bertapa selesai, ia pun kembali ke istana ayahnya di Hastinapura. Belum lama kemudian datanglah ke negeri itu para raksasa pengikut raja Purusada untuk meminta perlindungan. Mereka menghaturkan sembah pada Raden Sutasoma dan menyatakan bahwa mereka baru saja mengalami kekalahan dalam perang melawan raja Dasabahu. Tatkala raja Dasaahu mengetahui bahwa Sutasoma memberikan perlindungan kepada musuh-musuhnya, ia menjadi sangat marah. Tetapi manakala akhirnya ia mengetahui bahwa ia dan keluarga kerajaan Hastina masih memiliki hubungan keluarga, maka kemarahannya pun reda bahkan ia bersedia menikahkan adik perempuannya dengan Raden Sutasoma. Tak lama setelah menikah lalu sang pangeran dinobatkan oleh ayahandanya menjadi raja Hastina. Sejak itu duduklah Raden Sutasoma di atas tahta kerajaan Hastina.
Sementara itu, raja Purusada telah sembuh dari sakitnya. Ia menepati janjinya dengan menangkap seratus orang raja untuk dipersembahkan sebagai kurban kepada dewa Kala. Tetapi dewa Kala menolak persembahan tersebut, dan mengatakan bahwa ia ingin memakan daging Sutasoma raja Hastina. Mendengar itu raja Purusada pun pergi ke Hastina dan menghadap Sutasoma, lalu menceritakan apa yang telah ia lakukan dan apa pula niat dewa Kala. Sutasoma tidak berkeberatan dengan ajukan Purusada untuk menghadap dewa Kala. Kepadanya Sutasoma berkata bahwa ia bersedia menjadi mangsa dewa Kala asalkan ia membebaskan seratus orang raja yang telah diserahkan oleh Purusada padanya dibebaskan.
Mendengar ucapan Sutasoma itu raja Purusada terperanjat. Tak ia sangka Sutasoma demikian rendah hati dan rela menebus segala kejahatan yang ia lakukan. Ia merasa bersalah dan berdosa atas tindakan-tindakannya, lalu bertobat dan sejak itu tidak lagi memakan daging manusia.
Selanjutnya Sutasoma kembali ke kerajaan, dan memerintah Hastina yang menjadi kerajaan aman dan sentosa hingga akhir hayatnya. (MG06/09)
Kitab
SUTASOMA
Kitab Sutasoma digubah oleh Mpu Tantular dalam bentuk kakawin (syair) pada masa puncak kejayaan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk (1350 – 1389). Kitab yang berupa lembaran-lembaran lontar ini demikian masyhur dalam khazanah sejarah negeri ini karena pada pupuh ke-139 (bait V) terdapat sebaris kalimat yang kemudian disunting oleh para ‘founding fathers’ republik ini untuk dijadikan motto dalam Garuda Pancasila lambang Negara RI. Bait yang memuat kalimat tersebut selengkapnya berbunyi:
Hyāng Buddha tanpāhi Çiva rajādeva
Rwāneka dhātu vinuvus vara Buddha Visvā,
Bhimukti rakva ring apan kenā parvvanosĕn,
Mangka ng Jinatvā kalavan Çivatatva tunggal,
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
Terjemahan bebasnya:
Hyang Buddha tiada berbeda dengan Syiwa Mahadewa
Keduanya itu merupakan sesuatu yang satu
Tiada mungkin memisahkan satu dengan lainnya
Karena hyang agama Buddha dan hyang agama Syiwa sesungguhnya tunggal
Keduanya memang hanya satu, tiada dharma (hukum) yang mendua.
Dengan demikian pernyataan bhinneka tunggal ika tersebut sebenarnya merupakan bagian amat kecil dari buah karya Mpu Tantular. Sebagai bagian yang amat kecil, tak ada yang istimewa pada kata tersebut, apa lagi kemuliaan, bahkan arti harfiahnya pun sangatlah sederhana: berbeda itu satu itu (bhinne = berbeda; ika = itu; tunggal = satu; ika = itu). Lain dari itu, kalimat tersebut pun adalah bagian dari konsep beragama, samasekali jauh hubungannya dengan konsep politik seperti pada pengertian sekarang.
Lebih jauh, kitab itu pun bukanlah kitab keramat atau pantas dikeramatkan. Mpu Tantular tidak memaksudkannya sebagai kitab tempat orang berguru untuk menyelenggarakan pemerintahan di suatu Negara. Kurang-lebihnya ia adalah kitab yang bernuansa Buddha, dan menceritakan sebuah kisah yang diharapkan dapat diteladani oleh umat Buddha. Kisah tersebut adalah mengenai seorang pemuda bernama Raden Sutasoma. Dari nama tokoh utama tersebutlah kitab tersebut mendapatkan judulnya.
Adapun kisah ringkasnya:
Sang Buddha menjelma ke dunia sebagai Raden Sutasoma putra raja Mahaketu dari kerajaan Hastina. Putra raja tersebut sangat alim dan taat menjalankan berbagai perintah agama Buddha, dan selalu belajar untuk memperdalam pengetahuan agamanya. Setelah cukup umur, oleh ayahandanya ia diperintahkan untuk menikah, dan selanjutnya menggantikan kedudukan ayahandanya sebagai raja. Akan tetapi titah ayahandanya ia tolak dengan halus. Ia belum ingin menikah ataupun menduduki singgasana Hastina, karena merasa pengetahuannya tentang agama masih terasa amat kurang.
Guna menghindari desakan lebih jauh dari ayahandanya, pada suatu malam Raden Sutasoma dengan diam-diam pergi meninggalkan istana. Tujuannya adalah ke gunung Himalaya, untuk bertapa sambil belajar agama Buddha pada para pertapa yang ditemuinya di sana. Setelah tiba di tujuan, ia mendapat berita dari seorang pertapa bahwa ada seorang raja bernama Purusaha atau Kalmasa, seorang raja penjelmaan raksasa, suka sekali memakan daging manusia.
Adapun mengapa Purusaha suka memakan daging manusia, ceritanya adalah sebagai berikut:
Suatu ketika juru masak raja tersebut kehabisan akal karena persediaan daging untuk makanan raja habis dimakan anjing. Ia telah berusaha keras mencari gantinya, namun tidak berhasil. Karena sangat takut akan murka sang Purusaha, ia terpaksa mengambil daging orang yang belum lama mati, dan memasaknya untuk baginda.
Tatkala baginda bersantap, ia merasa masakan itu sangat nikmat lebih dari masakan-masakan yang dihidangkan juru masak pada waktu-waktu sebelumnya. Maka ia pun memanggil sang juru masak, dan menanyakan apa sebabnya masakan yang ia santap menjadi selezat itu. Juru masak yang ketakutan akhirnya terpaksa berkata terus-terang tentang daging apa yang telah diolahnya di dapur istana.
Baginda ternyata tidak marah, bahkan memerintahkan untuk memasak daging-daging manusia lainnya, karena ia sangat menyukai daging jenis itu. Bertahun-tahun kebiasaan Purusaha berlangsung, bertahun-tahun pula rakyat baginda bermatian di dapur sang raja untuk memuaskan kerakusannya. Akibatnya penduduk negeri baginda tinggal sedikit karena habis dilalap raja atau mengungsi ke negeri lain yang rajanya tidak doyan makan orang.
Pada waktu Raden Sutasoma bertemu dengan pertapa itu, Purusaha atau Kalmasa sedang sakit, dan tinggal di sebuah hutan sebagai seorang raksasa. Ia berjanji jika sakitnya kelak sembuh, maka ia akan melakukan kurban seratus orang raja untuk dipersembahkan kepada dewa Kala.
Pertapa yang bercerita itu mohon kepada Raden Sutasoma untuk membunuh raksasa tadi. Tetapi Raden Sutasoma menolak permohonan itu.
Maka sang Sutasoma pun pergi dari tempat pertapa itu untuk melanjutkan perjalanan berkelana untuk berguru kepada pertapa-pertapa lain. Dalam perjalanan ini ternyata ia bertemu dengan seorang raksasa berkepala gajah. Raksasa itu mengancam akan membunuh Raden Sutasoma. Tetapi berkat kearifan dan ilmu yang dimilikinya sang pangeran dapat menundukkan raksasa tersebut dan memberinya pelajaran tentang agama Buddha. Setelah itu keduanya lalu melanjutkan perjalanan bersama.
Dalam perjalanan itu berselang beberapa waktu kemudian Raden Sutasoma melihat seekor harimau hendak menerkam anaknya sendiri. Sang pangeran segera mendapatkan harimau tersebut dan menasehati agar sang harimau mengurungkan niatnya. Karena harimau tersebut bersikeras hendak melaksanakan niatnya maka Sutasoma menawarkan dirinya menjadi mangsa sang harimau agar anak harimau tersebut terhindar dari maut. Tawaran tersebut diterima sang harimau, dan ia pun menerkam sang pangeran.
Tewasnya Raden Sutasoma membuat harimau tersebut menyesal dan amat masygul akan tindakannya. Saat itu datanglah dewa Indra ke tempat terjadinya peristiwa itu dan sang pangeran dihidupkan kembali. Harimau lantas menyerahkan diri kepada sang pangeran, bahkan menyatakan diri bersedia menjadi muridnya.
Dari sini Sutasoma melanjutkan perjalanannya kembali dan akhirnya bertapa di gunung Himalaya. Setelah masa bertapa selesai, ia pun kembali ke istana ayahnya di Hastinapura. Belum lama kemudian datanglah ke negeri itu para raksasa pengikut raja Purusada untuk meminta perlindungan. Mereka menghaturkan sembah pada Raden Sutasoma dan menyatakan bahwa mereka baru saja mengalami kekalahan dalam perang melawan raja Dasabahu. Tatkala raja Dasaahu mengetahui bahwa Sutasoma memberikan perlindungan kepada musuh-musuhnya, ia menjadi sangat marah. Tetapi manakala akhirnya ia mengetahui bahwa ia dan keluarga kerajaan Hastina masih memiliki hubungan keluarga, maka kemarahannya pun reda bahkan ia bersedia menikahkan adik perempuannya dengan Raden Sutasoma. Tak lama setelah menikah lalu sang pangeran dinobatkan oleh ayahandanya menjadi raja Hastina. Sejak itu duduklah Raden Sutasoma di atas tahta kerajaan Hastina.
Sementara itu, raja Purusada telah sembuh dari sakitnya. Ia menepati janjinya dengan menangkap seratus orang raja untuk dipersembahkan sebagai kurban kepada dewa Kala. Tetapi dewa Kala menolak persembahan tersebut, dan mengatakan bahwa ia ingin memakan daging Sutasoma raja Hastina. Mendengar itu raja Purusada pun pergi ke Hastina dan menghadap Sutasoma, lalu menceritakan apa yang telah ia lakukan dan apa pula niat dewa Kala. Sutasoma tidak berkeberatan dengan ajukan Purusada untuk menghadap dewa Kala. Kepadanya Sutasoma berkata bahwa ia bersedia menjadi mangsa dewa Kala asalkan ia membebaskan seratus orang raja yang telah diserahkan oleh Purusada padanya dibebaskan.
Mendengar ucapan Sutasoma itu raja Purusada terperanjat. Tak ia sangka Sutasoma demikian rendah hati dan rela menebus segala kejahatan yang ia lakukan. Ia merasa bersalah dan berdosa atas tindakan-tindakannya, lalu bertobat dan sejak itu tidak lagi memakan daging manusia.
Selanjutnya Sutasoma kembali ke kerajaan, dan memerintah Hastina yang menjadi kerajaan aman dan sentosa hingga akhir hayatnya. (MG06/09)
Sabtu, 20 Juni 2009
Di bawah temaram sinar bulan
di bawah temram sinar rembulan.
aku mencoba berteman dengan angin malam.
aku melihat segerombolan semut yang saling meyapa
sayu sama lain.sunguh pemandangan yang indah,
mereka berjalan penuh dengan semangat kerjasama
yang dilandasi rasa keiklasan
dengan seiringnya waktu berjalan
terdengar sayup-sayup suara simpvoni malam
yang di buat para serangga penuh dengan cinta
terdengar pula suara burung hantu
yang seolah meramaikan malam
yang semakin larut.
dalam hatiku aku selalu bertanya
bagaimana bisa mereka melakukan semua itu
dengan keiklsan.
andai semua orang bisa ikhlas dan bisa meniru sedikit sifat para serangga
mungkin akan jadi indah seindah malam yang sunyi di bawah temaram sinar bulan
karya,
Muhammad rais
aku mencoba berteman dengan angin malam.
aku melihat segerombolan semut yang saling meyapa
sayu sama lain.sunguh pemandangan yang indah,
mereka berjalan penuh dengan semangat kerjasama
yang dilandasi rasa keiklasan
dengan seiringnya waktu berjalan
terdengar sayup-sayup suara simpvoni malam
yang di buat para serangga penuh dengan cinta
terdengar pula suara burung hantu
yang seolah meramaikan malam
yang semakin larut.
dalam hatiku aku selalu bertanya
bagaimana bisa mereka melakukan semua itu
dengan keiklsan.
andai semua orang bisa ikhlas dan bisa meniru sedikit sifat para serangga
mungkin akan jadi indah seindah malam yang sunyi di bawah temaram sinar bulan
karya,
Muhammad rais
Di bawah kolong langit
di bawah kolang langit
aku terdiam, termenung, dan mencoba berfikir
bagaimana bisa mereka yang dulu bersumpah dan berjanji
dalam sumpah jabatanya
kenapa denan seiringnya waktu berjalan
mereka telah lupa dengan apa yang mereka katakan
padahal mereka tidak buta, tuli, dan mereka juga punya hati.
tapi bagiku mereka buta, buta akan kesengsaraan rakyat.
mereka juga tuli, tuli akan aspirasi rakyat
dan mereka juga tak punya hati.karena mereka tak bisa merasakan kesusahan yang
kami alami.
tapi ......
mereka bisa aja seperti itu.
karena kala hati sudah tertutup semua hanya tampak redup.
karya,
Muhammad rais
aku terdiam, termenung, dan mencoba berfikir
bagaimana bisa mereka yang dulu bersumpah dan berjanji
dalam sumpah jabatanya
kenapa denan seiringnya waktu berjalan
mereka telah lupa dengan apa yang mereka katakan
padahal mereka tidak buta, tuli, dan mereka juga punya hati.
tapi bagiku mereka buta, buta akan kesengsaraan rakyat.
mereka juga tuli, tuli akan aspirasi rakyat
dan mereka juga tak punya hati.karena mereka tak bisa merasakan kesusahan yang
kami alami.
tapi ......
mereka bisa aja seperti itu.
karena kala hati sudah tertutup semua hanya tampak redup.
karya,
Muhammad rais
Kesunyian
jika kesunyian-Mu adalah cinta
maka biarkanlah aku
selalu dalam kesunyian-Mu
aku merasa sepi, hampa, dan kosong
dan rasa hatiku tidak menentu
kadang tenang kadang gelisah
aku bingung....?
harus kemana aku menghilangkan rasa tak menentu ini
selain bermunajat kepadamu
dalam kesunyian tuk meraih cinta-Mu
karya,
Muhammad rais
maka biarkanlah aku
selalu dalam kesunyian-Mu
aku merasa sepi, hampa, dan kosong
dan rasa hatiku tidak menentu
kadang tenang kadang gelisah
aku bingung....?
harus kemana aku menghilangkan rasa tak menentu ini
selain bermunajat kepadamu
dalam kesunyian tuk meraih cinta-Mu
karya,
Muhammad rais
Sabtu, 06 Juni 2009
musisi idolaku

Data Diri Iwan Fals
Nama asli
Virgiawan Listianto
Nama populer
Iwan Fals
Tempat/tanggal lahir
Jakarta, 3 September 1961
Alamat
Jl. Desa Leuwinanggung No. 19
Cimanggis, Bogor Jawa Barat
No. kontak Iwan Fals Management
Telp : 021-8455329 atau 021-8455330, Fax. : 021-8455330
Pendidikan
SMP 5 Bandung, SMAK BPK Bandung,
STP (Sekolah Tinggi Publisistik, sekarang IISIP),
Institut Kesenian Jakarta (IKJ)
Orang tua
Lies (ibu), Haryoso (ayah)
Istri
Rosanna (Mbak Yos)
Anak
Galang Rambu Anarki (almarhum)
Annisa Cikal Rambu Basae
Raya Rambu Rabbani
OPEN HOUSE
Bagi kawan-kawan yang mau bertemu dan berdiskusi dengan Iwan Fals, datang saja ke open house di rumah Iwan Fals di Jl. Desa Leuwinanggung No. 19 Cimanggis, Bogor, Jawa Barat, setiap hari Selasa dan Jumat pukul 15.00 WIB.
Sebelum datang, harus mengkonfirmasikan kedatangan tersebut ke Iwan Fals Management (via Mbak Titin ) di no. telp 021-8455329 atau 021-8455330, Fax. 021-8455330. Hanya yang telah terjadwal yang bisa mengikuti open house.
Pada acara open house tidak diperbolehkan membawa kamera dan meminta tanda tangan. Hal ini karena Iwan meminta agar dia tidak diistimewakan dan dapat berdiskusi secara egaliter. ***
Kamis, 04 Juni 2009
profil Idolaku
Profil Dosen
Nama : Prof. Dr. der Soz Gumilar Rusliwa Somantri
NIP : 131881133
Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan : Sosiologi
Pendidikan : S3
Email : gumilar.r29@ui.ac.id
Status : Aktif
Biografi
Universitas Indonesia
Profil Guru Besar pada Web UI
Guru Besar Departemen Sosiologi FISIP UI ini merupakan pakar di bidang sosiologi Perkotaan. Minat studinya berfokus pada riset-riset perkotaan dan urbanisasi, globalisasi, masalah kemiskinan hingga kajian masyarakat post-kolonial (sociology beyond society). Dilahirkan di Tasikmalaya pada 11 Maret 1963, beliau menyelesaikan pendidikan S1 di Departemen Sosiologi, FISIP-UI, pada Januari 1989, dan meraih gelar Doktor (Doktor der Sozialwissenschaften) di Fakultas Sosiologi, Universitaet Bielefeld, Jerman pada tahun 1995. Selain memiliki reputasi dalam karir intelektual yang impresif, beliau memiliki kemampuan manajerial yang sangat baik terutama dalam beberapa aspek: decisive leadership, entrepreneurial, team building dan reformist) . Pernah menjadi Dekan FISIPUI (dua periode) sepanjang tahun 2002-2007. Pada tahun 2007 beliau terpilih menjadi Rektor UI periode 2007-2012 dalam usia 44 tahun dan mencatat sejarah sebagai Rektor UI termuda. Pengalaman manajerial sebelumnya adalah pernah menjadi Sekretaris Majelis Wali Amanat (2001-2002) dan Wakil Direktur Pusat Studi Jepang UI (1997- 2003). Beliau menjadi steering committee Association of Pacific Rim Universities (APRU), Association of Southeast Asian Institutions of High Learning (ASAIHL), dan Sasakawa Young Leaders Forum (SYLFF). Disamping itu, beliau tercatat sebagai anggota ASEAN University Network (AUN), South East Asia-Taiwan Universities (SATU), ASEAN-European Academic University Network (ASEA Uninet), Federation of Universities of the Universities of the Islamic World (FUIW), Southeast Asian Miniters Education Organization for Tropical Medicine and Public Health (SEAMEO TROPMED), dan Association of Univesities of Asia Pacific (AUAP). Di Indonesia, beliau menjabat sebagai Ketua Umum Paguyuban Rektor Indonesia.
Dalam karir intelektual beliau juga tercatat sebagai Anggota Asosiasi Sosiologi Indonesia, The International Communitarian Society yang berpusat di Amerika, dan International Urban Anthropological Association (IUAS) yang berbasis di Belanda. Dengan latar belakang intelektual dan manajerial tersebut, beliau memiliki pengaruh dan jaringan yang luas dengan berbagai pihak di sektor-sektor industri, partai politik, kalangan intelektual dan pengambil kebijakan. Karya akademik penting yang diangkat dari disertasinya adalah Migration Within Cities (Jakarta, FE-UI Press, 2007) yang merupakan edisi revisi buku Migration Within Cities: A Study of Socioeconomic Processes, Intra-City Migration and Grassroots Politics in Jakarta”, yang diterbitkan Universitaet Bielefeld, 1996. Beliau juga menulis beberapa publikasi yang sebagian besar dilakukan berdasarkan riset lapangan. Diantara karyakarya tersebut antara lain buku Ilmu Sosial di Persimpangan Jalan (Jakarta: FISIP-UI Press, 2006), “Urban Expansion and Sub-urbanization in the Capital Cities: A Comparative Study on Tokyo and Jakarta”, dalam Hiroyoshi Kano Growing Metropolitan Suburbia: A Comparative Sociological Study on Tokyo and Jakarta (2004); “Patterns of Intra-City Migration in Tokyo’s and Jakarta’s Suburban Areas”, dalam Hiroyoshi Kano Growing Metropolitan Suburbia: A Comparative Sociological Study on Tokyo and Jakarta (2004); “Towards Democracy Beyond Societies: A Study of Internet Practices in Indonesian Politics”, dalam Indrajit Banerjee (ed), Rhetoric and Reality: The Internet Challenge for Democracy in Asia (2003); “Building Community in Jakarta”, dalam Naoki Yoshihara dan Raphaela Dwianto (eds), Structures and Changes of Grassroots in Japan and Indonesia (2002); “Looking at the Gigantic Kampung: Urban Hierarchy and General Trends of Intra-City Migration in Jakarta” (2000) “A Study of Socioeconomic and Cultural Changes among Rice Farmers in Indonesia”, dalam Hidetoshi Kato, Seven Farmers in Asia, Comparative Rural Sociology (2000). Prof. Gumilar memiliki pengalaman riset yang panjang dalam bidang yang ditekuninya selama ini. Diantara riset yang melewati kompetisi internasional adalah penelitian mengenai “Social Transformation in Village Community using ICT: A Case Study in EPabelan Telecenter, Central Java, Indonesia” (2007) yang mendapatkan hibah dari POSCO TJ Park Foundation, Korea.
Prof. Gumilar pernah menjadi peneliti tamu di beberapa universitas di dunia diantaranya di Universitas Groningen, Belanda (1990), Institute of Southeast Asian Studies, Singapura (1990), Institute of Social Studies, Universitas Tokyo (1998), Universitas Bonn Jerman (1999), Universitas Tohoku, Jepang (2000), Beliau juga kerap diundang sebagai pembicara dalam berbagai forum akademik internasional baik sebagai ilmuwan maupun sebagai Rektor Universitas Indonesia.
Nama : Prof. Dr. der Soz Gumilar Rusliwa Somantri
NIP : 131881133
Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan : Sosiologi
Pendidikan : S3
Email : gumilar.r29@ui.ac.id
Status : Aktif
Biografi
Universitas Indonesia
Profil Guru Besar pada Web UI
Guru Besar Departemen Sosiologi FISIP UI ini merupakan pakar di bidang sosiologi Perkotaan. Minat studinya berfokus pada riset-riset perkotaan dan urbanisasi, globalisasi, masalah kemiskinan hingga kajian masyarakat post-kolonial (sociology beyond society). Dilahirkan di Tasikmalaya pada 11 Maret 1963, beliau menyelesaikan pendidikan S1 di Departemen Sosiologi, FISIP-UI, pada Januari 1989, dan meraih gelar Doktor (Doktor der Sozialwissenschaften) di Fakultas Sosiologi, Universitaet Bielefeld, Jerman pada tahun 1995. Selain memiliki reputasi dalam karir intelektual yang impresif, beliau memiliki kemampuan manajerial yang sangat baik terutama dalam beberapa aspek: decisive leadership, entrepreneurial, team building dan reformist) . Pernah menjadi Dekan FISIPUI (dua periode) sepanjang tahun 2002-2007. Pada tahun 2007 beliau terpilih menjadi Rektor UI periode 2007-2012 dalam usia 44 tahun dan mencatat sejarah sebagai Rektor UI termuda. Pengalaman manajerial sebelumnya adalah pernah menjadi Sekretaris Majelis Wali Amanat (2001-2002) dan Wakil Direktur Pusat Studi Jepang UI (1997- 2003). Beliau menjadi steering committee Association of Pacific Rim Universities (APRU), Association of Southeast Asian Institutions of High Learning (ASAIHL), dan Sasakawa Young Leaders Forum (SYLFF). Disamping itu, beliau tercatat sebagai anggota ASEAN University Network (AUN), South East Asia-Taiwan Universities (SATU), ASEAN-European Academic University Network (ASEA Uninet), Federation of Universities of the Universities of the Islamic World (FUIW), Southeast Asian Miniters Education Organization for Tropical Medicine and Public Health (SEAMEO TROPMED), dan Association of Univesities of Asia Pacific (AUAP). Di Indonesia, beliau menjabat sebagai Ketua Umum Paguyuban Rektor Indonesia.
Dalam karir intelektual beliau juga tercatat sebagai Anggota Asosiasi Sosiologi Indonesia, The International Communitarian Society yang berpusat di Amerika, dan International Urban Anthropological Association (IUAS) yang berbasis di Belanda. Dengan latar belakang intelektual dan manajerial tersebut, beliau memiliki pengaruh dan jaringan yang luas dengan berbagai pihak di sektor-sektor industri, partai politik, kalangan intelektual dan pengambil kebijakan. Karya akademik penting yang diangkat dari disertasinya adalah Migration Within Cities (Jakarta, FE-UI Press, 2007) yang merupakan edisi revisi buku Migration Within Cities: A Study of Socioeconomic Processes, Intra-City Migration and Grassroots Politics in Jakarta”, yang diterbitkan Universitaet Bielefeld, 1996. Beliau juga menulis beberapa publikasi yang sebagian besar dilakukan berdasarkan riset lapangan. Diantara karyakarya tersebut antara lain buku Ilmu Sosial di Persimpangan Jalan (Jakarta: FISIP-UI Press, 2006), “Urban Expansion and Sub-urbanization in the Capital Cities: A Comparative Study on Tokyo and Jakarta”, dalam Hiroyoshi Kano Growing Metropolitan Suburbia: A Comparative Sociological Study on Tokyo and Jakarta (2004); “Patterns of Intra-City Migration in Tokyo’s and Jakarta’s Suburban Areas”, dalam Hiroyoshi Kano Growing Metropolitan Suburbia: A Comparative Sociological Study on Tokyo and Jakarta (2004); “Towards Democracy Beyond Societies: A Study of Internet Practices in Indonesian Politics”, dalam Indrajit Banerjee (ed), Rhetoric and Reality: The Internet Challenge for Democracy in Asia (2003); “Building Community in Jakarta”, dalam Naoki Yoshihara dan Raphaela Dwianto (eds), Structures and Changes of Grassroots in Japan and Indonesia (2002); “Looking at the Gigantic Kampung: Urban Hierarchy and General Trends of Intra-City Migration in Jakarta” (2000) “A Study of Socioeconomic and Cultural Changes among Rice Farmers in Indonesia”, dalam Hidetoshi Kato, Seven Farmers in Asia, Comparative Rural Sociology (2000). Prof. Gumilar memiliki pengalaman riset yang panjang dalam bidang yang ditekuninya selama ini. Diantara riset yang melewati kompetisi internasional adalah penelitian mengenai “Social Transformation in Village Community using ICT: A Case Study in EPabelan Telecenter, Central Java, Indonesia” (2007) yang mendapatkan hibah dari POSCO TJ Park Foundation, Korea.
Prof. Gumilar pernah menjadi peneliti tamu di beberapa universitas di dunia diantaranya di Universitas Groningen, Belanda (1990), Institute of Southeast Asian Studies, Singapura (1990), Institute of Social Studies, Universitas Tokyo (1998), Universitas Bonn Jerman (1999), Universitas Tohoku, Jepang (2000), Beliau juga kerap diundang sebagai pembicara dalam berbagai forum akademik internasional baik sebagai ilmuwan maupun sebagai Rektor Universitas Indonesia.
Sabtu, 30 Mei 2009
data shahruk khan
Name: Shahrukh Khan
Date Of Birth: 2nd of November, 1965
Place of Birth: New Delhi, India
Religion: Islam (Muslim)
Marital Status: Married
Wife: Gauri Chibber/Khan who graduated from Modern school, Barakhamba Road, New Delhi.
Kids: Shahrukh loves kids. He is a proud father of a baby boy
born on the 13th of november, 97 - named Aryan and a baby girl Suhana born on 23rd May 2000.
Father: Taj Khan-Died 1981 with cancer
Father's occupation: Lawyer and freedom fighter
Mother: Died 1991 while Shah Rukh had gone out to get her medicine.
Mother's occupation: Magistrate and social worker
Sister: Shehnaz Lalarukh
Pet : Chewbecca ( a dog)
Address: 603, Amrit Bandra(west), Mumbai 400050, INDIA.
Phone: 91 22 6486116 / 6281413
Email: dreamzandfilms@hotmail.com
Date Of Birth: 2nd of November, 1965
Place of Birth: New Delhi, India
Religion: Islam (Muslim)
Marital Status: Married
Wife: Gauri Chibber/Khan who graduated from Modern school, Barakhamba Road, New Delhi.
Kids: Shahrukh loves kids. He is a proud father of a baby boy
born on the 13th of november, 97 - named Aryan and a baby girl Suhana born on 23rd May 2000.
Father: Taj Khan-Died 1981 with cancer
Father's occupation: Lawyer and freedom fighter
Mother: Died 1991 while Shah Rukh had gone out to get her medicine.
Mother's occupation: Magistrate and social worker
Sister: Shehnaz Lalarukh
Pet : Chewbecca ( a dog)
Address: 603, Amrit Bandra(west), Mumbai 400050, INDIA.
Phone: 91 22 6486116 / 6281413
Email: dreamzandfilms@hotmail.com
artikel dr blog mas mahbub
ROKOK BIKIN SEHAT?
Aku nggak tahu, apakah artikel di bawah ini dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Tapi, kok sangat logis ya? berikut cuplikannya:
Mari Kita Merokok,karena Itu Sehat
Bukan propaganda atau pun bermaksud menyesatkan maupun menentang peringatan pemerintah.
Setiap tahun beribu-ribu dokter medis dan anggota ‘Gerakan Anti-Merokok' mengeluarkan milyaran dolar untuk mengabadikan apa yang tak bisa disangkal lagi, sudah menjadi program rekayasa sosial yang walaupun berhasil, tapi paling menyesatkan dalam sejarah. Dengan dorongan dari beberapa pemerintahan Barat, para pelobi Orwellian ini memburu perokok dengan suatu semangat fanatik yang sepenuhuya mengalihkan kegiatan pelarangan alcohol Amerika, yang berawal tahun 1919 dan berlangsung hingga 1933.
Dewasa ini kita melihat ke belakang tentang pelarangan alcohol oleh Amerika dengan rasa keheranan yang dibenarkan. Benar adanya bahwa suatu bangsa secara kesluruhan membiarkan dirinya sendiri untuk tidak boleh minum segelas bir atau scotch oleh sekelompok kecil orang fanatik penabuh genderang? Memang meyedihkan, hal itu benar, meskipun kurangnya bukti bahwa alkohol itu membahayakan manusia jika tidak dikonsumsi terlalu banyak.
Sayang, keselamatan alkohol tidak menarik perhatian para penabuh genderang. Kendali terhadap orang lain merupakan satu-satunya tujuan yang benar bagi mereka. Orang-orang Amerika terlihat ‘berdosa' gara-gara menikmati beberapa jenis minuman alkohol, dan para militant mengetengahinya dengan nama Tuhan untuk membuat mereka semua merasa tidak senang lagi.
Walaupun tidak ada hubungan langsung antara alkohol dan tembakau, sejarah pelarangan Amerika menjadi penting, sebab sejarah itu membantu kita memahami bagaimana sejumlah kecil pengikut fanatik bisa berhasil mengendalikan perilaku dan kehidupan ribuan juta orang. Dewasa ini hal yang persis sama terjadi terhadap perokok, meskipun saat ini masalahnya lebih berada di tangan para pengikut fanatik pemerintah dan praktisi medis yang acuh ketimbang pengikut fanatik agama yang bertindak sebagai penabuh genderang.
Beberapa pemerintahan tertentu tahu bahwa tindakan-tindakan mereka di masa lalu bertanggungjawab langsung atas penyebab kebanyakan kanker paru-paru dan kulit di dunia sekarang ini. Jadi, mereka bertindak terlalu jauh dalam upayanya membelokkan tanggungjawab dan juga utang finansial mereka, dan sebagai gantinya, mereka menimpakannya terhadap tembakau hidup yang tak berbahaya itu. Sebagaimana akan kita lihat kemudian dalam laporan, tembakau hidup yang sederhana itu belum pernah membahayakan siapapun, dan dalam hal-hal tertentu dapat dibenarkan bahwa tembakau itu dapat memberikan proteksi awal bagi kesehatan.
Tidak semua pemerintah di dunia ini menghadapi masalah yang sama. Jepang dan Yunani mempunyai jumlah perokok dewasa terbanyak di dunia, tetapi mempunyai jumlah terkecil penderita kanker paru-paru. Sebaliknya, Amerika , Australia, Rusia, dan beberapa kepulauan Pasifik Selatan memiliki jumlah terkecil perokok dewasa di dunia, tetapi memiliki jumlah tertinggi penderita kanker paru-paru. Ini adalah petunjuk utama dalam membongkar kebohongan kedokteran barat yang mustahil tapi sudah berakar, bahwa ‘merokok menyebabkan kanker paru-paru.'
Kontak pertama orang Eropa dengan tembakau terjadi tahun 1492 ketika Columbus dan rekan petualangnya, Rodriguo de Jerez, melihat penduduk asli merokok di Kuba. Pada hari itu juga de Jerez pertama kalinya mengisap rokok dan dia sangat merasa relaks, sebagaimana penduduk setempat meyakinkannya. Peristiwa ini menjadi penting, sebab de Rodriguo de Jerez menemukan apa yang yang sudah dikenal orang Kuba dan Amerika selama berabad-abad bahwa merokok cerutu dan sigaret tidak hanya membuat relaks, tapi juga menyembuhkan batuk-batuk dan penyakit-penyakit ringan lainnya. Ketika dia pulang ke negerinya, dengan bangganya de Jerez merokok cerutunya di jalan, dan akibatnya diapun segera ditangkap dan dipenjarakan selama tiga tahun oleh Pengadilan Spanyol yang mengerikan itu. Jadi, de Jerez adalah korban pertama lobi anti-merokok.
Dalam kurun waktu kurang dari setengah abad, merokok menjadi kebiasan yang amat disenangi dan diterima oleh masyarakat di seluruh Eropa. Ribuan ton tembakau diimpor dari berbgai koloni buat memenuhi kebutuhan yang jumlahnya meningkat. Sejumlah penulis memuji tembakau sebagai obat universal untuk penyakit-penyakit manusia. Pada awal abad 20 hampir setiap satu dari dua orang adalah perokok, tetapi jumlah penderita kanker pariu-paru tetap rendah, sehingga hampir dapat diabaikan. Kemudian terjadi sesuatu yang luar biasa pada 16 Juli 1945, sebuah peristiwa perubahan besar yang ahirnya akan menyebabkan banyak pemerintahan Barat untuk mengubah persepsi tentang merokok selamanya, sebagaimana dikemukakan oleh K. Greisen: “Ketika intensitas sinar itu berkurang, saya simpan gelas minum dan langsung melihat ke menara. Saat-saat itulah saya melihat warna biru mengelilingi awan asap. Kemudian, seseorang berteriak agar kami sebaiknya memperhatikan gelombang kejut yang bergerak di atas tanah. Kemunculannya berupa area melingkar yang bersinar terang dekat dengan tanah, yang pelan-pelan menyebar ke arah kami. Warnanya kuning. Permanennya awan asap itu adalah satu hal yang mengejutkan saya. Sesudah ledakan pertama yang cepat itu, bagian bawah awan tersebut terlihat membuat sebuah bentuk yang tetap dan terus tergantung di udara tanpa bergerak. Sementara itu, bagian atasnya terus naik, sehingga sesudah beberapa menit, bagian ini mencapai ketingian lima mil. Lama-lama, bagian atas ini bentuknya berkelok-elok yang disebabkan oleh velositas angin yang berubah-ubah pada ketinggian yang berbeda. Asap itu sudah menembus awan pada saat awal naiknya asap, dan terlihat tidak terpengaruh sama sekali oleh awan itu.”
Peristiwa jelek ini dikenal dengan ‘Trinity Test' (Tes Trinitas), senjaja nuklir pertama yang kotor ini yang diledakkan di atmosfir. Dengan enam kilogram plutonium yang dipadatkan luar biasa oleh lensa-lensa peledak, Trinitas meledak di atas New Mexico dengan kekuatan mendekati 20.000 ton TNT. Dalam hitungan detik saja, milyaran partikel radio aktif yang mematikan itu tersebar di atmosfir sampai ketinggian enam mil, yang dapat disebarkan pesawat-pesawat jet berkecepatan tingi ke mana-mana.
Pemerintah Amerika sudah tahu tentang radiasi ini terlebih dahulu dan sadar betul akn pengaruh lethal terhadap manusia, tetapi dengan naifnya memerintahkan uji coba itu tanpa memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan sama sekali. Di mata hukum, tindakan ini adalah pelanggaran besar yang jelas salah, namun Pemerintah AS tidak peduli. Cepat atau lambat, mereka akan menemukan seorang penjahat lainnya untuk dampak jangka panjang yang akan diderita oleh rakyat Amerika sendiri dan warga negara lainnya di darerah-daerah setempat dan terpencil.
Jika sebutir partikel radio aktif mikroskopis mengenai kulit Anda di pantai, maka Anda akan terkena kanker kulit. Coba saja hisap sebutir partikel kotoran yang sama dengan lethal, maka kematian akibat kanker paru-paru tidak dapat dihindari, jika Anda bukan seorang perokok sigaret yang luar biasa beruntung. Partikel radio aktif mikroskopis padat mengubur dirinya sendiri jauh di dalam jaringan paru-paru, membanjiri persediaan vitamin B 17 yang terbatas dalam tubuh, dan menyebabkan pertambahan sel yang menjadi-jadi serta tidak dapat dikendalikan.
Bagaimana kita bisa sepenuhnya yakin bahwa partikel radio aktif yang turun ke tanah itu benar-benar menyebabkan kanker paru-paru setiap saat seorang subjek secara internal terkontaminasi? Bagi para ilmuan, yang sebaliknya dengan dukun-dukun medis dan para propagandis pemerintah, hal ini bukanlah masalah. Bagi teori apapun yang dapat diterima secara ilmiah, teori itu harus dibuktikan sesuai dengan kaidah-kaidah yang tepat yang secara universal disepakati para ilmuwan. Pertama, subjek tersangka radio aktif harus diisolasikan, kemudian digunakan dalam eksperimen-eksperimen lab yang dikedalikan dengan tepat untuk akhirnya mencapai hasil yang dikalaim, misalnya kanker paru-paru pada mamalia.
Melalui prosedur ini, para ilmuwan sudah mengorbankan puluhan ribu tikus dan wirog selama bertahun-tahun, yang dengan sengaja mendedikasikan paru-paru mereka kepada partikel radio aktif. Hasil-hasil penelitian ilmiah dari berbagai jenis eksperimen yang didokumentasikan ternyata persis sama. Setiap tikus atau wirog dengan setia menderita kanker paru-paru, dan kemudian setiap tikus atau wirog mati. Jadi, teori sudah disesuaikan dengan fakta ilmiah yang kuat dibawah kaidah-kaidah lab yang dikendalikan secara ketat. Subjek tersangka (materi radio aktif) menyebabkan hasil yang diklaim (kangker paru-paru) ketika dihisap oleh mamalia.
Besaran keseluruhan risiko kanker paru-paru terhadap manusia dari sebaran radio aktif di atmosfir tidak dapat terlalu dilebih-lebihkan. Sebelum Rusia, Inggris, dan Amerika mengundangkan uji coba nuklir di atmosfir pada 5 Agustus 1963, lebih dari 4.200 kilogram plutonium sudah disebar ke dalam atmosfir. Karena kita tahu bahwa kurang dari satu microgram (1/1.000.000 gram) plutonium yang terhisap menyebabkan kanker paru-paru pada seorang manusia, maka kita tahu bahwa pemerintah Anda yang baik itu sudah menyebarluaskan 4.200.000.000 (4,2 milyar) dosis lethal ke dalam atmosfir, dengan paruh hidupnya bertahan selama minimal 50.000 tahun. Menakutkan, bukan? Sayang sekali, keadaannya malah memburuk. Plutonium yang disebutkan di atas berada di dalam senjata nuklir sebelum peledakan, tetapi kandungan paling besar partikel rdio aktif berasal dari kotoran atau pasir biasa yang terhisap dari tanah, dan teradiasi saat partikel-partikel itu naik ke atas lewat bola api senjata itu. Partikel-partikel ini membentuk bagian ‘asap' terbanyak yang terlihat pada foto peledakan nuklir manapun. Dalam sebagian besar kasus, beberapa ton materi terhisap dan secara permanen terradiasi dalam persimgahan. Namun demikian, mari kita bersikap konservatif dan mengklaim bahwa hanya 1000 kilogram materi permukaan yang terhisap oleh masing-masing uji coba nuklir.
________________________________________
Sebelum dilarang oleh Rusia, Inggris, dan Amerika, ternyata sudah dilakukan 711 uji coba nuklir di atmosfir yang membentuk 712.000 kilogram partikel raio aktif mikroskopis yang masih harus ditambahkan lagi 4.200 kilogram yang berasal dari senjat-senjata mereka sendiri, maka berat kotornya sekalipun masih pakai perhitungan konservatif mencpai 715.200 kilogram. Tiap kilogram mengandung lebih dari satu juta dosis lethal . Ini berarti bahwa pemerintah Anda telah mengkontaminasikan atmosfir Anda dengan lebih dari 715.000.000.000(715 milyar) dosis, sehingga cukup sebagai penyebab kanker paru-paru dan kulit 117 kali pada setiap laki-laki, perempuan, dan anak di muka bumi ini.
Sebelum Anda bertanya, jawabannya ‘Tidak'. Partikel-partikel radio aktif itu tidak akan ‘menghilang' paling tidak selama hidup Anda atau anak dan cucu Anda. Dengan paruh hidup 50.000 tahun atau lebih, trliliunan partikel radio aktif buatan pemerintah yang mematikan ini berada di sekitar Anda selamanya. Dengan disebarluaskan ke seluruh dunia oleh pesawat- pesawat jet yang berkecepatan hebat itu, partikel-partikel tersimpan secara acak meski dalam konsentrasi-konsentrasi yang lebih tinggi dalam jarak beberapa ribu mil dari lokasi uji coba. Ganguan angin atau gangguan permukaan udara lainnya, semua dibutuhkan buat mengaduknya lagi dan menjadikan bahaya yang lebih besar bagi orng-orang di daerah sekitar mereka.
Aktivitas main tendang pasir di sekitar pantai pada musim panas sekarang ini dapat berarti bunuh diri jika Anda mengaduk-aduk partikel-partikel radio aktif yang dapat menempel pada kulit Anda atau terhisap masuk ke dalam paru-paru Anda. Oleh sebab itu, jangan lagi mengolok-olok Michael Jackson waktu dia muncul di bandara udara dengan memakai masker pada hidung dan mulutnya. Mungkin dia tampak eksentrik, tetapi Michael hampir pasti menyelamtkan hidup kita.
Dua belas tahun sesudah Tes Trinitas yang membawa bencana ini, menjadi jelas bagi dunia Barat bahwa banyak hal semakin tidak terkontrol. Laporan Badan Penelitian Kedokteran Inggris menyatakan bahwa angka kematian global akibat kanker paru-paru sudah lebih dari dua kali lipat dalam kurun waktu 1945 sampai 1955, meskipun tidak ada penjelasan yang diberikan. Dalam periode 10 tahun berikutnya, angka kematian akibat kanker paru-paru di lingkungan sekitar Hiroshima dan Nagasaki meningkat tiga kali lipat. Setelah sepenuhnya merusak lingkungan untuk jangka waktu 50.000 tahun ke depan, sudah saatnya bagi ‘negara-negara kuat' untuk mulai mengambil tindakan tegas guna menanggulangi masalah ini.
Bagimana rakyat dapat dibuktikan bersalah karena membuat diri mereka sendiri terkena kanker paru-paru, yakni dikatakan bersalah karena sakit yang ditimbulkannya sendiri, sementara pemerintah tidak bisa dipersalahkan atau digugat? Selain air, satu-satunya zat yang jelas terhisap orang ke dalam paru-paru adalah asap tembakau, jadi pemerintah itulah yang salah. Para ‘peneliti' kedokteran yang malang itu tiba-tiba kebanjiran dana besar serta gratis dari pemerintah yang semua itu ditujukan untuk mencapai hasil ahir yang sama yaitu ‘Membuktikan bahwa merokok menyebabkan kangker paru-paru.' Di pihak lain, para ilmuwan sejati (terutama beberapa ahli fisika nuklir terkemuka) tersenyum geram terhadap upaya-upaya lobi anti-merokok yang menyebalkan itu dan yang membujuk-rayu mereka hingga masuk perangkap yang mematikan itu. Para peneliti kedokteran gadungan itu diundang untuk membuktikan klaim mereka yang salah itu dibawah kaidah-kaidah ilmiah yang sama persis tegasnya dengan yang digunakan ketika membuktikan bahwa partikel-partikel radio aktif menyebabkan kangker paru-paru.
Ingat bahwa teori apapun yang dapat diterima secara ilmiah harus dibuktikan sesuai dengan kaidah-kaidah yang tepat yang secara universal disepakati para ilmuwan. Pertama, agen tersangka (asap tembakau) harus diisolasikan , lalu digunakan dalam kaidah-kaidah laboratorium yang dikendalikn dengan tepat untuk membuktikan hasil yang diklaim, yaitu kanker pada mamalia.
Meskipun sudah memasukkan puluhan ribu tukus dan wirog yang mudah terkontaminasi ke dalam asap tembakau yang ekuivalen dengan 20 batang rokok per hari selama beberapa tahun, ‘ilmu kedokteran' belum pernah berhasil membuktikan adanya kanker paru-paru pada tikus atau wirog manapun. Yah, bacalah benr-benar kalimat itu. Selama lebih dari 40 tahun, ratusan ribu dokter medis telah dengan sengaja membohongi Anda.
Para ilmuwan sejati sudah berhasil memegang kerongkongan para peneliti gadungan itu, sebab dengan ‘membandingkan' antara eksperimen partikel radio aktif yang mematikan dan eksperimen terhadap asap rokok yang ramah dan tidak berbahaya itu, membuktikan dan menyimpulkan selamanya bahwa dalam kondisi apapun merokok tidak dapat menyebabkan kanker paru-paru. Lebih jauh lagi, dalam sebuah eksperimen besar yang ‘kebetulan'itu, mereka tidak pernah diperbolehkan mempublikasikan para ilmuwan sejati membuktikan dengan penjelasan yang mentakjubkan bahwa merokok sebenarnya membantu melindungi terhadap kanker paru-paru .
Semua tikus dan wirog digunakan hanya satu kali dalam sebuah eksperimen tertentu, lalu dihancurkan. Dengan cara ini, para peneliti yakin bahwa hail-hasil dari zat apapun yang sedang mereka uji cobakan tidak dapat secara kebetulan ‘terkontaminasi' oleh pengaruh-pengaruh nyata atau khayalan dari suatu zat lain.
Kemudian suatu hari soeolah-olah magic, beberapa ribu tikus dari eksperimen terhadap merokok'secra kebetulan' menemukan jalan masuk ke dalam eksperimen terhadap partikel radio aktif yang sebelumnya sudah membunuh setiap tikus dan wirog malang yang diuji-cobakan itu. Tetapi saat ini, secara mutlak bukan hal-hal ajaib, 60 % dari tikus dan wirog yang sudah terkena asap tembakau ternyata bertahan hidup dalam kontaminasi partikel-partikel radio aktif itu. Satu-satunya variable adalah penyimpanan mereka terrlebih dahulu dalam ruang dengan kuantitas asap tembakau yang banyak sekali.
________________________________________
Tekanan pemerintah segera dilakukan dan fakta-fakta itupnn disembunyikan, tetapi hal ini tidak sepenuhnya dapat membungkam para ilmuwan sejati. Barangkali lidah di dagu, Profesor Schrauzer, Ketua Asosiasi Ahli Kimia Bio-inorganik Internasional, menyatakan di depan sebuah Komisi Kongres Amerika Serikat tahun 1982 bahwa sudah lama diketahui para ilmuwan bahwa zat-zat tertentu dalam asap tembakau berfungsi sebagai anti-carcinogens (zat anti-kanker) dalam binatang-bimatang percobaan. Dia melanjutkan bahwa ketika carcinogens yang sudah dikenal (zat-zat penyebab kanker) diterapkan terhadap binatang-binatang itu, maka aplikasi zat-zat asap rokok itu ternyat melawan mereka.
Profesor Schrauzer tidak berhenti sampai di sini . Dia lebih jauh menyatakan di atas sumpah di depan Komisi Kongres bahwa ‘tidak ada unsur asap rokok yang terbukti sebagai penyebab kanker paru-paru dalam tubuh hewan-hewan parcobaan di laboratorium akibat dari asap rokok.' Penyataan ini merupakan sebuah jawaban terhadap masalah yang agak membingungkan itu. Jika pemerintah memblokir publikasi makalah ilmiah Anda, ambllah jalan lain dan masukanlah fakta-fakta penting itu ke dalam catatan tertulis Kongres!
Dapat diprediksikan bahwa kebenaran nyata ini mengundang kemarahan pemerintah dan para ‘peneliti' kedokteran gadungan itu. Tahun 1982 sebenarnya mereka sudah mulai mempercayai propaganda mereka yang, dan tidak dapat dibungkam oleh para anggota terkemuka gerakan ilmiah ini. Tiba-tiba saja mereka mengkambing-hitamkan unsur-unsur rahasia yang dimasukkan ke dalam rokok oleh perusahan-perusahaan tembakau. “Yah, mesti demikian!” mereka beramai-ramai menuntut dengan penuh rasa ingin tahu, sampai sekelompok ilmuwan menelepon dan mengemukakan bahwa unsur-unsur ‘rahasia' yang sama sudah dimasukkan ke dalam eksperiman tikus, dan karena itu, juga sudah terbukti tidak dapat menyebabkan kanker paru-paru.
Pemerintah dan komunitas kedokteran semua kelihatannya putus asa. Karena pendanaan anti-merokok sudah mulai dilakukan sejak awal 1960-an, puluhan ribu dokter medis telah lulus dari fakultas kedokteran tempat mereka diajari bahwa ‘merokok menyebabkan kanker paru-paru.' Sebaian besar mempercayai kebohongan itu, namun retak-retak mulai muncul pada cat ‘kebohongan' itu. Malahan, dokter-dokter yang lulus dengan IPK ‘C' tidak mampu membuat korelasi data, dan jika mereka bertanya, mereka diperintahkan agar tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bodoh. Bahwa ‘merokok menyebabkan kanker paru-paru' berubah menjadi sebuah dogma, yakni sebuah mekanisme kepercayaan agama yang pura-pura sebagai wadah kepercayaan taklid yang dijadikan pengganti bukti ilmiah.
Padahal, kepercayaan atas dasar taklid buta itu membutuhkan sebuah sistem penguatan yang positif. Dalam hal ini, sistem itu adalah agen-agen iklan dan media. Tiba-tiba, layer-layar televisi dibanjiri dengan citra tentang paru-paru perokok yang menghitam dan mengerikan, disertai mantera bahwa Anda akan brada dalam kesedihan yang mengerikan apabila Anda tidak berhenti sekarang. Itu semua tentu sampah yang menyedihkan. Di atas tempat tidur mayat, paru-paru seorang perokok dan bukan perokok kelihatan sama persis yaitu merah muda. Satu-satunya yang dapat dikatakan seorang ahli patologi bahwa Anda mungkin sudah menjadi seorang perokok jika dia menemukan lapisan nikotin yang tebal pada jari-jari Anda, sebungkus rokok Camels atau Malboro di dalam saku mantel Anda, atau salah seorang kerabat Anda secara tak bijak mengakui pada catatan bahwa Anda pernah merokok tembakau iblis.
Banyak orang bertanya mengapa tikus yang terkontaminasi asap rokok terlindungi dari partikel-partikel radio aktif yang mematikan, dan lebih banyak orang bertanya mengapa angka-angka nyata sekarang ini menunjukkan bahwa jauh lebih banyak bukan perokok mati karena kanker paru-paru daripada perokok. Profesor Sterling dari Universitas Simon Fraser di Kanada barangkali yang paling mendekati kebenaran. Dia menggunakan makalah-makalah hasil penelitian untuk menarik kesimpulan berdasakan pemikiran yang cermat bahwa merokok itu membentuk formasi lapisan lender tipis di dalam paru-paru, yang menjadi sebuah lapisan pelindung yang menghalangi partikel-partikel penyebab kanker agar tidak bisa memasuki jaringan paru-paru.
Mungkin ini merupakan sebuah penemuan ilmiah yang mendekati kebenaran yang dapat kita lakukan saat ini. Partikel-partikel radio aktif mematikan yang terhisap oleh seorang perokok akan terperangkap pada lapisan lender, dan kemudian dikeluarkan dari tubuh sebelum memasuki jaringan paru-paru.
Semua ini mungkin sedikit menekan bukan perokok, namun ada satu atau dua cara untuk meminimalkan risiko. Daripada menjauh dari perokok di pub atau club Anda, sebaiknya dekatilah sedapat mungkin, dan hisaplah asap bekas mereka yang mahal itu. Teruskan, jangan malu-malu, hisaplah dalam-dalam beberapa kali. Barangkali, Anda juga dapat merokok satu batang sigaret atau cerutu setiap kali sesudah makan, hanya tiga batang sehari untuk membentuk lapisan lender pada paru-paru Anda. Jika Anda tidak bisa atau tidak akan melakukan salah satu dari ketiga saran di atas, pertimbangkan untuk menelepon Michael Jackson untuk meminta sebuah masker cadangan!
Link sumber:
http://www.akhirzaman.info/index.php?option=com_content&view=article&id=1:rokok-bebas-kanker-paru-paru
http: www./joevialls.co.uk/transpositions/smoking.html 4/30/2004
http://www.kapanlagi.com/clubbing/showthread.php?t=16759
link terkait:
http://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2007-07-05-Protein-Anti-Kanker-dari-Tembakau.shtml
http://forum.berani.co.id/default.aspx?g=posts&t=469
link terkait:
nyatanya, iklan rokok pada masa awal industri rokok banyak didukung oleh para dokter, dg slogan2 kesehatan: http://lane.stanford.edu/tobacco/index.html
//Lihat di Antologi: artikel
Aku nggak tahu, apakah artikel di bawah ini dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Tapi, kok sangat logis ya? berikut cuplikannya:
Mari Kita Merokok,karena Itu Sehat
Bukan propaganda atau pun bermaksud menyesatkan maupun menentang peringatan pemerintah.
Setiap tahun beribu-ribu dokter medis dan anggota ‘Gerakan Anti-Merokok' mengeluarkan milyaran dolar untuk mengabadikan apa yang tak bisa disangkal lagi, sudah menjadi program rekayasa sosial yang walaupun berhasil, tapi paling menyesatkan dalam sejarah. Dengan dorongan dari beberapa pemerintahan Barat, para pelobi Orwellian ini memburu perokok dengan suatu semangat fanatik yang sepenuhuya mengalihkan kegiatan pelarangan alcohol Amerika, yang berawal tahun 1919 dan berlangsung hingga 1933.
Dewasa ini kita melihat ke belakang tentang pelarangan alcohol oleh Amerika dengan rasa keheranan yang dibenarkan. Benar adanya bahwa suatu bangsa secara kesluruhan membiarkan dirinya sendiri untuk tidak boleh minum segelas bir atau scotch oleh sekelompok kecil orang fanatik penabuh genderang? Memang meyedihkan, hal itu benar, meskipun kurangnya bukti bahwa alkohol itu membahayakan manusia jika tidak dikonsumsi terlalu banyak.
Sayang, keselamatan alkohol tidak menarik perhatian para penabuh genderang. Kendali terhadap orang lain merupakan satu-satunya tujuan yang benar bagi mereka. Orang-orang Amerika terlihat ‘berdosa' gara-gara menikmati beberapa jenis minuman alkohol, dan para militant mengetengahinya dengan nama Tuhan untuk membuat mereka semua merasa tidak senang lagi.
Walaupun tidak ada hubungan langsung antara alkohol dan tembakau, sejarah pelarangan Amerika menjadi penting, sebab sejarah itu membantu kita memahami bagaimana sejumlah kecil pengikut fanatik bisa berhasil mengendalikan perilaku dan kehidupan ribuan juta orang. Dewasa ini hal yang persis sama terjadi terhadap perokok, meskipun saat ini masalahnya lebih berada di tangan para pengikut fanatik pemerintah dan praktisi medis yang acuh ketimbang pengikut fanatik agama yang bertindak sebagai penabuh genderang.
Beberapa pemerintahan tertentu tahu bahwa tindakan-tindakan mereka di masa lalu bertanggungjawab langsung atas penyebab kebanyakan kanker paru-paru dan kulit di dunia sekarang ini. Jadi, mereka bertindak terlalu jauh dalam upayanya membelokkan tanggungjawab dan juga utang finansial mereka, dan sebagai gantinya, mereka menimpakannya terhadap tembakau hidup yang tak berbahaya itu. Sebagaimana akan kita lihat kemudian dalam laporan, tembakau hidup yang sederhana itu belum pernah membahayakan siapapun, dan dalam hal-hal tertentu dapat dibenarkan bahwa tembakau itu dapat memberikan proteksi awal bagi kesehatan.
Tidak semua pemerintah di dunia ini menghadapi masalah yang sama. Jepang dan Yunani mempunyai jumlah perokok dewasa terbanyak di dunia, tetapi mempunyai jumlah terkecil penderita kanker paru-paru. Sebaliknya, Amerika , Australia, Rusia, dan beberapa kepulauan Pasifik Selatan memiliki jumlah terkecil perokok dewasa di dunia, tetapi memiliki jumlah tertinggi penderita kanker paru-paru. Ini adalah petunjuk utama dalam membongkar kebohongan kedokteran barat yang mustahil tapi sudah berakar, bahwa ‘merokok menyebabkan kanker paru-paru.'
Kontak pertama orang Eropa dengan tembakau terjadi tahun 1492 ketika Columbus dan rekan petualangnya, Rodriguo de Jerez, melihat penduduk asli merokok di Kuba. Pada hari itu juga de Jerez pertama kalinya mengisap rokok dan dia sangat merasa relaks, sebagaimana penduduk setempat meyakinkannya. Peristiwa ini menjadi penting, sebab de Rodriguo de Jerez menemukan apa yang yang sudah dikenal orang Kuba dan Amerika selama berabad-abad bahwa merokok cerutu dan sigaret tidak hanya membuat relaks, tapi juga menyembuhkan batuk-batuk dan penyakit-penyakit ringan lainnya. Ketika dia pulang ke negerinya, dengan bangganya de Jerez merokok cerutunya di jalan, dan akibatnya diapun segera ditangkap dan dipenjarakan selama tiga tahun oleh Pengadilan Spanyol yang mengerikan itu. Jadi, de Jerez adalah korban pertama lobi anti-merokok.
Dalam kurun waktu kurang dari setengah abad, merokok menjadi kebiasan yang amat disenangi dan diterima oleh masyarakat di seluruh Eropa. Ribuan ton tembakau diimpor dari berbgai koloni buat memenuhi kebutuhan yang jumlahnya meningkat. Sejumlah penulis memuji tembakau sebagai obat universal untuk penyakit-penyakit manusia. Pada awal abad 20 hampir setiap satu dari dua orang adalah perokok, tetapi jumlah penderita kanker pariu-paru tetap rendah, sehingga hampir dapat diabaikan. Kemudian terjadi sesuatu yang luar biasa pada 16 Juli 1945, sebuah peristiwa perubahan besar yang ahirnya akan menyebabkan banyak pemerintahan Barat untuk mengubah persepsi tentang merokok selamanya, sebagaimana dikemukakan oleh K. Greisen: “Ketika intensitas sinar itu berkurang, saya simpan gelas minum dan langsung melihat ke menara. Saat-saat itulah saya melihat warna biru mengelilingi awan asap. Kemudian, seseorang berteriak agar kami sebaiknya memperhatikan gelombang kejut yang bergerak di atas tanah. Kemunculannya berupa area melingkar yang bersinar terang dekat dengan tanah, yang pelan-pelan menyebar ke arah kami. Warnanya kuning. Permanennya awan asap itu adalah satu hal yang mengejutkan saya. Sesudah ledakan pertama yang cepat itu, bagian bawah awan tersebut terlihat membuat sebuah bentuk yang tetap dan terus tergantung di udara tanpa bergerak. Sementara itu, bagian atasnya terus naik, sehingga sesudah beberapa menit, bagian ini mencapai ketingian lima mil. Lama-lama, bagian atas ini bentuknya berkelok-elok yang disebabkan oleh velositas angin yang berubah-ubah pada ketinggian yang berbeda. Asap itu sudah menembus awan pada saat awal naiknya asap, dan terlihat tidak terpengaruh sama sekali oleh awan itu.”
Peristiwa jelek ini dikenal dengan ‘Trinity Test' (Tes Trinitas), senjaja nuklir pertama yang kotor ini yang diledakkan di atmosfir. Dengan enam kilogram plutonium yang dipadatkan luar biasa oleh lensa-lensa peledak, Trinitas meledak di atas New Mexico dengan kekuatan mendekati 20.000 ton TNT. Dalam hitungan detik saja, milyaran partikel radio aktif yang mematikan itu tersebar di atmosfir sampai ketinggian enam mil, yang dapat disebarkan pesawat-pesawat jet berkecepatan tingi ke mana-mana.
Pemerintah Amerika sudah tahu tentang radiasi ini terlebih dahulu dan sadar betul akn pengaruh lethal terhadap manusia, tetapi dengan naifnya memerintahkan uji coba itu tanpa memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan sama sekali. Di mata hukum, tindakan ini adalah pelanggaran besar yang jelas salah, namun Pemerintah AS tidak peduli. Cepat atau lambat, mereka akan menemukan seorang penjahat lainnya untuk dampak jangka panjang yang akan diderita oleh rakyat Amerika sendiri dan warga negara lainnya di darerah-daerah setempat dan terpencil.
Jika sebutir partikel radio aktif mikroskopis mengenai kulit Anda di pantai, maka Anda akan terkena kanker kulit. Coba saja hisap sebutir partikel kotoran yang sama dengan lethal, maka kematian akibat kanker paru-paru tidak dapat dihindari, jika Anda bukan seorang perokok sigaret yang luar biasa beruntung. Partikel radio aktif mikroskopis padat mengubur dirinya sendiri jauh di dalam jaringan paru-paru, membanjiri persediaan vitamin B 17 yang terbatas dalam tubuh, dan menyebabkan pertambahan sel yang menjadi-jadi serta tidak dapat dikendalikan.
Bagaimana kita bisa sepenuhnya yakin bahwa partikel radio aktif yang turun ke tanah itu benar-benar menyebabkan kanker paru-paru setiap saat seorang subjek secara internal terkontaminasi? Bagi para ilmuan, yang sebaliknya dengan dukun-dukun medis dan para propagandis pemerintah, hal ini bukanlah masalah. Bagi teori apapun yang dapat diterima secara ilmiah, teori itu harus dibuktikan sesuai dengan kaidah-kaidah yang tepat yang secara universal disepakati para ilmuwan. Pertama, subjek tersangka radio aktif harus diisolasikan, kemudian digunakan dalam eksperimen-eksperimen lab yang dikedalikan dengan tepat untuk akhirnya mencapai hasil yang dikalaim, misalnya kanker paru-paru pada mamalia.
Melalui prosedur ini, para ilmuwan sudah mengorbankan puluhan ribu tikus dan wirog selama bertahun-tahun, yang dengan sengaja mendedikasikan paru-paru mereka kepada partikel radio aktif. Hasil-hasil penelitian ilmiah dari berbagai jenis eksperimen yang didokumentasikan ternyata persis sama. Setiap tikus atau wirog dengan setia menderita kanker paru-paru, dan kemudian setiap tikus atau wirog mati. Jadi, teori sudah disesuaikan dengan fakta ilmiah yang kuat dibawah kaidah-kaidah lab yang dikendalikan secara ketat. Subjek tersangka (materi radio aktif) menyebabkan hasil yang diklaim (kangker paru-paru) ketika dihisap oleh mamalia.
Besaran keseluruhan risiko kanker paru-paru terhadap manusia dari sebaran radio aktif di atmosfir tidak dapat terlalu dilebih-lebihkan. Sebelum Rusia, Inggris, dan Amerika mengundangkan uji coba nuklir di atmosfir pada 5 Agustus 1963, lebih dari 4.200 kilogram plutonium sudah disebar ke dalam atmosfir. Karena kita tahu bahwa kurang dari satu microgram (1/1.000.000 gram) plutonium yang terhisap menyebabkan kanker paru-paru pada seorang manusia, maka kita tahu bahwa pemerintah Anda yang baik itu sudah menyebarluaskan 4.200.000.000 (4,2 milyar) dosis lethal ke dalam atmosfir, dengan paruh hidupnya bertahan selama minimal 50.000 tahun. Menakutkan, bukan? Sayang sekali, keadaannya malah memburuk. Plutonium yang disebutkan di atas berada di dalam senjata nuklir sebelum peledakan, tetapi kandungan paling besar partikel rdio aktif berasal dari kotoran atau pasir biasa yang terhisap dari tanah, dan teradiasi saat partikel-partikel itu naik ke atas lewat bola api senjata itu. Partikel-partikel ini membentuk bagian ‘asap' terbanyak yang terlihat pada foto peledakan nuklir manapun. Dalam sebagian besar kasus, beberapa ton materi terhisap dan secara permanen terradiasi dalam persimgahan. Namun demikian, mari kita bersikap konservatif dan mengklaim bahwa hanya 1000 kilogram materi permukaan yang terhisap oleh masing-masing uji coba nuklir.
________________________________________
Sebelum dilarang oleh Rusia, Inggris, dan Amerika, ternyata sudah dilakukan 711 uji coba nuklir di atmosfir yang membentuk 712.000 kilogram partikel raio aktif mikroskopis yang masih harus ditambahkan lagi 4.200 kilogram yang berasal dari senjat-senjata mereka sendiri, maka berat kotornya sekalipun masih pakai perhitungan konservatif mencpai 715.200 kilogram. Tiap kilogram mengandung lebih dari satu juta dosis lethal . Ini berarti bahwa pemerintah Anda telah mengkontaminasikan atmosfir Anda dengan lebih dari 715.000.000.000(715 milyar) dosis, sehingga cukup sebagai penyebab kanker paru-paru dan kulit 117 kali pada setiap laki-laki, perempuan, dan anak di muka bumi ini.
Sebelum Anda bertanya, jawabannya ‘Tidak'. Partikel-partikel radio aktif itu tidak akan ‘menghilang' paling tidak selama hidup Anda atau anak dan cucu Anda. Dengan paruh hidup 50.000 tahun atau lebih, trliliunan partikel radio aktif buatan pemerintah yang mematikan ini berada di sekitar Anda selamanya. Dengan disebarluaskan ke seluruh dunia oleh pesawat- pesawat jet yang berkecepatan hebat itu, partikel-partikel tersimpan secara acak meski dalam konsentrasi-konsentrasi yang lebih tinggi dalam jarak beberapa ribu mil dari lokasi uji coba. Ganguan angin atau gangguan permukaan udara lainnya, semua dibutuhkan buat mengaduknya lagi dan menjadikan bahaya yang lebih besar bagi orng-orang di daerah sekitar mereka.
Aktivitas main tendang pasir di sekitar pantai pada musim panas sekarang ini dapat berarti bunuh diri jika Anda mengaduk-aduk partikel-partikel radio aktif yang dapat menempel pada kulit Anda atau terhisap masuk ke dalam paru-paru Anda. Oleh sebab itu, jangan lagi mengolok-olok Michael Jackson waktu dia muncul di bandara udara dengan memakai masker pada hidung dan mulutnya. Mungkin dia tampak eksentrik, tetapi Michael hampir pasti menyelamtkan hidup kita.
Dua belas tahun sesudah Tes Trinitas yang membawa bencana ini, menjadi jelas bagi dunia Barat bahwa banyak hal semakin tidak terkontrol. Laporan Badan Penelitian Kedokteran Inggris menyatakan bahwa angka kematian global akibat kanker paru-paru sudah lebih dari dua kali lipat dalam kurun waktu 1945 sampai 1955, meskipun tidak ada penjelasan yang diberikan. Dalam periode 10 tahun berikutnya, angka kematian akibat kanker paru-paru di lingkungan sekitar Hiroshima dan Nagasaki meningkat tiga kali lipat. Setelah sepenuhnya merusak lingkungan untuk jangka waktu 50.000 tahun ke depan, sudah saatnya bagi ‘negara-negara kuat' untuk mulai mengambil tindakan tegas guna menanggulangi masalah ini.
Bagimana rakyat dapat dibuktikan bersalah karena membuat diri mereka sendiri terkena kanker paru-paru, yakni dikatakan bersalah karena sakit yang ditimbulkannya sendiri, sementara pemerintah tidak bisa dipersalahkan atau digugat? Selain air, satu-satunya zat yang jelas terhisap orang ke dalam paru-paru adalah asap tembakau, jadi pemerintah itulah yang salah. Para ‘peneliti' kedokteran yang malang itu tiba-tiba kebanjiran dana besar serta gratis dari pemerintah yang semua itu ditujukan untuk mencapai hasil ahir yang sama yaitu ‘Membuktikan bahwa merokok menyebabkan kangker paru-paru.' Di pihak lain, para ilmuwan sejati (terutama beberapa ahli fisika nuklir terkemuka) tersenyum geram terhadap upaya-upaya lobi anti-merokok yang menyebalkan itu dan yang membujuk-rayu mereka hingga masuk perangkap yang mematikan itu. Para peneliti kedokteran gadungan itu diundang untuk membuktikan klaim mereka yang salah itu dibawah kaidah-kaidah ilmiah yang sama persis tegasnya dengan yang digunakan ketika membuktikan bahwa partikel-partikel radio aktif menyebabkan kangker paru-paru.
Ingat bahwa teori apapun yang dapat diterima secara ilmiah harus dibuktikan sesuai dengan kaidah-kaidah yang tepat yang secara universal disepakati para ilmuwan. Pertama, agen tersangka (asap tembakau) harus diisolasikan , lalu digunakan dalam kaidah-kaidah laboratorium yang dikendalikn dengan tepat untuk membuktikan hasil yang diklaim, yaitu kanker pada mamalia.
Meskipun sudah memasukkan puluhan ribu tukus dan wirog yang mudah terkontaminasi ke dalam asap tembakau yang ekuivalen dengan 20 batang rokok per hari selama beberapa tahun, ‘ilmu kedokteran' belum pernah berhasil membuktikan adanya kanker paru-paru pada tikus atau wirog manapun. Yah, bacalah benr-benar kalimat itu. Selama lebih dari 40 tahun, ratusan ribu dokter medis telah dengan sengaja membohongi Anda.
Para ilmuwan sejati sudah berhasil memegang kerongkongan para peneliti gadungan itu, sebab dengan ‘membandingkan' antara eksperimen partikel radio aktif yang mematikan dan eksperimen terhadap asap rokok yang ramah dan tidak berbahaya itu, membuktikan dan menyimpulkan selamanya bahwa dalam kondisi apapun merokok tidak dapat menyebabkan kanker paru-paru. Lebih jauh lagi, dalam sebuah eksperimen besar yang ‘kebetulan'itu, mereka tidak pernah diperbolehkan mempublikasikan para ilmuwan sejati membuktikan dengan penjelasan yang mentakjubkan bahwa merokok sebenarnya membantu melindungi terhadap kanker paru-paru .
Semua tikus dan wirog digunakan hanya satu kali dalam sebuah eksperimen tertentu, lalu dihancurkan. Dengan cara ini, para peneliti yakin bahwa hail-hasil dari zat apapun yang sedang mereka uji cobakan tidak dapat secara kebetulan ‘terkontaminasi' oleh pengaruh-pengaruh nyata atau khayalan dari suatu zat lain.
Kemudian suatu hari soeolah-olah magic, beberapa ribu tikus dari eksperimen terhadap merokok'secra kebetulan' menemukan jalan masuk ke dalam eksperimen terhadap partikel radio aktif yang sebelumnya sudah membunuh setiap tikus dan wirog malang yang diuji-cobakan itu. Tetapi saat ini, secara mutlak bukan hal-hal ajaib, 60 % dari tikus dan wirog yang sudah terkena asap tembakau ternyata bertahan hidup dalam kontaminasi partikel-partikel radio aktif itu. Satu-satunya variable adalah penyimpanan mereka terrlebih dahulu dalam ruang dengan kuantitas asap tembakau yang banyak sekali.
________________________________________
Tekanan pemerintah segera dilakukan dan fakta-fakta itupnn disembunyikan, tetapi hal ini tidak sepenuhnya dapat membungkam para ilmuwan sejati. Barangkali lidah di dagu, Profesor Schrauzer, Ketua Asosiasi Ahli Kimia Bio-inorganik Internasional, menyatakan di depan sebuah Komisi Kongres Amerika Serikat tahun 1982 bahwa sudah lama diketahui para ilmuwan bahwa zat-zat tertentu dalam asap tembakau berfungsi sebagai anti-carcinogens (zat anti-kanker) dalam binatang-bimatang percobaan. Dia melanjutkan bahwa ketika carcinogens yang sudah dikenal (zat-zat penyebab kanker) diterapkan terhadap binatang-binatang itu, maka aplikasi zat-zat asap rokok itu ternyat melawan mereka.
Profesor Schrauzer tidak berhenti sampai di sini . Dia lebih jauh menyatakan di atas sumpah di depan Komisi Kongres bahwa ‘tidak ada unsur asap rokok yang terbukti sebagai penyebab kanker paru-paru dalam tubuh hewan-hewan parcobaan di laboratorium akibat dari asap rokok.' Penyataan ini merupakan sebuah jawaban terhadap masalah yang agak membingungkan itu. Jika pemerintah memblokir publikasi makalah ilmiah Anda, ambllah jalan lain dan masukanlah fakta-fakta penting itu ke dalam catatan tertulis Kongres!
Dapat diprediksikan bahwa kebenaran nyata ini mengundang kemarahan pemerintah dan para ‘peneliti' kedokteran gadungan itu. Tahun 1982 sebenarnya mereka sudah mulai mempercayai propaganda mereka yang, dan tidak dapat dibungkam oleh para anggota terkemuka gerakan ilmiah ini. Tiba-tiba saja mereka mengkambing-hitamkan unsur-unsur rahasia yang dimasukkan ke dalam rokok oleh perusahan-perusahaan tembakau. “Yah, mesti demikian!” mereka beramai-ramai menuntut dengan penuh rasa ingin tahu, sampai sekelompok ilmuwan menelepon dan mengemukakan bahwa unsur-unsur ‘rahasia' yang sama sudah dimasukkan ke dalam eksperiman tikus, dan karena itu, juga sudah terbukti tidak dapat menyebabkan kanker paru-paru.
Pemerintah dan komunitas kedokteran semua kelihatannya putus asa. Karena pendanaan anti-merokok sudah mulai dilakukan sejak awal 1960-an, puluhan ribu dokter medis telah lulus dari fakultas kedokteran tempat mereka diajari bahwa ‘merokok menyebabkan kanker paru-paru.' Sebaian besar mempercayai kebohongan itu, namun retak-retak mulai muncul pada cat ‘kebohongan' itu. Malahan, dokter-dokter yang lulus dengan IPK ‘C' tidak mampu membuat korelasi data, dan jika mereka bertanya, mereka diperintahkan agar tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bodoh. Bahwa ‘merokok menyebabkan kanker paru-paru' berubah menjadi sebuah dogma, yakni sebuah mekanisme kepercayaan agama yang pura-pura sebagai wadah kepercayaan taklid yang dijadikan pengganti bukti ilmiah.
Padahal, kepercayaan atas dasar taklid buta itu membutuhkan sebuah sistem penguatan yang positif. Dalam hal ini, sistem itu adalah agen-agen iklan dan media. Tiba-tiba, layer-layar televisi dibanjiri dengan citra tentang paru-paru perokok yang menghitam dan mengerikan, disertai mantera bahwa Anda akan brada dalam kesedihan yang mengerikan apabila Anda tidak berhenti sekarang. Itu semua tentu sampah yang menyedihkan. Di atas tempat tidur mayat, paru-paru seorang perokok dan bukan perokok kelihatan sama persis yaitu merah muda. Satu-satunya yang dapat dikatakan seorang ahli patologi bahwa Anda mungkin sudah menjadi seorang perokok jika dia menemukan lapisan nikotin yang tebal pada jari-jari Anda, sebungkus rokok Camels atau Malboro di dalam saku mantel Anda, atau salah seorang kerabat Anda secara tak bijak mengakui pada catatan bahwa Anda pernah merokok tembakau iblis.
Banyak orang bertanya mengapa tikus yang terkontaminasi asap rokok terlindungi dari partikel-partikel radio aktif yang mematikan, dan lebih banyak orang bertanya mengapa angka-angka nyata sekarang ini menunjukkan bahwa jauh lebih banyak bukan perokok mati karena kanker paru-paru daripada perokok. Profesor Sterling dari Universitas Simon Fraser di Kanada barangkali yang paling mendekati kebenaran. Dia menggunakan makalah-makalah hasil penelitian untuk menarik kesimpulan berdasakan pemikiran yang cermat bahwa merokok itu membentuk formasi lapisan lender tipis di dalam paru-paru, yang menjadi sebuah lapisan pelindung yang menghalangi partikel-partikel penyebab kanker agar tidak bisa memasuki jaringan paru-paru.
Mungkin ini merupakan sebuah penemuan ilmiah yang mendekati kebenaran yang dapat kita lakukan saat ini. Partikel-partikel radio aktif mematikan yang terhisap oleh seorang perokok akan terperangkap pada lapisan lender, dan kemudian dikeluarkan dari tubuh sebelum memasuki jaringan paru-paru.
Semua ini mungkin sedikit menekan bukan perokok, namun ada satu atau dua cara untuk meminimalkan risiko. Daripada menjauh dari perokok di pub atau club Anda, sebaiknya dekatilah sedapat mungkin, dan hisaplah asap bekas mereka yang mahal itu. Teruskan, jangan malu-malu, hisaplah dalam-dalam beberapa kali. Barangkali, Anda juga dapat merokok satu batang sigaret atau cerutu setiap kali sesudah makan, hanya tiga batang sehari untuk membentuk lapisan lender pada paru-paru Anda. Jika Anda tidak bisa atau tidak akan melakukan salah satu dari ketiga saran di atas, pertimbangkan untuk menelepon Michael Jackson untuk meminta sebuah masker cadangan!
Link sumber:
http://www.akhirzaman.info/index.php?option=com_content&view=article&id=1:rokok-bebas-kanker-paru-paru
http: www./joevialls.co.uk/transpositions/smoking.html 4/30/2004
http://www.kapanlagi.com/clubbing/showthread.php?t=16759
link terkait:
http://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2007-07-05-Protein-Anti-Kanker-dari-Tembakau.shtml
http://forum.berani.co.id/default.aspx?g=posts&t=469
link terkait:
nyatanya, iklan rokok pada masa awal industri rokok banyak didukung oleh para dokter, dg slogan2 kesehatan: http://lane.stanford.edu/tobacco/index.html
//Lihat di Antologi: artikel
Langganan:
Postingan (Atom)